Monday, December 18, 2006

"Papa Marah.."

PS: mohon maaf, harusnya ini udah dulu-dulu dimasupin ke blog, tapi apa daya, filenya baru ketemu (^^)
 
---


Jumat tanggal 20 Juli kemarin itu sungguh sebuah hari yang sibuk dan melelahkan.
Hari itu adalah hari laporan pajak, dan ternyata ada selisih cukup besar
antara "calon" laporan itu dengan setoran pajak yang sudah dilakukan..
dan itu membuat saya harus menelusur ulang catatan-catatan keuangan yang
ada, dan tentu saja.. mengecek barangkali masalahnya akan berimbas pada
jenis pajak lainnya...  Kemudian, hari ini adalah hari terakhir tim
audit independen melakukan pekerjaan lapangan di kantor kami, dan itu artinya
adalah permintaan data yang bertubi-tubi.. Lalu masih ada tagihan-tagihan
jatuh tempo yang harus segera dibayar, atau kami dikenakan denda..  Belum
lagi telpon-telpon dari rumah, yang mengingatkan harus cek ulang jadwal
ini dan itu, lalu.. dan yah.. dan lain-lain..  Itu semuanya, belum
termasuk bonus emosi, yang baru sedikit mereda pukul 16.30, sebelum sebuah
tudingan miring di sebuah mailing list membuat emosi kembali..    
 



Selepas jam kerja, rencananya akan ada jamuan entertain. Jamuan entertain
makan malam yang akan membahas hal-hal remeh temeh untuk sosialisasi antara
rekan-rekan kami dengan rekan-rekan perusahaan klien kami..  Dan setelah
mengalami semua "tuntutan" hari ini, rasanya itu akan menjadi
hiburan yang menyenangkan. Apalagi, setelah itu, rencananya, teman-teman
eks-SMP kami akan "kumpul-kumpul" reuni-tidak-resmi di rumah
salah satu kawan.  Ah, sayangnya, harapan itu tidaklah jadi kenyataan..
Entertain yang seharusnya rileks dan mencairkan suasana formal, justru
berakhir perdebatan sengit antara kawan yang satu dengan salah satu staf
klien.. dan itu, cukup membuat rusak suasana.. Dan yah, sehingga saya sampai
lupa bahwa setelah itu seharusnya saya mampir "kumpul-kumpul"
dengan rekan-rekan eks SMP kami dulu..    



Dari kawasan Sudirman sampai di rumah kami di Pamulang pukul 21.30 lewat,
sambutan dua bidadari cilik kami –yang terus terang, kami belum mampu
membuat mereka tidur sebelum pukul 21.00--  masih belum cukup membuat
suasana hati ini tenang. Senyum dan bercanda a la kadarnya saja yang sanggup
dilakukan, sebelum langsung membopong mereka semua bersiap tidur malam..
 Dan seperti belum puas, cobaan masih datang menghampiri.. Tiba-tiba
rusuk kiri saya nyeri luar biasa, sehingga putri bungsu kami yang tengah
dalam gendongan harus segera saya letakkan di kasur dengan mendadak. Cukup
mendadak untuk membuatnya kaget dan saya menangkap ekspresi rasa bersalah
di wajahnya. Salah paham, nampaknya. Merasa bersalah?  



Oh tapi saya tidak sempat memikirkan itu lebih lanjut. Saya sudah langsung
menelentangkan diri sambil mengerang pelan, tapi cukup untuk membuat istri
saya paham bahwa saya perlu bantuan.. dan segera ia berlari, dan duduk
di samping saya, menekan jemarinya di rusuk yang sakit itu.. Memang jadi
sakit luar biasa, tapi memang itulah jalannya.. karena rasa nyeri di rusuk
itu segera menghilang, meski pelan-pelan.  



Dan pada saat itu, tiba-tiba putri kecil kami yang belum genap 2 tahun
usianya tadi, naik ke rusuk kami, ingin menyeberang ke ibunya.. Entah bagaimana,
injakan kaki itu seperti menekan tombol, membuat kami mengerang dan mengejang
mendadak.. dan kumatlah kembali nyeri di rusuk kiri kami tadi. Gerakan
mendadak itu membuat putri kecil kami terjatuh. Terjatuh ke pangkuan Bunda-nya.
Untunglah begitu..  



Tapi, itu sudah cukup membuat ekspresi bersalah yang tadi sudah muncul
berubah menjadi tangisan panjang. Bukan menangis kesakitan, melainkan seperti
tangis tidak percaya..  



"Papa marah.." Itu adalah kata yang diulang-ulang dalam tangisnya..
 



Sementara itu, saya terbaring tidak berdaya, masih harus dibantu istri
menekan rusuk kiri yang sakit sementara saya sendiri menekan rusuk kanan
saya.. sehingga perlahan lenyaplah rasa nyeri di rusuk itu.. namun berganti
ia jadi rasa nyeri di hati.  



Dan saat itu, tiba-tiba semua masalah di dunia jadi tidak penting lagi..
 

Alamak, kami sudah melukai hati bidadari kecil kami
!?  



Putri kecil kami, Annisa, bersimpuh dengan tangan kirinya, sementara tangan
kanannya menutup mulut seperti takut atau tidak percaya.. Dan kata-kata
itu, "Papa marah.."  

Apakah erangan kesakitan saya tadi dipikirnya sebuah ekspresi kemarahan?
 



Tapi.. setelah dipikir-pikir, mungkin tadi itu, semua kekesalan saya yang
memuncak keluar pada apa yang menurut saya mengerang itu.. Yang putri kami
dengar, bisa jadi bukan erangan kesakitan, melainkan teriakan kemarahan..
 



Aduh, sekali lagi saya tidak mampu mengendalikan emosi..  

Sekali lagi, saya harus menyakiti perasaan putri kecil kami..  

Belum lagi 2 tahun, usianya..  



Alangkah egoisnya saya sebagai seorang pribadi  

Dan selama ini saya mengganggap diri saya cukup adil dan cukup bijak..!?
Oh ternyata malam ini membuka mata saya, bahwa saya masih jauh panggang
dari api..  



Apabila saya tidak mampu mengendalikan emosi saya, apabila saya masih cukup
sering merusak suasana hati anak-anak saya, apakah saya masih bisa dianggap
Ayah dan Kepala Keluarga yang naik atau cakap? Apakah saya masih bisa dianggap
sebagai pribadi yang baik atau cakap ?  



Rasanya saya masih harus belajar kembali..    



Terima kasih, bidadari kecilku, kamu sudah membuka mata ayahmu ini..  




 

Pamulang, 24 Juli 2006  


2 comments:

  1. mudah2an juga bermanfaat bagi ukhti aisha dan siapa saja yang mau meluangkan waktu membacanya..
    kesimpulan: jadi orangtua itu ngga mudah, setelah dijalani sendiri (padahal dulu waktu belum married bisa "nasehatin" teman yang ada masalah seperti ini..kuwalat, ceritanya..)

    ReplyDelete