Wednesday, December 20, 2006

Japanese Love Story

ini sebenarnya cerita lama, tapi dulu sih nama2nya bukan itu.
tapi kok cocok banget gitu, maksud saya, tadi siang baca puisi sapardi djoko damono yang ini nih:
 
AKU INGIN
oleh: Sapardi Djoko Damono

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada


----

Toshinobu Kubota, yang biasa dipanggil Shinji mengucapkan selamat tinggal
kepada keluarganya di negerinya yang lama untuk mencari hidup yang lebih
baik di Amerika. Ayahnya memberinya uang simpanan keluarga yang
disembunyikan di dalam kantong kulit.

"Di sini keadaan sulit," katanya sambil memeluk putranya dan mengucapkan
selamat tinggal. "Kau adalah harapan kami."

Shinji naik ke kapal lintas Atlantik yang menawarkan transport gratis bagi
pemuda-pemuda yang mau bekerja sebagai penyekop batubara sebagai imbalan
ongkos pelayaran selama sebulan. Kalau Shinji menemukan emas di Pegunungan
Colorado, keluarganya akan menyusul.

Berbulan-bulan Shinji mengolah tanahnya tanpa kenal lelah. Urat emas yang
tidak besar memberinya penghasilan yang pas-pasan namun teratur. Setiap
hari ketika pulang ke pondoknya yang terdiri atas dua kamar, Shinji merindukan
dan sangat ingin disambut oleh wanita yang dicintainya. Satu-satunya yang
disesalinya ketika menerima tawaran untuk mengadu nasib ke Amerika adalah
terpaksa meninggalkan Asaka Matsutoya sebelum secara resmi punya
kesempatan mendekati gadis itu. Sepanjang ingatannya, keluarga mereka sudah lama
berteman dan selama itu pula diam-diam dia berharap bisa memperistri Asaka.

Rambut Asaka yang ikal panjang dan senyumnya yang menawan membuatnya
menjadi putri Keluarga Yoshinori Matsutoya yang paling cantik. Shinji baru sempat
duduk di sampingnya dalam acara perayaan pesta bunga dan mengarang
alasan-alasan konyol untuk singgah di rumah gadis itu agar bisa betemu
dengannya. Setiap malam sebelum tidur di kabinnya, Shinji ingin sekali
membelai rambut Asaka yang pirang kemerahan dan memeluk gadis itu.
Akhirnya, dia menyurati ayahnya, meminta bantuannya untuk mewujudkan impiannya.

Kira-kira setahun kemudian, sebuah telegram datang mengabarkan rencana
untuk membuat hidup Shinji menjadi lengkap. Pak Yoshinori Matsutoya akan
mengirimkan putrinya kepada Shinji di Amerika. Putrinya itu suka bekerja
keras dan punya intuisi bisnis. Dia akan bekerja sama dengan Shinji selama
setahun dan membantunya mengembangkan bisnis penambangan emas. Diharapkan,
setelah setahun itu keluarganya akan mampu datang ke Amerika untuk
menghadiri pernikahan mereka.

Hati Shinji sangat bahagia. Dia menghabiskan satu bulan berikutnya untuk
mengubah pondoknya menjadi tempat tinggal yang nyaman. Dia membeli ranjang
sederhana untuk tempat tidurnya di ruang duduk dan menata bekas tempat
tidurnya agar pantas untuk seorang wanita. Gorden dari bekas karung goni
yang menutupi kotornya jendela diganti dengan kain bermotif bunga dari
bekas karung terigu. Di meja samping tempat tidur dia meletakkan wadah kaleng
berisi bunga-bunga kering yang dipetiknya di padang rumput.

Akhirnya, tibalah hari yang sudah dinanti-nantikannya sepanjang hidup.
Dengan tangan membawa seikat bunga daisy segar yang baru dipetik, dia
pergi ke stasiun kereta api. Asap mengepul dan roda-roda berderit ketika kereta
api mendekat lalu berhenti. Shinji melihat setiap jendela, mencari senyum
dan rambut ikal Asaka.Jantungnya berdebar kencang penuh harap, kemudian
tersentak karena kecewa.

Bukan Asaka, tetapi Yumi Matsutoya kakaknya, yang turun dari kereta api.
Gadis itu berdiri malu-malu di depannya, matanya menunduk. Shinji hanya
bisa memandang terpana. Kemudian, dengan tangan gemetar diulurkannya buket
bunga itu kepada Yumi. "Selamat datang," katanya lirih, matanya menatap nanar.
Senyum tipis menghias wajah Yumi yang tidak cantik.

"Aku senang ketika Ayah mengatakan kau ingin aku datang ke sini," kata
Yumi, sambil sekilas memandang mata Shinji sebelum cepat-cepat menunduk lagi.

"Aku akan mengurus bawaanmu," kata Shinji dengan senyum terpaksa.

Bersama-sama mereka berjalan ke kereta kuda. Pak Matsutoya dan ayahnya
benar. Yumi memang punya intuisi bisnis yang hebat. Sementara Shinji
bekerja di tambang, dia bekerja di kantor. Di meja sederhana di sudut ruang duduk,
dengan cermat Yumi mencatat semua kegiatan di tambang. Dalam waktu 6
bulan, asset mereka telah berlipat dua. Masakannya yang lezat dan senyumnya yang
tenang menghiasi pondok itu dengan sentuhan ajaib seorang wanita.

Tetapi bukan wanita ini yang kuinginkan, keluh Shinji dalam hati, setiap
malam sebelum tidur kecapekan di ruang duduk. Mengapa mereka mengirim
Yumi?
Akankah dia bisa bertemu lagi dengan Asaka? Apakah impian lamanya untuk
memperistri Asaka harus dilupakannya? Setahun lamanya Yumi dan Shinji
bekerja, bermain, dan tertawa bersama, tetapi tak pernah ada ungkapan
cinta.
Pernah sekali, Yumi mencium pipi Shinji sebelum masuk ke kamarnya. Pria
itu hanya tersenyum canggung. Sejak itu, kelihatannya Yumi cukup puas dengan
jalan-jalan berdua menjelajahi pegunungan atau dengan mengobrol di beranda
setelah makan malam.

Pada suatu sore di musim semi, hujan deras mengguyur punggung bukit,
membuat jalan masuk ke tambang mereka longsor. Dengan kesal Shinji mengisi
karung-karung pasir dan meletakkannya sedemikan rupa untuk membelokkan
arus air. Badannya lelah dan basah kuyup, tetapi tampaknya usahanya sia-sia.
Tiba-tiba Yumi muncul di sampingnya, memegangi karung goni yang terbuka.
Shinji menyekop dan memasukkan pasir kedalamnya, kemudian dengan tenaga
sekuat lelaki, Yumi melemparkan karung itu ke tumpukan lalu membuka karung
lainnya. Berjam-jam mereka bekerja dengan kaki terbenam lumpur setinggi
lutut, sampai hujan reda. Dengan berpegangan tangan mereka berjalan pulang
ke pondok.

Sambil menikmati sup panas, Shinji mendesah, "Aku takkan dapat
menyelamatkan tambang itu tanpa dirimu. Terima kasih, Yumi."

"Sama-sama," gadis itu menjawab sambil tersenyum tenang seperti biasa,
lalu tanpa berkata-kata dia masuk ke kamarnya.

Beberapa hari kemudian, sebuah telegram datang mengabarkan bahwa Keluarga
Matsutoya dan Keluarga Kubota akan tiba minggu berikutnya. Meskipun
berusaha keras menutup-nutupinya, jantung Shinji kembali berdebar-debar
seperti dulu karena harapan akan bertemu lagi dengan Asaka. Dia dan Yumi
pergi ke stasiun kereta api. Mereka melihat keluarga mereka turun dari
kereta api di ujung peron.

Ketika Asaka muncul, Yumi menoleh kepada Shinji. "Sambutlah dia," katanya.

Dengan kaget, Shinji berkata tergagap, "Apa maksudmu?"

"Shinji, sudah lama aku tahu bahwa aku bukan putri Matsutoya yang kau
inginkan. Aku memperhatikan bagaimana kau bercanda dengan Asaka dalam
acara Perayaan pesta bunga lalu." Dia mengangguk ke arah adiknya yang sedang
menuruni tangga kereta. "Aku tahu bahwa dia, bukan aku, yang kauinginkan
menjadi istrimu."

"Tapi..."

Yumi meletakkan jarinya pada bibir Shinji. "Ssstt," bisiknya. "Aku
mencintaimu, Shinji. Aku selalu mencintaimu. Karena itu, yang kuinginkan
hanya melihatmu bahagia. Sambutlah adikku."

Shinji mengambil tangan yumi dari wajahnya dan menggenggamnya. Ketika Yumi
menengadah, untuk pertama kalinya Shinji melihat betapa cantiknya gadis
itu.
Dia ingat ketika mereka berjalan-jalan di padang rumput, ingat malam-malam
tenang yang mereka nikmati di depan perapian, ingat ketika Yumi
membantunya mengisi karung-karung pasir. Ketika itulah dia menyadari apa yang
sebenarnya selama berbulan-bulan telah tidak diketahuinya.

"Tidak, Yumi. Engkaulah yang kuinginkan." Shinji merengkuh gadis itu ke
dalam pelukannya dan mengecupnya dengan cinta yg tiba-tiba membuncah
didalam dadanya.

Keluarga mereka berkerumun mengelilingi mereka dan berseru-seru, "Kami
datang untuk menghadiri pernikahan kalian!"

2 comments:

  1. terima kasih.. sayang ngga tau ini pengarang aslinya siapa.. pujiannya harusnya sih buat dia

    ReplyDelete