Sunday, September 29, 2013

Bayu Gawtama: (Mungkin Ada) Surga di Secangkir Kopi

Saya ingat kedua kakek saya, dari jalur Bapak maupun Ibu, selalu mewanti2 kami untuk berhati-hati dengan ucapan dan tindakan.
Hal itu dilakukan dengan menanamkan konsep "hukum sebab akibat" 
Tapii... Setelah dipikir-pikir kemari,  sepertinya "judul"-nya mungkin lebih cocok dengan apa yang sekarang sering disebut2 sebagai "vibrasi"

Konsepnya begini, seingat saya lho-ya
Setiap perbuatan/ucapan kita selalu diiringi dengan "semangat" atau "hawa" tertentu yang menular..  Ambil contoh tertawa senang atau menangis sedih, kita bisa merasakan itu dari orang lain, bukan?
Ketika orang lain "tertular" oleh vibrasi semangat itu, ia memancarkan kembali semangat atau hawa itu kepada orang lainnya lagi termasuk (kembali kepada) kita.

Mungkin itu sebabnya kebanyakan perbuatan baik kembali sebagai hal baik dalam hidup kita  --dan sebaliknya untuk perbuatan kurang baik :( 
Itu mungkin juga sebabnya masakan seseorang dengan orang lainnya bisa terasa berbeda, padahal takaran dan bumbu yang digunakan sama. Semangat atau rasa cinta-nya yang membuatnya berbeda :D

Di bawah ini kembali hadir tulisan mas Gaw Bayu Gawtama tentang itu. 

Selamat menikmati tulisan renyah di bawah itu. Mohon maaf pengantarnya rada-rada bantet, adonannya kurang "jadi" nih :(

Dan selamat hari kopi sedunia ^ ^
 -AMS-


link terkait: https://www.facebook.com/notes/gaw-bayu-gawtama/mungkin-ada-surga-di-secangkir-kopi/10151713022462956

Bayu Gawtama: (Mungkin Ada) Surga di Secangkir Kopi
29 September 2013 at 12:01

Kopinya biasa, sama dengan merek kopi yang biasa diminum, air panas pun dimana tempat sama, kekentalannya bisa dibuat sama, takaran gula bisa disesuaikan dengan selera, bahkan cara mengaduk serta hitungan adukkan pun bisa dijiplak sama persis. Namun kenapa rasa secangkir kopi bisa berbeda jika berbeda orang yang meraciknya?

Mungkin saja ini terlalu subyektif, tapi saya yakin tidak sedikit yang merasakan hal demikian. Kita senang jika yang membuatkan kopi adalah orang-orang yang memang membubuhkan cinta dalam racikannya. Tak selalu orang yang selama ini dekat dan membersamai kehidupan kita seperti isteri atau suami. Orang-orang ini bisa saja pembantu rumah tangga,office boy di kantor kita bekerja, atau sahabat perjalanan yang benar-benar mengenal kita luar dalam, dia tahu cara memberikan –apapun- yang terbaik untuk sahabatnya, terlebih hanya secangkir kopi.

Ikhlas dalam melayani dan memberi. Saya benar-benar tengah belajar untuk bisa melakukan yang terbaik dalam hal ini. Orang yang sedang saya jadikan guru adalah salah seorang office boy di kantor. Sebab, bukan cuma saya yang senang dengan kopi atau teh sajiannya, bisa dibilang semua orang di kantor, bahkan para tamu memujinya.

Kalau ada yang bilang, ya tentu saja sebagai OB, dia akan melayani semua orang di kantor karena memang itu tugasnya. Tapi, OB di kantor bukan cuma satu kan? Anda yang bekerja di sebuah perusahaan dan memiliki beberapa OB, kadang memilih untuk dibuatkan kopi atau teh oleh orang yang menurut Anda “pas” racikannya. Lagi-lagi, bukan karena jenis kopinya, tapi “sesuatu” yang tersaji indah di dalam jiwa si peracik kopi.

Tentu saja bukan sedang belajar membuat kopi senikmat racikannya, namun yang dimaksud adalah belajar memiliki jiwa yang indah karena keikhlasan dalam melayani dan memberi. Melayani orang lain itu bukan cuma dilakukan oleh seorang office boy, pembantu rumah tangga atau siapapun orang yang posisinya dianggap dibawah. Sebagai suami, kita melayani seluruh anggota keluarga, sebagai isteripun demikian. Sebagai pimpinan perusahaan, kita pun melayani seluruh staf yang ada di perusahaan, meskipun ia pemimpin tertinggi. Sebagai Kepala Desa, melayani warga di desanya, dan sebagai Kepala Negara, ia melayani rakyat.

Ada hukum timbal balik yang kita yakini masih berlaku. Anda berbuat baik kepada semua orang, orang pun akan berbuat baik kepada Anda, meski tetap ada yang sebaliknya. Kita mencintai orang lain, balasan cinta pun akan kita dapatkan. Sayangi seluruh makhluk di muka bumi, maka bumi dan seisinya akan menyayangi kita. Begitu juga sebaliknya jika kita membenci, merusak dan membuat orang lain tak nyaman.

Seseorang yang ingin mendapatkan penghargaan dari orang lain, harus pula pandai menghargai. Yang ingin dihormati, harus bisa terlebih dulu menghormati. Mereka yang ingin diberi, harus lebih banyak memberi. Siapapun yang ingin dicintai, harus memantaskan diri untuk dicintai. Berikan yang terbaik untuk orang lain, maka yang terbaik pula yang akan kembali kepada kita.

Bermula dari secangkir kopi yang tersaji nikmat dari racikan jiwa yang indah, boleh jadi keridhaan Allah berasal dari sini. Bukankah surga Allah pun atas dasar keridhaan-Nya? Wallahu ‘a’lam (Gaw)

Friday, September 27, 2013

Pertanyaan Ga Penting: Coffee Meeting

PENDAHULUAN
Sejak kenal Ko Bayu Wirawan, salah satu aktivis ( aktivis ?! Elu kata LSM, Ri ?!) milis ahlikeuangan-indonesia, dari tahun 2003-an, saya jadi sering keikut ciri khas Ako satu ini: bikin “pertanyaan ga penting” !
Tulisan ini salah satu pertanyaan ga penting ituh..
PS: bedanya, kalo Ko mBay, judulnya doang pertanyaan ga penting tapi isinya suka emang ga penting mendasar banget. Kalo saya sih emang asli-aslian ga penting.
LOL :) )
PERTANYAAN GAK PENTING
Beberapa hari ini saya udah beberapa kali diajak meeting sambil ngupi. Meeting-nya cepat tapi suasana santainya dapet.
Yang jadi masalah buat ane, justru judul Coffee Meeting-nya itu.
Kenapa juga kok Coffee Meeting, gitu..!?
Let’s see..
Kalo salinan itu copy dalam bahasa Inggris sedangkan menyalin adalah copying,
maka kalo kopi adalah coffee, lalu apakah ngopi dalam bahasa Inggris?
Coffeeing ?
#ups
Nah..
Andai judulnya Coffee Morning, itu malah jelas Kopi Pagi.. Terjemahannya masih sesuai dengan konteks, dong ?!
Lha kalo Coffee Meeting ? Kalo dibilang Rapat (sambil) Ngopi sepertinya ngga pas, deh.. Tapi kalo dibilang Ketemu Kopi kok rasanya juga ada yang salah, yaa !?
Ada masukan?
Ri, elu ngapain juga sik ngebahas ginian ?
- Laah pan tadi ane udah bilang ini Pertanyaan Ga Penting ? ‘napa protes ?!
+ ….. .....