Wednesday, March 21, 2007

Tentang Bersyukur


Masih ingat dengan kawan saya yang didera kesulitan sehingga terpaksa harus menjual koran-koran bekas di rumahnya ?


Hampir tepat sebulan yang lalu, kawan tersebut kembali bercerita untuk menghibur saya, untuk mengingatkan ketika saya mengeluh kesulitan..



Begini ceritanya:

----



Kejadian ini hanya terpaut beberapa bulan sejak peristiwa koran bekas itu. Waktu itu, kami pindah ke rumah kontrakan yang lebih murah sehingga ada kelebihan untuk membeli beberapa peralatan rumah tangga, antara lain kompor gas dan tabung gas-nya..

Suatu ketika, beberapa minggu kemudian, waktu itu sudah tanggal 2. Gaji kami, entah mengapa, sudah tertahan lebih dari seminggu. Di daerah tempat tugas kami, dengan biaya hidup tinggi seperti ini, lewat seminggu tanpa gaji itu berarti tidak ada uang. Habis, bis, bis.. Ada sedikit uang tersisa hanya mampu untuk membeli 2-3 kg beras. Sedangkan di rumah hanya tinggal garam, lada, bawang2an, sedikit terasi, dan sebotol kecap. Untunglah gas masih cukup banyak dan petugas pemungut iuran kebersihan dan keamanan lingkungan mau menunda pungutannya sampai tanggal 10, memang tanggal jatuh tempo..



Saat-saat demikian, kami tentu kembali memilih untuk berpuasa. Beras, meski sebenarnya cukup untuk semua orang selama seminggu, hanya digunakan untuk bubur si kecil (usia balita pasangan ini saat itu sudah boleh makan bubur selain susu. red). Untuk kaldu buburnya, alhamduliLlah kalau hanya satu atau dua batang ceker ayam biasanya tidak dihitung; apalagi kalau “membeli”-nya ke pasar pagi-pagi sekali, meski harus berjalan kaki cukup jauh.



Ketika pulang dari pasar itu, mendadak kami berpapasan dengan Pemilik Rumah. Setelah berbasa-basi sejenak, mendadak beliau berkata bahwa kami boleh memanfaatkan buah dan atau tanaman yang tumbuh di halaman rumah. Saat itu kami masih beranggapan itu basa-basi biasa. Lagipula terus terang saja, kami jarang tengok-tengok halaman kami, khususnya belakang, sebab luaas sekali, lebih luas dari rumahnya dan waktu itu ditumbuhi rumput sudah agak tinggi (dan terus terang saja, membayangkan membersihkan halaman belakang itu sudah bikin males duluan. red)



Bagaikan telah diatur, entah kebetulan entah bukan, buah-buah kweni yang tumbuh di sebatang pohon di depan rumah kontrakan kami (dan memang sudah waktunya matang.red), mendadak mulai berjatuhan. Satu, dua, ..sepuluh .. Ada belasan yang jatuh dalam sehari.



Mendadak pula kami sadari bahwa dua buah pohon kelapa yang tumbuh di halaman belakang banyak sekali buahnya, tinggal dicokok saja. Bahkan ada pula pohon mangga biasa yang sudah banyak buahnya meski masih muda; dan itu kan malah pas untuk dirujak. yumm..

Kemudian, di tepian parit kecil di samping rumah, masih di halaman kontrakan kami, kedua pohon pisang kepok juga tengah berbuah, banyak sekali..




Oh ya, masih di sepanjang tepian parit itu, ternyata ada beberapa batang pohon cabai yang tengah berbuah.. dan..saat kami mulai mencoba membersihkan rumput di sisi parit itu.. kangkung..banyak sekali..



Kami juga menemukan ada beberapa batang pohon ketela yang sudah masak di ujung halaman paling belakang, sebelum ini tertutup rimbunan daun dan jatuhan pelepah pohon kelapa..



Oh ya, kembali ke kweni, buah yang jatuh begitu banyak, bahkan Pemilik Rumah pun masih bisa membawa dua karung penuh.. Bahkan masih ada sisanya sekitar satu karung besar yang boleh dibagi-bagi ke para tetangga, diluar satu kardus besar yang diizinkan Pemilik untuk kami makan sendiri.

Itu semua, belum ditambah dua ekor ikan cukup besar, buah tangan Pemilik Rumah, saat berkunjung untuk mengambil buah kweni itu.




AlhamduliLlah.. Saat itu kami benar-benar dalam kesulitan. Tapi saat itu juga kami benar-benar merasakan bahwa Allah SWT memperhatikan hamba-hamba-Nya yang kesulitan sepanjang mereka meminta tolong hanya pada-Nya. Kami bisa makan dengan nikmat dengan lauk yang bervariasi. Malah terasa lebih nikmat dibanding biasanya. Untuk berbuka maupun sahur, penuh hidangan yang saaangat istimewa: nasi dengan potongan kweni asam-manis dengan bumbu sambal kecap, atau cah kangkung bumbu bawang-terasi, nasi liwet bumbu parut kelapa manis, ikan bakar dan sambal mangga, sayur bumbu tiga (tapi isinya hanya kangkung dan irisan ketela.. maksa sedikit tapi enak kok. red), ketela rebus panas, rujak mangga, pisang goreng, kelapa muda segar.. Bahkan lauk pauk buat bayi kecil kami pun terjamin.

Selama empat hari kami nikmati semua, sampai hari ke-11 keterlambatan, dimana akhirnya gaji kami dibayarkan juga.


Yah, kami memang akhirnya bisa hidup normal lagi. Tapi kami sungguh sangat bersyukur bahwa di saat kami tengah membutuhkan, Allah SWT memberikan semua yang kami butuhkan di sekeliling kami.

----


Sekali lagi, cerita keluarga itu mampu membangkitkan kami dari perasaan terpuruk karena.. yah biasa lah, persoalan hidup. Duh, jadi malu nih.. Mungkin sekali waktu Anda juga mengalaminya, tapi mungkin keluarga Anda lebih tabah, lebih mampu menghadapinya dibanding kami. Mudah2an selalu demikian, diberi keberkahan yang dari Allah atas keluarga Anda, dan semoga juga atas keluarga kami mulai hari ini.



Kami sendiri mungkin memang tidak seheboh keluarga kawan kami itu ceritanya. Tetapi saya rasa, dalam hal ini bukan masalah dia atau kita lebih “beruntung” atau lebih “sial”. Soalnya kita ngga pernah tahu peristiwa yang kita alami itu merupakan keberuntungan atau kesialan, apakah itu ujian atau malah musibah..

Tapi setidaknya, mendengar cerita kawan saya itu, ternyata kalo kita mau jujur dan berani membuka mata tidak terpaku pada diri sendiri, serta tidak berprasangka buruk sama Allah, banyak hal yang masih bisa kita syukuri, ya ? AlhamduliLlah..




Eh tapi terus terang, kami jadi malu nih. Beberapa waktu sebelumnya kami pernah mengingatkan tentang ini, eh kami masih juga mengulangi kesalahan yang sama seperti itu..

Tapi kini saya percaya bahwa semua hal yang menimpa kami, meskipun memang ada juga peran diri kami sendiri di sana, semua itu adalah bagian dari rencana-Nya. Dan kami yakin, rencana-Nya pasti indah pada waktunya, sepanjang kami ngga keluar dari jalur-Nya itu, aja.. Kalau bukan indahnya sekarang, ya insya Allah nanti..




Salam, Ari Latoeng

Tambahan
Kejadian serupa dengan ini juga ada ditulis Mas Bayu Gawtama di sini. Seperti juga kawan kami itu, tulisan ini juga sungguh menguatkan kami. Ternyata tiap keluarga memiliki masalahnya masing-masing, cuma tinggal ikhtiar dan keikhlasan menerima apapun hasilnya dengan penuh syukur yang membedakan keluarga yang satu dengan lainnya.. kadang-kadang membedakan "ujung" nasibnya juga sih..

Gajah Mada

Rating:★★★
Category:Books
Genre: History
Author:Langit Kresna Hariadi
Majapahit (Pernah) Diperintah oleh King Janes *)

Resensi Buku
Judul Serial :Gajah Mada
1. Gajah Mada. Cet. V. 2007
2. Gajah Mada, Bergelut dalam Kemelut Takhta
dan Angkara. Cet. IV. 2007
3. Gajah Mada, Hamukti Palapa. Cet. I. 2006
4. Gajah Mada, Perang Bubat. Cet. I. 2006
5. Gajah Mada, Madakaripura Hamukti Muksa. Cet I. 2007
Pengarang : Langit Kresna Hariadi
Penerbit : Tiga Serangkai, Solo

“Untuk mewujudkan keinginanku atas Majapahit yang besar,” ucap Gajah Mada dengan suara amat lantang, “untuk mewujudkan mimpi kita semua, aku bersumpah akan menjauhi hamukti wiwaha sebelum cita-citaku dan cita-cita kita bersama ini terwujud. Aku tidak akan bersenang-senang dahulu. Aku akan tetap berprihatin dalam puasa tanpa ujung, yang itulah hakikat arti dari sumpahku, Sumpah Palapa, semata-mata demi kebesaran Majapahit. Aku bersumpah untuk tidak akan beristirahat. Lamun huwus kalah Nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasek, samana ingsung amukti Palapa.”
(kutipan ringkasan cerita Gajah Mada buku ke-3: Hamukti Palapa)

Kalau Anda membaca sumpah ini, kalau boleh tahu, apakah yang terlintas dalam benak Anda tentang sosok Gajah Mada: Apakah ia seorang pemersatu bangsa ? Atau ia hanya satu dari sekian banyak tiran imperialis lainnya ?

Buku serial Gajah Mada, sampai saat ini ada 5 buku, mencoba mengupas siapa sebenarnya Gajah Mada. Mengapa sosok Sang Mahapatih Amangkubumi bergelar Mahamantrimukya ini seperti berstatus persona non-grata di Bandung sehingga tidak ada nama jalan Gajah Mada di kota itu ? Mengapa kedua Prabu Putri keukeuh tidak ingin Gajah Mada memaksa kedua kerajaan Sunda, Sunda Galuh dan Sunda Pakuan, untuk bergabung dengan “aliansi” Majapahit Raya ? Apakah karena Narayama Sanggramawijaya, pendiri Majapahit, ayah para Prabu Putri itu, ternyata sebagian berdarah Rajasa dan sebagian lagi darah Sunda Galuh ? (waks, gosip baru, nih..)

Di sisi lain, sebenarnya mengapa Gajah Mada begitu ingin menyatukan nusantara ? Kalau itu ambisi, darimanakah ia mendapat ide imperialis begitu ? Sebaliknya, apabila ternyata penyatuan nusantara itu adalah kebutuhan, apa latar belakangnya ?

Bagi saya, buku yang diterbitkan dari hasil analisis sejarah ini cukup mampu memberi gambaran mengenai apa yang terjadi, siapa, dan bagaimana, dengan caranya sendiri yang mencoba untuk tidak berpihak. Tutur bahasanya mampu menjembatani situasi mencekam karena intrik politik masa lalu hadir ke masa kini, seolah-olah intrik-intrik perebutan kekuasaan itu baru saja kita baca di surat kabar hari ini.
Masih bagi saya, saya kok membacanya begini: Penulis mencoba mengatakan bahwa Perang Bubat terjadi karena Gajah Mada “termakan” sumpahnya sendiri. Namun demikian, ide bahwa ada penerjemahan perintah yang kebablasan sungguh menarik. Menarik, karena mungkin saja beberapa peristiwa besar yang terjadi tahun-tahun belakangan ini pun terjadi karena hal-hal yang demikian.

Eh, halo ? Ahem.. Mau mengingatkan aja: semua itu hanya pendapat saya yang bukan siapa-siapa, kalau Panjenengan percaya dengan saya, nggih mangga, kalau tidak percaya mungkin bagusnya silakan dibaca sendiri baru ditarik kesimpulannya.

Sebelum lupa, tokoh sentral cerita ini tidak melulu Gajah Mada. Ada Gagak Bongol, Pradhabasu, dan Gajah Enggon akan sering menghias halaman yang Anda baca. Lalu masih ada tokoh seperti Rahyi Sunelok serta Dyah Menur Sekar Tanjung. Pula generasi selanjutnya antara lain: Sang Prajaka alias Riung Sedatu, Kuda Swabhaya, dan Gajah Sagara. Serta jangan dilupakan tokoh-tokoh sejarah yang memang ada: Arya Tadah alias Jabung Krewes, Ibu Suri Gayatri, Prabu Putri Dyah Wiyat dan Sri Gitarja, dan pemeran pembantu yang cukup penting, adalah Prabu Jayanegara alias Kalagemet, Raja Majapahit putra Raden Wijaya yang juga berdarah Melayu.

Dan omong-omong, buku-buku ini memberi bonus yang lumayan lho. Peta lanskap istana Majapahit berdasar penelitian sejarah dan saduran terjemahan Negarakertagama.

Salam, Ari Latoeng

*) Majapahit diperintah King JaMes, dari Inggris ? Beneran, tuh ? Waks, ngga teliti, atuh bacanya.. Perasaan saya ngga nulis King JaMes, deeh..
King JaNes, tepatnya Janeswara, adalah betul-betul salah satu panggilan Prabu Hayam Wuruk. Suwer.. Test mata aja.. hehehe *gedubrag*

Eniwe, meski King James I of England adalah raja pertama yang memerintah keseluruhan England, Wales, Scotland, & Ireland (kira-kira 200 tahun setelah King Janes di Majapahit), dari dulu sampe sekarang kita ngga pernah diperintah England. Eh, salah.. pernah sih, hanya untuk beberapa tahun dan pastinya jauh dari masa Majapahit. Tepatnya ketika Thomas Stanford Raffles menjadi Gubernur Jenderal di (sebagian) wilayah yang sejak dulu sampai sekarang disebut Nusantara.

Monday, March 12, 2007

Papa Marah (bagian ke-2)



 





Malam itu minggu
lalu, ada sesuatu yang “lain” pada putri kami yang nomor dua, Annisa (2,5 tahun).
Waktu sudah menunjukkan pukul 22.00, dan biasanya putri-putri kami sudah tidur.
Namun ternyata, Annisa kecil masih duduk di pojok kasurnya sambil tampak
berpikir keras. Melihat situasinya, istri saya, yang kebetulan sedang masuk ke
kamar mengambil sesuatu, jadi tidak jadi menegur, melainkan duduk diam-diam di
sisi kasur yang lain sambil memperhatikannya diam-diam. 



Lama-lama, ia
sadar juga diperhatikan. Tetapi reaksinya, ia malah langsung melempar
pertanyaan pada Ibunya, “Mama jangan malah-malah sama Nica, ya?”



“Kalau Adek Nica
ngga nakal, Mama kan ngga marah sama Adek Nica, ” jawab istri saya sambil
senyam-senyum



Annisa menggaruk-garuk
kepala, “Papa tuh malah-malah..”



“Ya itu soalnya
tadi Adek Nica ngga mau bobo’ kan waktu disuruh Papa ? Padahal kan ini udah
malem banget, lho..”



Annisa kecil
masih menggaruk-garuk kepala. Tetapi ia nampak tersenyum mendengar jawaban itu.
Lalu segera ia berbaring, mencoba tidur..



 



Sebenarnya yang
terjadi setengah jam sebelumnya adalah begini:



Kami, saya dan
istri, sedang menonton DVD, saat Annisa kecil tiba-tiba menyelinap keluar dari
kamar dan menirukan posisi saya tiduran dengan sebelah tangan menopang kepala sambil
menonton TV.



“Eh, Adek Nica
kok belon tidur ?”



“Mau sama Papa
aja ah, “ jawabnya.



Saya sebenarnya
nyengir dus geli mendengar jawaban APS (Asal Papa Senang) itu. Padahal sih niatnya masih kepingin nonton TV,
aja.. hehehe.. dasar..



“Kan ini udah
malem, Nica..”



“Papa belon
bobo..” sambil menuding saya, membandingkan..



“Kalo Papa kan udah
gede, bobo malem tetep bisa bangun pagi; nah kalo kamu bobo malem ntar ngga
bisa bangun pagi, loh..”  Saya jawab
demikian, soalnya Annisa selama ini selalu ingin ikut mengantar kakaknya
sekolah (playgroup), dan dengan
demikian ia ada kesempatan untuk mencoba beberapa alat permainan di sekolah
kakaknya.



Annisa
terduduk. Tapi nampaknya tengah berpikir untuk “ngeyel”.



“Nica mau ma’em
xxxxxx..” katanya menyebut merek sereal yang biasa mereka jadikan penganan tiap
sore.



“Ngga ada susu
sapinya..,” kata saya cuek, sambil terus nonton TV.



“Hm.. bialin.. Nica
mau ma’em xxxxxxxx aja..” katanya menyebut merek penganan lainnya



“Udah Papa
abisin..” jawab saya sekenanya, padahal sih sebenarnya saya ngga tahu apa masih
ada apa enggak penganan itu (sst, jangan
ditiru yah bo’ongnya....
:)



Saya sempat
melirik Annisa kecil, dan terlihat ia merengut kesal.



“Nica mau
gambal aja, ” mau menggambar, katanya.



“Jangan, ah..
Papa mau pake kertasnya, mau ngeprint..”



 



Sekali ini saya
lanjutkan menoleh, “Eh, anak kecil kalo jam segini kan bobo’ lho..Ntar
bangunnya kesiangan, loh..”



“Bialin..”



“Entar ngga
dikasih uang jajan sama Mama, loh..” saya tiduran lagi sambil komentar cuek,
iya lah wong TV-nya lagi asyik.. (hehehe,
ini juga jangan ditiru yah
?!)



“Bialin..”



“Entar ngga
bisa maen di sekolah Kak Chacha, loh..”



“Bialin..” tapi
kali ini saya menangkap ada nada mau menangis..



“Eh, kalo nakal
begitu, kalo Papa pulang, ngga keliling kompleks, loh..” saya sebut kebiasaan
saya kalau pulang dari kantor, bersama anak-anak itu naik kendaraan keliling
kompleks. Buat mereka, itu sudah jalan-jalan.. (^^V



Kali ini
nampaknya ampuh. Ia langsung bangun dan masuk ke kamar.



Saya sempat
takut tangisnya meledak di kamar, tapi ternyata tidak.





Tapi yah,  begitulah.. ternyata di dalam ia tetap tidak
bisa tidur, berpikir keras seperti tadi. Sampai ketahuan Mamanya..



 



Yah, memang
sebagai orangtua, sebaiknya bisa mengendalikan hawa nafsu, antara lain amarah.
Bukan ngga boleh marah, tapi mengendalikan amarah. Hal ini, saya yakin orangtua
mana saja akan berpendapat demikian  
Tetapi terus terang, setelah istri saya keluar dan menceritakan kejadian
di dalam, saya jadi baru mengerti bahwa “marah” yang harus dikendalikan bukan
“marah” versinya Papa Ari, tapi versi “Kakak Chacha” dan atau versi “Adek Nica”.



 



Hati-hati,
putra-putri Anda bisa jadi punya definisi “Papa marah-marah” yang berbeda
dengan Anda..



Sungguh, malam
itu memberi pelajaran berharga buat saya.



 



Bagaimana dengan
pengalaman Anda dengan putra-putri Anda ? Saya sungguh berharap lebih baik..





 



Salam, Ari Latoeng





Yong Xin Fu Wu (Melayani Dengan Hati)

tulisan menarik dari milis MLC

Sewaktu saya bertugas di Indonesia Timur, saya dikejutkan dengan modifikasi
angkot. Benar, yang saya maksud adalah angkot = angkutan kota. Saya tidak
tahu bagaimana sejarahnya, tetapi para sopir angkot itu benar2 "mencintai"
mobilnya. Sebuah angkot bisa jadi ke-4 rodanya dihias dengan velg racing,
tempat duduk yang dibuat sangat empuk, dan satu lagi yang pasti adalah:
sound system. Kalau naik angkot, kesannya kayak masuk ke tempat "ajeb-ajeb"
dengan segala variasinya, mulai dari musik pop biasa, pop daerah, sampai ke
dangdut,  bahkan sampai ke musik  techno, entah itu techno betulan ataukah
techno-dut, saya ngga paham soal itu, tapi saya paham techno itu musik yang
biasanya buat ajeb-ajeb hehehe ;p

Dan berbahagialah penumpang di Indonesia Timur, khususnya tempat saya tugas
di Sulawesi, karena mereka betul-betul memanjakan penumpangnya. Mulai dari
berhenti betul-betul berhenti, ti.. kalau kita mau turun atau naik (kalo di
Jakarta, menunggu berhenti betul sih ngga mungkin yah..), juga seringnya
mereka rela memundurkan mobilnya apabila kita masih agak jauh dari mulut
lorong, atau rela mengantar agak keluar jalur rute-nya dengan sedikit biaya
tambahan.

Saya memang tidak tahu apa isi hati orang, saya ngga tau itu adalah bentuk
persaingan untuk menarik hati penumpang karena lebih banyak angkot daripada
penumpangnya, atau benar-benar dari hati. Tapi yang saya lihat, para
sopirnya sendiri menikmati suasana itu. Kalau pun ada yang menggerutu,
justru kita penumpang pendatang yang dari Indonesia bagian Barat yang merasa
buang-buang waktu (apalagi kalau menunggu kembalian, wah..). Tapi begitu
kembali ke daerah asal, kita rindu dilayani seperti itu. Maksud saya, di
daerah itu, kita ngga harus ngejar2 bis kota, atau turun sementara bisnya
tetap saja berjalan.. malah mereka yang akan menghampiri kita..
Jadi bagi saya, kalo pun itu karena persaingan, pada awalnya, tapi toh sudah
begitu mendarah daging sehingga dengan sukarela mereka melakukan pelayanan
ekstra itu.
Itu dari sisi hubungan penjual dengan konsumen.

Kalau untuk hubungan antara pemilik dengan pekerja, di kita jarang deh saya
temui pola seperti cerita di bawah ini.
Maksud saya, kalo untuk pramugari/a, resepsionis, sales, atau
customer-relation, misalnya, seringnya  di iklan lowongan kerja yang dicari
harus memiliki syarat "penampilan menarik, tinggi sekian cm, usia maksimal
27 tahun" dll dsb.  
Tapi saya mungkin ngga bisa langsung menyalahkan pihak penjual kali yah. Lah
saya sendiri males banget gitu loh dilayani pelayan yang pake baju asal,
atau megang nampan aja gemeteran (takut jatuh bo..). Saya rasa, "standar"
pelayanan (dan penyedia-nya) yang diinginkan konsumen di Indonesia juga ikut
andil menentukan mengapa lowongan kerja demikian cuma buat yang
guanteng/cuantik aja.

Ini mungkin juga berlaku untuk profesi lain yang mensyaratkan gelar-gelar
tertentu. Ya habis konsumennya juga lebih percaya sama saran mereka yang S2
S3 atau gelarnya berendeng kayak kereta ini sih. Atau kebanyakan kontrak
konsultan selalu jatuh pada konsultan itu-itu aja, ya habis konsumennya juga
percayanya sama yang punya nama besar sih.

Jadi saya rasa, pelayanan dengan hati, kalo di Indonesia, bukannya ngga bisa
diterapkan (bisa kok, secara kami beli beras & kebutuhan
harian umumnya ke warung, ngga harus ke hipermarket besar. ada
pendekatan personal yang beda, gitu loh) tapi secara umum ada PR besar dari
kita konsumennya sendiri. Ya kita bicara dua sisi lah biar adil: di sisi konsumen kita
belajar melihat "isi" daripada "tampilan", di sisi penjual, kita belajar melayani "dengan hati"

regards, ari ams


Yong Xin Fu Wu (Melayani Dengan Hati)
oleh: Fendi Heri Yanto

Anda pasti tahu Mc Donald kan? Bila Anda masuk di Mc Donald yang ada di
Indonesia, Anda akan disambut oleh pelayan yang masih muda-muda, cakep-cakep
dan cantik-cantik. Waktu saya di Hong Kong, saya sempat kaget saat masuk ke
restaurant Mc Donald. Ada suatu pemandangan yang lain dari biasanya.
Pelayannya tidak semua muda dan cantik, ada juga orang tua yang bekerja
disana, yang menjadi waiter maupun yang menerima order. Sempat terlintas
dalam pikiran saya, "hebat, disini orang tua juga masih dipakai."

Waktu itu saya cuek saja, tidak terlalu memikirkannya. Suatu waktu saya
bepergian naik bis. Di bis tersebut ada TV yang menampilkan iklan-iklan.
Salah satu iklannya adalah iklan dari sebuah perusahaan yang menyediakan
jasa tenaga kerja. Disitu ditampilkan pelayan Mc Donald yang sedang melayani
pelanggan. Pelayan tersebut tidak hanya tua, tangannya tidak bisa memegang
dengan baik, jalannya tidak normal dan bicaranya pun tidak jelas. Di akhir
iklan ada wawancara dengan pelayan tersebut, saya tidak mengerti apa yang
dikatakan,
saya hanya membaca teks, kebetulan saya pernah belajar bahasa Mandarin, jadi
ngerti sedikit. Tulisannya "ç"¨å¿ƒæœ�å‹™" (yong xin fu wu), artinya melayani
dengan hati.

Kalimat tersebut terus nyantol di pikiran saya.
Tapi saya pikir itu mungkin cuma iklan. Iklan untuk mendapatkan simpati dari
masyarakat.
Ternyata saya salah. Malamnya, saya mampir ke Mc Donald yang ada di Causeway
Bay. Saya perhatikan, ternyata memang benar. Saya melihat langsung
orang-orang seperti yang saya lihat di iklan TV waktu di bis.

Saya kagum dengan Mc Donald di Hong Kong. Semua orang diberi kesempatan yang
sama.  Mudah-mudahan ini bisa ditiru oleh perusahaan-perusahaan lainnya.
Memberikan kesempatan yang sama kepada semua orang dengan tidak
memandang fisik. Banyak orang yang hanya menyeleksi dari penampilan.
Kalau kita mau menelaah lebih jauh, sesungguhnya penampilan fisik yang
kurang tidak akan mengurangi kualitas pelayanan.
Karena pelayanan yang sebenarnya adalah melayani dengan hati.


ç"¨å¿ƒæœ�å‹™ (yong xin fu wu)
Melayani dengan hati

Fendi Heri Yanto
www.WealthMagic.blogspot.com
Build Assets or Work til You Drop!

Mang Iyus: Mari Kita Redefinisikan Istilah Anak Indigo

Berikut tulisan Mang Iyus (Juswan Setyawan) di Forum Pembaca Kompas, tentang Indigo.
Dalam hal ini, Mang Iyus berusaha meletakkan Indigo sebagai sebuah fenomena alam yang meski istimewa tetapi sebenarnya bisa diteliti lebih lanjut. Dari sini, kalo saya ngga salah baca, maka Mang Iyus menolak mengaitkan indigo dengan klenik dan atau bahkan kepercayaan/agama,. meski di sisi lain Mang Iyus ada juga mengingatkan tentang bahaya kesurupan.

Saya sendiri termasuk yang penasaran dengan ini. Maksud saya, saya ngga puas dengan penjelasan bahwa "ini kerjaan jin" atau "ini mental disorder", soalnya itu menutup akses terhadap keingintahuan saya tentang "mengapa hal itu terjadi" dan atau "bagaimana menyikapinya atau mengarahkan anak Indigo, dalam arti tanpa membentuk-nya sesuai keinginan kita"

Demikian. Ari AMS Lat


Mari Kita Redefinisikan Istilah Anak Indigo
 
Dunia ini memang aneh. Di satu pihak ada "anak biasa" dengan sedikit bakat paranormal - yang justru biasa terdapat pada anak balita atau basata (bawah dasa tahun) langsung dianggap "anak indigo". Di pihak lainnya terdapat "anak indigo" yang menolak dianggap "anak indigo" karena hal itu 'ipso facto' memasung dinamika dan hari depannya dengan 'beban kenabian' (messianic burden) yang tidak pada tempatnya. Penolakan tersebut menjadi heboh karena disarati dengan praduga adanya komersialisasi di balik semua pelabelan indigo kepada anak-anak tersebut tadi.
 
Bahwa anak kecil yang fungsi pinealnya masih normal sehingga dapat memperlihatkan "kemampuan aneh" tidak serta merta memasukkan dia ke kelompok "anak indigo". Anak kecil pada umumnya dapat "melihat kunti" karena fungsi optik pada pucuk kelenjar pinealnya masih berfungsi normal. Persoalannya, orang tua atau orang dewasa pada umumnya suka meremehkan anak kecil dan dunianya. Mereka menganggap anak-anak itu suka mengkhayal dan mengada-ada. Kalau anak seperti itu berkomunikasi dengan "makhluk halus" maka mereka langsung dianggap "ngomong sendiri" atau parahnya bahkan diberi label sadis sebagai "anak autis" . Seperti penjelasan psikiater Dr. Tubagus Erwin Kesuma sendiri bahwa "anak autis" itu omongannya ngaco sedangkan "anak indigo" itu justru omongannya berisi dan tidak jarang malah filosofis dan dapat membuat orang tua mereka kelabakan. Istilah yang pernah saya dengar ialah "the little professor" untuk peran anak seperti itu. Dan merupakan hal yang sangat lumrah bahwa anak balita kadang-kadang mengajukan pertanyaan yang sangat filosofis atau fundamental kepada orang tua mereka. Untuk hal semacam ini tentunya (sangat) banyak orang tua yang dapat mensharingkan pengalamannya.
 
Anak saya sendiri sewaktu kecil pernah menanyakan kepada tantenya: "Tante, mengapa ayam makannya jagung dan bukan nasi?" Tantenya tidak menanggapi tetapi balik bertanya: "Apa Tony mau makan jagung?" "Ya, mau", jawabnya. Tantenya cuma berpikir bahwa Tony kepingin makan jagung maka ia bertanya soal mengapa ayam makan jagung. Tantenya kemudian cerita-cerita tentang kecerdikan anak yang ingin makan jagung dengan cara bertanya mengapa ayam makan jagung. Case closed ! Benarkah Tony hanya mau makan jagung atau apakah ia sebenarnya mempunyai "genuine curiosity" untuk mengetahui mengapa ayam-ayam puas hanya makan jagung saja dan bukan nasi lengkap dengan lauk-pauknya?
 
Mama Laurent sendiri menceritakan peristiwa "suara-suara" yang ia dengar di sekolah yang menyuruhnya cepat-cepat keluar dari kelas. Ia heran kenapa suara yang begitu keras tidak terdengar oleh guru dan kawan-kawan sekelasnya. Akibatnya ia ditegur oleh 'juffrouw' dan kena 'straf' 2 hari tidak boleh masuk sekolah. Dua jam setelah itu 300 anak termasuk para gurunya mati semua terkena bom yang dijatuhkan oleh pihak Jerman. Jelas Mama Laurent yang berusia 7 tahun memiliki apa yang disebut "fine hearing" yaitu salah satu kemampuan paranormal. Tetapi apakah ia seorang "anak indigo" juga, siapalah yang tahu? Mungkin omanya hanya tahu bahwa ia mempunyai "bakat khusus" saja. Saat itu belum populer parameter tentang "anak indigo" walaupun pada zaman itu dikenal istilah "magenta kids". Istilah "magenta kids" itupun tentunya populer bukan pada saat Mama Laurent berusia 7 tahun itu melainkan beberapa dekade kemudian.
 
Perbedaan "anak indigo" dan "magenta kids" sangat nyata. Aura yang dominan berwarna nila (ungu muda) pada "anak indigo" memancar dari "Cakra Ajña" atau cakra mata ketiga yang terdapat di antara kedua alis di kening. Sedangkan "magenta kids" memancarkan sinar ungu yang keluar dari "Cakra Sahasrara" atau Cakra Mahkota yang terletak di ubun-ubun.
 
Waktu itu fotografi aura belum ada teknologinya dan warna aura hanya mampu dilihat oleh paranormal lain yang memiliki "fine sighting" atau yang telah terbuka "mata ketiga"nya. Jadi sifatnya masih terlalu subyektif dan spekulatif sehingga belum dapat dijadikan acuan positif bagi science. Foto aura sekalipun masih dapat dimanipulasi secara teknis, namun secara obyektif mampu menghasilkan foto secara fisikal dan sekaligus memberikan analisis maknanya menurut literatur yang ada.
Kalau ingin meredefinisikan "anak indigo" maka parameter yang jelas umpamanya selain memiliki satu atau beberapa kemampuan kecerdasan intuitif juga secara aura-fotografi harus tampak dominansi warna nila pada posisi Cakra Ajña anak tersebut.
 
Selain itu kecenderungan Psikologi atau Psikiatri memberi label "anak indigo" sebagai manusia dengan gejala ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) jelas-jelas memberi kategori Mental Disorder seperti judul D kedua pada sindrom ADHD tsb. Karena sakit jiwa tentunya harus ditangani oleh seorang Psikiater dan bukan oleh seorang Psikolog. Ironisnya justru seorang Psikiater tidak mampu menyembuhkan penyakit ADHD tersebut sampai sekarang ini. Bahwa dalam kurun penanganan oleh seorang Psikiater kemudian gejala ADHD tersebut mulai tampak berkurang belum tentu menunjukkan efektivitas daripada terapinya. Mungkin juga terjadi secara alamiah justru karena atrofi daripada kelenjar pineal itu sendiri yang menjadi "biang keladi" semua fenomen yang tampaknya abnormal tersebut. Ibaratnya para Psikiater tersebut beruntung lebih karena "saved by the bell" saja ! dibandingkan kehebatan terapinya.
 
Yang aneh menurut saya adalah fenomen berikut ini. Psikiatri yang termasuk disiplin ilmiah justru memakai praktek-praktek "lebih klenik dari pada klinik" seperti teknik "dowsing" (pendulum) dan "automatic writing".
 
Kick Andy Show pun terperangkap pada silogisme yang sama. Seakan-akan kalau bicara soal anak indigo maka -- mau tidak mau - tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan dunia paranormal sehingga sampai-sampai merasa perlu mendatangkan paranormal beken yaitu Mama Laurent.
 
Sebagai kesimpulan sementara dapat dikatakan:
 
1. Pada umumnya anak balita memiliki kemampuan paranormal yang berhubungan langsung dengan masih berfungsi normalnya "kelenjar-cum-pusat syaraf" yaitu 'pineal body'.
 
2. Dengan pembiasaan pemakaian secara intensif kecerdasan intelektual sejak masuk sistem sekolah skolastik, maka secara gradual 'pineal body' mengalami atrofi karena jarang dimanfaatkan. Analog dengan otot yang semakin lembek karena jarang dipakai; atau sebaliknya otot semakin kencang-berisi karena sering latihan angkat berat.
 
3. Dapat terjadi "anak indigo" mengalami kesulitan dalam bidang tertentu dalam lingkup kecerdasan intelektual tetapi tidak dapat langsung dipastikan hal itu merupakan ciri baku.
Vincent Liong tidak suka akan matematika tetapi suka tulis menulis padahal keduanya termasuk lingkup "kecerdasan intelektual" otak hemisfir kiri manusia.
 
4. Auto-writing dapat terjadi pada saat otak hemisfir kanan mendominasi cara berpikir seseorang. Maka tidak ada korelasi langsung dengan ke-indigo-an seorang anak, apalagi sebagai teknik untuk menyembuhkan anak indigo secara klinis.
 
5. Auto-writing - apabila tidak diwaspadai - dapat menyebabkan anak mengalami kesurupan. Bila hal ini terjadi maka pihak pengelola klinik menjadi orang yang sangat tidak bertanggungjawab. Apalagi bila mereka tidak mempunyai kemampuan untuk "exorcisme" maka sebaiknya jangan main-main dengan yang dinamakan 'automatic-writing".
 
6. Tidak setiap anak yang dikaruniai Allah dengan kharismata khusus dapat langsung dikategorikan sebagai "anak indigo". Maksimal ia dapat dikategorikan sebagai anak berbakat paranormal saja.
 
7. Tidak setiap anak berbakat paranormal dibebankan "missi mesianik" untuk menjadi "healer" atau "prophecy maker" atau semacam itu. Semuanya juga tergantung niat ingsun anak itu sendiri untuk membangun corak masa depannya sendiri secara bebas tanpa beban pelabelan indigo kepada mereka.
 
8. Anak yang terlanjur diberi label "anak indigo" - dengan contoh gamblang seperti pada kasus bocah ajaib Anissa -- anak yang asertif dan sewaktu-waktu dapat bersikap sangat "mature" serta mampu berbahasa Inggeris tanpa kursus maupun environment yang mendukungnya. Nasib anak ini kini sangat tragis karena ia kehilangan masa kanak-kanaknya yang indah dan ceria dan tidak dapat sekolah di TK karena terlanjur diberi label "anak indigo" dengan "mental disorder" sehingga memerlukan jenis "pendidikan khusus" yang sesuai -- namun nyatanya tidak tersedia di negeri ini. Korban semacam ini hendaknya jangan diperbanyak lagi oleh pihak manapun! Bila tidak mampu membangun minimal janganlah merusak !
 
9. Anak indigo tidak ada urusannya dengan kepercayaan sektoral tentang "reinkarnasi". Sama sekali belum ada bukti ilmiah tentang korelasi keindigoan dengan reinkarnasi. Bisa terjadi kemampuan daya tangkap pineal seseorang sedemikian kuat/kencang sehingga mampu mengakses memori-etnik-kolektif masa lampau sendiri, atau dari orang lain. Seperti halnya mereka juga memiliki kemampuan untuk mengakses informasi masa yang akan datang. Manusia pada dasarnya ialah "spiritus in carne" (roh yang membadan) sehingga sebagai roh, maka roh manusia mampu mengakses masa depan sama mudahnya dengan mengakses masa lampau.
Karena memiliki "kepekaan khusus" maka kemampuannya kelihatannya luar biasa sementara "manusia bisa" lainnya -- seperti kita-kita ini - yang pinealnya tidak berkembang atau dioptimalkan fungsinya sebagai alat pemancar (transmitter) dan alat penerima (receiver) informasi, tidak mampu mengakses memori kolektif masa lampau, apalagi informasi masa depan.
Minimal inilah penjelasan yang sedikit "lebih ilmiah" karena berbasis biologis-neurologis (endokrinologis) dari dispilin ilmu eksakta dibandingkan dengan "penjelasan agamis-metafisis" dengan "argumen reinkarnasi" yang bersifat "cult system". Saya tidak anti reinkarnasi -- namun paling tidak wacana tersebut sampai detik ini belum memiliki dasar penalaran ilmiah apapun. Bagaimana seandainya kemampuan manusia paranormal (termasuk anak indigo) ternyata merupakan kemampuan teknis menembus code-code DNA yang memuat semua storage informasi gentik nenek moyang seseorang? Bukankah hypnotisme juga mampu melakukan "penembusan" seperti itu? - namun dengan side effect yang luar biasa "menguras tenaga" pada pihak yang terhipnotis?
 
10. Apa yang saya saksikan sebagai oret-oretan yang dibuat "anak indigo" Aryo Hanindyojati (12 tahun) sama sekali bukan pictograph aksara kuno Cina. Pictograph Cina yang paling kunopun terlihat sangat logis dan bentuknya biasa-biasa saja. Anggapan bahwa dirinya reinkarnasi serdadu Cina kuno mungkin saja spekulatif dan jangan-jangan injeksi pihak ketiga yang kemudian dilahapnya mentah-mentah.
 
Semoga lewat tulisan ini kita dapat mengarah kepada definisi "anak indigo" yang lebih fair kepada anak-anak yang disinyalir memiliki ciri-ciri seperti itu.
 
Jakarta, 12 Maret 2007.
 
Mang Iyus

Tuesday, March 6, 2007

The Middle East Love Story: Jasmine and Osama

ini tidak cuma soal bangsa yahudi dan bangsa palestina,
ini bukan cuma soal penjajah dan yang dijajah,
tapi saya rasa kita tidak sedang bicara siapa benar dan siapa salah..
yang pasti, ini tentang nasib sepasang manusia yang dari dua bangsa bersaudara yang saling bertikai..

dalam situasi seperti itu, saya kok mendadak membatin, apa memang inilah yang Tuhan inginkan, atau barangkali adak hal lain yang bisa kami lakukan bagi mereka ?
tidak bermaksud ngga peduli siapa menjajah siapa dijajah


www.matthewgood.org/2007/02/jasmine-and-osama

http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2007/03/070301_mideastlove.shtml


Kisah Jasmine dan Osama

Oleh Matthew Price
BBC News Yerusalem


Dia adalah wanita Yahudi dari Israel berusia 26 tahun. Namanya
Jasmine Avissar. Sang pria adalah Osama Zaatar, pria Muslim Palestina berusia 27
tahun.


Kisah Jasmine dan Osama adalah kisah cinta, yang juga bercerita
tentang betapa dalamnya konflik antara Israel dan Palestina.

Mereka
berkenalan dan bertemu sewaktu sama-sama bekerja di satu tempat di Yerusalem,
dan tiga tahun lalu mereka menikah.

Awalnya mereka tinggal di Israel,
tetapi aparat berwenang Israel melarang Osama tinggal bersama istrinya di
sana.

Kemudian mereka pindah ke daerah Tepi Barat, tetapi beberapa orang
Palestina membuat hidup mereka amat sulit.

Orang asing

"Kami
sudah kehabisan pilihan dan jalan keluar dari hidup di Israel atau Palestina,"
kata Jasmine sambil mengisi tasnya dengan barang-barang.

Jasmine dan
Osama menyerah dan berencana pindah ke Eropa

"Kami lugu dan mengira kami
bisa menang dalam pertikaian ini tetapi kami tidak bisa. Jadi kami terpaksa
pindah dan memulai hidup baru di tempat lain."

Jasmine sudah mendapat
ijin untuk pergi. Osama memperkirakan ia tidak dapat segera menyusul
istrinya.

Kami berdiri di atas atap rumah mereka di desa. Sinar matahari
begitu terik.

Bebatuan menyelimuti kawasan perbukitan, dengan ratusan
pohon zaitun yang berusia ratusan tahun tersebar di mana-mana.

"Saya
merasa seperti orang asing di sini," kata Osama. "Padahal ini adalah tanah
kelahiran saya. Ini adalah tempat suci tetapi mereka saling membunuh. Tempat ini
seperti sudah kehilangan arah."

"Di sini tidak ada kesempatan. Saya hanya
ingin memulai di tempat baru."

Sedang diselidiki

Jasmine dan Osama
adalah pasangan yang unik di tempat ini. Masyarakat Israel dan Palestina
sama-sama tidak menerima pernikahan mereka.

Di dalam paspor Israel milik Jasmin, status pernikahannya tertulis
"sedang diselidiki".

"Pernikahan kami adalah hal yang manusiawi. Kami
jatuh cinta," kata Jasmine. "Masyarakat di sekitar kami membuat pernikahan kami
sebagai isu politik."

"Saya merasa seperti pengungsi. Begitu saya
memutuskan untuk berbeda dari orang kebanyakan saya tidak lagi dianggap bagian
dari negara saya."

Sebuah taksi datang, dan Osama mengangkat tas-tas
Jasmine.

Supir membawa mereka melintasi daerah Palestina yang diduduki
Israel. Mereka melewati pos penjagaan militer Israel.

Israel menguasai
daerah ini selama lebih dari 40 tahun.

Menyerah

"Bahkan di sini,
di tempat kelahiran Osama, saya sebagai orang Israel dianggap lebih berderajat
lebih tinggi," kata Jasmine sambil melihat ke luar jendela.

"Saya mudah pergi ke mana-mana. Tentara
membolehkan saya melintasi pos pemeriksaan. Mereka tidak menahan saya tetapi
mereka mungkin akan menahan Osama."

Jasmine kini menyerah dan dia akan
meninggalkan negaranya.

"Orang Yahudi selama ribuan tahun menjadi korban
tetapi sekarang negara saya berubah menjadi pihak yang membuat bangsa lain
menderita."

"Ini adalah hal yang sulit bagi saya. Orang Yahudi adalah
penjajah sekarang, dan kamilah yang rasis."

Taksi tiba di pos pemeriksaan
terakhir.

Kami berdiri di samping pos, dan Osama mengatakan kepada saya
mengapa dia juga memutuskan untuk pergi dari tanah airnya.

"Kami diancam.
Orang-orang mengatakan jika saya membawa istri saya ke sini, kami akan diserang.
Bahkan teman-teman saya sendiri yang mengatakannya. Mereka bilang saya adalah
pengkhianat."

"Ini membuat saya berpikir apa saya masih ingin
menjadi orang Palestina. Sebagian orang melihat saya sebagai utusan Israel. Ini
amat menyedihkan."

Mencari keselamatan

Mereka berjalan ke
arah pos pemeriksaan yang mengarah ke Tepi Barat dan masuk ke
Israel.

Mereka letakkan semua tas, dan berpelukan. Jasmine dan Osama
berciuman sebentar.
 
Saya bertanya kepada Osama apa yang dia harapkan dari kehidupan
barunya.

"Saya ingin bisa berjalan kaki dan tidak diperiksa oleh tentara
atau polisi Israel. Saya ingin merasa aman. Saya tidak pernah
merasakannya."

Jasmine tersenyum. "Saya hanya ingin hidup seperti
layaknya suami-istri yang lain, yang menghadapi masalah biasa seperti membayar
sewaan rumah. Saya tidak ingin menghadapi masalah politik besar di dalam rumah
tangga saya."

Hidup mereka di sini tidak bebas.

Osama tidak boleh
melintasi pos perbatasan bersama dengan Jasmine. Mereka tidak tahu kapan Osama
bisa bergabung dengan Jasmine di Eropa.

Mereka masih terperangkap di
tengah konflik antara Israel dan Palestina.