Friday, May 30, 2008

Dunia Lain di Luar Dunia Kecilmu

You know something ?

For me, this is the real Somewhere Out There..

The differences between American Tail version and this version, maybe..
just maybe..
maybe there is NO ONE THINKING of YOU.

But please don't be sad about it

Why don't you try to see it with another perspective ?
It doesn't always have to be someone thinking about you,
You can do that too
It is YOU who should think about them who needed..
so then he/she can sing Somewhere Out There or some songs just like that,
and can sleep with a new hope of tomorrow and got a brand new feeling: BEING LOVED

This is minimal thing we  can do, right?
Don't forget there are another men's right on our own fortune
 
[ari.ams]

Link

Thursday, May 29, 2008

Fordis III Tax Aspect in Oil and Gas Industry

Start:     Jun 7, '08 08:30a
End:     Jun 7, '08 11:00a
Location:     Ruang Kunthi 203, Binasentra Lt. 2, BIDAKARA, Jaksel
FORUM DISKUSI III TAX-INA will be BACK !!

when? JUNE, 7. 2008
where? in J A K A R T A !
time? 8:30 - 11:00 sharply!!
what's the topic?
TAX ASPECT IN OIL & GAS INDUSTRY
who is the speaker?
Mr. DEWA MADE BUDIARTA from the Head Office of Directorate General of Taxes

how much the investment?
Rp.250.000,- only, incl. lunch & snack

LIMITED SEAT... ENROLL NOW!

contact/confirmation:
Donny Danardono - 0811-11-0-11-24 (sms) or donny.danardono@gmail.com

Monday, May 19, 2008

Meratapi Palestina

Rating:★★★
Category:Books
Genre: Other
Author:Ibrahim Fawal
sumber aslinya adalah resensi buku Kompas hari minggu, 18 Mei 2008
tapi karena setelah googling tidak ketemu linknya, tulisan ini diambil dari
http://klubhausbuku.wordpress.com/tag/kompas/

Meratapi Palestina
TRISNO S SUTANTO

/ Kompas Images
Minggu, 18 Mei 2008 | 03:00 WIB

Pagi itu, bulan Mei persis enam puluh tahun lalu, Ibrahim Fawal baru berusia 15 tahun ketika dia menemukan dunia yang selama ini dihidupinya hancur berantakan. Ramallah, kota kecil di Tepi Barat, tempat dia lahir dan hidup sehari-hari, tiba-tiba berubah menjadi tenda pengungsi raksasa. Mereka mendirikan tenda di mana-mana, di halaman gereja, sekolah, lapangan rumput, dan tempat pemakaman,” tulisnya.

Fawal tidak sendirian. Ratusan ribu orang lain mengalami hal yang sama ketika tiba-tiba mereka, penduduk asli di wilayah itu, justru menjadi orang asing, dikejar-kejar, dibunuh, atau dipaksa pergi menjadi orang buangan di negara lain.
Itulah hari yang, bagi Fawal dan ratusan ribu orang Palestina lainnya, disebut an-Nakba, ”bencana”, ketika hampir 800.000 penduduk Palestina kehilangan tempat tinggal, kebun, pekerjaan, dan seluruh jalinan relasi kehidupan sehari-hari.

Dari data yang dikumpulkan The Institute for Middle East Understanding (IMEU), lebih dari separuh penduduk dipaksa lari mengungsi karena serangan dan teror milisi bersenjata Irgun Zvai Leumi dan Stern, di bawah komando David Ben-Gurion, dan sudah meninggalkan tanah mereka sebelum negara Israel resmi diproklamasikan (lihat www.imeu.net).

Hancurnya komunitas

Ibrahim Fawal termasuk salah seorang dari arus pengungsi itu. Berhasil pindah ke Amerika, meraih gelar master dari UCLA di bidang film, dan bekerja sebagai asisten sutradara terkenal, David Lean, dalam film klasiknya, Lawrence of Arabia (1961), ia kemudian menjadi pengajar film di Universitas Alabama, Birmingham. Pada tahun 1996, ketika berusia 63 tahun, ia meraih gelar doktor dari Oxford. Namun, di tengah kesuksesannya, peristiwa an-Nakba terus membayangi hidupnya.
”Kami adalah generasi an-Nakba,” katanya. ”Sebagai anak-anak muda, kami tidak pusing dengan sepak bola dan pacaran; kami lebih mengkhawatirkan kelangsungan hidup dan takut kehilangan tanah air kami.”

Dan bagi Fawal, pertaruhannya memang eksistensial: keberadaan diri dan bangsanya sendiri. ”Pada tahun 1948 itu saya menonton televisi dan mendengar pidato Golda Meir yang mengatakan bahwa ”Tidak ada yang disebut orang Palestina…. Mereka tidak ada.”
"Dengan kebohongan itu, ia sudah menghapus diri saya! Ia menghapus realitas saya… identitas saya… warisan saya!” kata Fawal mengenang ucapan pemimpin Israel itu.
”Orang-orang Palestina kini mencapai lebih dari sembilan juta orang jumlahnya. Dari mana kami semua datang jika kami sebelumnya tidak pernah ada? Pada saat itu saya tahu bahwa saya harus menulis sebuah buku.”

Tahun 1998, tepat setengah abad setelah peristiwa an-Nakba, buku yang direncanakan Fawal terbit: novel berjudul On the Hills of God, yang dengan segera meraup banyak pujian dan menyabet penghargaan PEN-Oakland Award for Excellence in Literature.
Padahal ini novel perdananya! Di dalamnya Fawal seperti meratapi sejarah bangsanya, peradaban multikulturalnya yang kini hancur berantakan karena teror dan cita-cita Zionis tentang ”Negara Israel Raya” yang hanya untuk orang Yahudi, sembari menyingkirkan komunitas lainnya.

Jalan cerita novel ini sangat sederhana. Ia bertutur tentang persahabatan tiga anak muda, Yousif (Kristen), Amin (Muslim), dan Issac (Yahudi), yang menjadi besar di dalam lingkungan sama di Ardallah, kota resor yang dijuluki ”mahkota di atas tujuh bukit”.

Musim panas di sana adalah surga, apalagi bagi Yousif, tokoh protagonis Fawal, yang sedang dilanda cinta pada Salwa Taweel, si gadis jelita. Namun, ketiga anak muda itu tidak tahu bahwa musim panas tahun 1947 itu adalah musim panas terakhir bagi mereka. Dalam sekejap, sejak kehadiran mata-mata Zionis yang mereka intai, yang berakhir dengan amputasi tangan Amin, kota mereka tidak lagi menjadi sorga.

Persahabatan itu hancur. Karena bom yang meledak di Yerusalem dan membunuh George Mutran, penduduk Ardallah. Kecurigaan kepada kelompok teroris Yahudi membuat keluarga Issac harus pergi keluar karena menjadi bagian dari apa yang disebut ”Yahudi”.

Sementara bagi Yousif, perjuangan mempertahankan Ardallah sama seperti perjuangan mempertahankan cintanya: merebut Salwa dari tangan orang yang hendak menikahinya, tetapi kembali kehilangan dia saat harus pergi mengungsi.

Politik ingatan

Membaca novel Fawal seperti menyaksikan penghancuran suatu masyarakat, bahkan peradaban multikultural, dari sebuah bangsa yang sejarahnya dicatat dalam ketiga kitab suci agama monoteis yang lahir dari Nabi Ibrahim. Dan kita menjadi sadar bahwa peristiwa traumatis an-Nakba sungguh merupakan akar persoalan dari gejolak di wilayah Timur Tengah yang gemanya, khususnya dalam soal relasi antar-agama, masih dapat kita rasakan sampai sekarang.

Kisah tragis Issac memberi contoh baik soal itu. Antara Yousif dan Issac, sesungguhnya, terjalin persaudaraan unik: keduanya pernah disusui oleh perempuan yang sama. Praktik semacam itu lumrah dilakukan pada masyarakat Palestina, antara komunitas Yahudi, Kristen, ataupun Islam—tiga agama yang sering disebut ”anak-anak Ibrahim”. Anak-anak yang dilahirkan pada hari yang sama akan disusui bersama-sama sehingga terjalin persaudaraan. Tetapi, sejak 1920-an, ketika kelompok-kelompok radikal Zionis mulai mengimpikan Negara Israel Raya hanya untuk orang Yahudi, praktik itulah yang pertama kali dilarang (hal 163).

Kecurigaan masyarakat, dan bujukan dari sekelompok Yahudi, membuat keluarga Issac harus meninggalkan Ardallah.
”Sekarang kami ada di Tel Aviv,” tulisnya kepada Yousif. ”Di mana-mana ada pagar kawat berduri dan karung-karung berisi pasir. Pemuda dan pemudi didaftar di dalam gerakan bawah tanah” (hal 225).

Perjalanan nasib membawanya kembali ke Ardallah. Namun, kini ia kembali sebagai ”teroris” yang tertangkap, dan dihukum mati oleh penduduk di situ—sebuah peristiwa yang mengguncang nurani Yousif (hal 268 dan seterusnya). Dan ketika ayahnya, seorang pasifis yang tetap mempertahankan prinsip dan idealismenya, juga harus mati di tengah pertempuran, Yousif tidak kuat lagi menahan beban.

Ia pun meradang: ”Apa yang akan terjadi, Tuhan? Sebuah gereja, masjid, atau sinagoga? Engkau mengajari kami untuk saling mencinta, dan kami melakukannya. Kami sangat mencintai satu sama lain sampai-sampai kami saling membunuh. Ini bukan cinta, kan, Tuhan?” (hal 379).
Dan itu semua terjadi sejak tanggal 29 November 1947, hari ketika PBB mengesahkan (atas tekanan Amerika) resolusi pembagian Palestina yang menjadi pintu masuk bagi kelompok garis keras Zionis untuk menerapkan kebijakan mereka.

Itulah hari, kata Basim, paman Yousif yang menjadi tokoh perlawanan bawah tanah, ”ketika dunia kehilangan akal sehatnya dan menuntut sebuah bencana. Ingatlah hari ini ketika para pemimpin dunia bersama-sama terjun untuk bunuh diri” (hal 91). Setelah enam puluh tahun berlalu, agaknya dunia masih belum menyadari kebenaran kata-kata Basim itu. Bahkan cenderung menafikan peristiwa an-Nakba.

Lewat ratapannya ini, seperti juga ratapan para nabi di masa lampau, Fawal sudah melakukan politik ingatan yang sangat diperlukan agar kita siuman, sebelum semuanya terlambat dan hancur dalam lingkaran setan balas dendam. Atau kita sudah sangat terlambat?

Trisno S Sutanto
Direktur Eksekutif Madia (Masyarakat Dialog Antar-Agama Jakarta)

Friday, May 16, 2008

pakdhe rovicky: peliknya arus bbm di indonesia

tulisan pakdhe rovicky dwi m putrohary
tulisan asline ada di http://rovicky.wordpress.com/2008/05/15/peliknya-arus-bbm-di-indonesia-3/

salam, ari ams

Peliknya arus BBM di Indonesia

15 Mei 2008 at 10:19 am | In Dongeng Geologi, Energi |

Sakjane yang dibawah ini tulisan lawas (dua tahun lalu) tetapi aku yakin sekarang banyak yang pingin tahu kan ? Apalagi saat ini menjadi issue politik dan issue sosial dan juga issue ekonomi.

Dibawah ini ceritaku bagaimana arus BBM di Indonesia ini cukup pelik. Walaupun ini gambaran tahun 2005 tetapi apa sih bedanya tahun 2005 sampai tahun 2008 ini ? Ga banyak perubahan barangkali, yang banyak perubahan hanyalah HARGA MINYAK !!

fuel_pump.gifMenyediakan BBM buat masyarakat yg dilakukan pemerintah cq Pertamina serta partner-partner baru yg baru saja masuk Indonesia (Shell, Petronas dll) menarik utk dilihat. Banyak yg memiliki kepentingan dengan BBM ini. Masyarakat tentunya ingin agar BBM itu murah (walopun saya lebih cenderung menyatakan “terjangkau”) dimanapun mereka berada. Pengusaha menginginkan harga bersaing serta ketersediaan BBM secara kontinyu.

Issue lawas - Tugas ganda Pertamina

Dipihak lain pemerintah menginginkan pertamina menjadi sumber penghasilan serta sebagai stabilisator harga minyak diseluruh teritorial negara . Sangat jelas bahwa menyediakan BBM murah (terjangkau) bukan hal yg mudah tentusaja. Beberapa kedalanya utama antara lain harga minyak dunia yang tidak selalu stabil bahkan cenderung naik, sumber minyak dalam negeri yg cenderung menurun akhir-akhir ini, keterpurukan ekonomi Indonesia yg sedang menuju peneymbuhan, serta kondisi kondisi alam Indonesia yang geografis terdiri atas beribu pulau. kerumitan serta keunikan ini menjadikan distribusi BBM menjadi sangat rawan terhadap penyelewengan yg mudah dimanfaatkan pula untuk menganggu stabilitas poleksosbud dalam negeri.

:( “Wah pakde itu kok sukanya yang yang pelik bin rumit. Mbok yang sederhana saja ga bisa apa ?”

:D “Hehehehe, kalau bisa dipersulit kenapa disederhanakan ?”

:( “Wah pakdhe nyinyir !!”

Darimana saja BBM itu berasal ?

klik memperbesar gambar

Gambar arus penyediaan BBM ini menunjukkan kondisi tahun 2005, Tapi tahun 2008 mestine ga banyak berubah, kan ?. Digambar ini terihat bagaimana minyak mentah yg sebagian diperoleh dari dalam negeri dan sebagian lain diperoleh dari impor, ya dari impor !. Sebenarnya sudah sejak lama Indoensia ini mengimpor minyak untuk diproses di kilang-kilang dalam negeri. Hal ini karena kualitas minyak yg dapat diproses di kilang dalam negeri membutuhkan kualitas minyak-minyak yg ada dalam minyak import. Kualitas minyak Indonesia itu bagus, yang kita proses minyak kualitas sedikit lebih rendah. Diharapkan ada selisih keuntungan ini. Selain itu juga ketika dibangunnya kilang-kilang ini disesuaikan dengan harga dimana harga minyak saat itu lebih menguntungkan seandainya Indonesia mengimpor minyak.

Distribusi di negara kepulauan

Pola distribusiDistribusi dari BBM ini dikontrol oleh Pertamina hilir seperti dalam gambar ini.
Pola distribusi BBM ini tentunya tidak mudah, karena ada tugas-tugas dan kendala yg harus dipenuhi yaitu harga BBM harus “seragam”. Bagaimana harus seragam kalau lokasi-lokasinya sendiri tidak sama jaraknya dari lokasi pengilangan ? Disinilah akhirnya dilakukan subsidi-subsidi silang antar satu lokasi dengan lokasi yang lain, antar satu jenis BBM dengan jenis BBM yang lain. Sebagai tugas pemerintah tentunya harus mampu menyediakan BBM untuk rakyatnya dimanapun mereka berada dari ujung Merauke sampai Meulaboh.

:( “Hiya ya Pakdhe, tidak hanya dari Merak ke Madura saja, kan ?” :P

Kesetaraan harga

slide3.jpgNah, setelah dengan kendala harus ada kesetaraan harga serta adanya harga minyak yg berbeda-beda di pasaran dunia, juga kondisi geografis yang tidak seua darat dan juga tidak semua harus melalui laut maka distribusi BBM menjadi lebih rumit lagi.
Gambar ini hanya menunjukkan untuk salah satu lokasi di Kalimantan dan sekitarnya, dimana BBM berasal dari kilang di Balikpapan.

Kitapun tahu yg disebut dengan BBM tidak hanya minyak tanah, tidak hanya bensin premium namun juga ada diesel, avtur (kebutuhan pesawat) dan lainnya.

Tentunya tidak semua jenis BBM ini di sebarkan atau didistribusikan ke seluruh nusantara.slide5.jpg Tergantung dari kebutuhan lokal. Selain kebutuhan transportasi, juga kebutuhan industri serta kebutuhan energi. Sebagai informasi kebutuhan listrik di Indonesia ini masih didominasi degan pembangkit listrik dengan BBM.
Penyediaan BBM memang bukan hal sepele, BBM merupakan tulang punggung negara karena sebagai energi disitulah letak dasar strategis pembangunan, kekuatan serta dengan tolok ukurnya produktifitas Indonesia.

klik utk memperbesar gambarPenyediaan BBM untuk masayarakat ini memang bukan tugas mudah bagi Pertamina Juga bukan berarti pertamina boleh meminta fasilitas segalanya, karena disisi lain Pertamina dituntut kemandirian untuk menjadi Perusahaan Terbatas (PT) yg orientasinya ke profit. Dualisme kebutuhan “profit serta pelayanan”, juga dualisme “kemandirian dan kontrol pemerintah” menjadikan Pertamina sering menjadi bahan bulan-bulanan diantara masyarakat yg mendambakan pelayanan, Industri yg membutuhkan energi, juga pemerintah yg mendambakan sebagai sumber penghasilan negara.

Pemerintah saat ini sudah mulai membuka investor-investor asing untuk penyediaan BBM untuk masyarakat. Langkah terobosan inipun tidak kalah sengitnya mengundang pro-kontra. Siapa yg nantinya yg berkepentingan mempersiapkan, menyediakan, serta mengontrol suply BBM untuk masyarakat ?


pakdhe rovicky: usaha minyak: untung, tapi kok perlu subsidi ?

tulisan pakdhe rovicky dwi putrohary,
artikel aslinya ada di http://rovicky.wordpress.com/2008/05/14/kok-perlu-subsidi/

salam, ari ams

Usaha minyak: Untung, tapi kok perlu subsidi ?

14 Mei 2008 at 1:57 pm | In Diskusiku, Dongeng Geologi, Energi |

Tentunya anda sudah membaca tulisan Pak Kwik di Koran internet yang cukup bikin mumeth. Lah iya ta sakjane kita tidak rugi dengan industri perminyakan ini, lah kenapa ada subsidi ?

:( “hiya Pakdhe, Industri perminyakan kan masih menguntungkan kok malah disubsidi pripun ta ?”

:D “Itu mestine ya bisa dijelaskan sederhana juga, ta Le”

Ada beberapa pendapat pribadi yang saya coba juga sederhana untuk menanggapi tulisan Pak Kwik. Pendapat pribadi ini yang juga aku post di beberapa mailist lain .

Pak Kwik mengatakan bahwa sebenernya dalam usaha bisnis minyak bumi ini Indonesia (pemerintah) mendapatkan untungkarena rakyat tetap harus membeli BBM yang dipergunakan. Artinya ada income atau pendapatan pemerintah juga dari penjualan BBM ke rakyat. Lah hiya to wong kita ini beli BBM di pombensin juga, bukan gratis kaan ?. Bahkan pemerintah tidak membeli minyak yang dihasilkan dari sumur-sumur serta lapangan minyak yang ada saat ini.

Perhitungan dari Pak Kwik tidaklah keliru hanya representasinya saja yang bermasalah. Cara penyajian data-data ini yang sepertinya berbeda anatar Pak Kwik dengan metode penyampaian APBN. Sehingga mengatakan subsidi minyak atau subsidi BBM ini menjadi salah yang kaprah.

Ada sdikit yang kelupaan dari Pak Kwik

Tidak semua crude itu bisa dikonversi menjadi BBM. : Kata kawanku : 30-35 % bensin + 15-20 % solar + 5-10% Jet fuel dan sisanya bisa menjadi minyak tanah, residu, lilin dan aspal. Artinya dari satu barrel (159 liter) minyak mentah cuma dapat menghasilkan bensin 0.35 barrel saja (55 liter)

Walaupun bukan berarti sisanya tidak dapat dijuwal juga loo. Banyak kok yang “doyan” aspal :)

Nah karena kita membelinya juga dalam bentuk BBM (refine product) tentusaja angka itu mesti dikoreksi. Aku ga tahu jumlahnya tapi pasti akan signifikan kalau bermain dengan angka jutaan liter !!!

Cara penyajian menentukan rasa !

Kemudian ada satulagi hasil ngobrol dengan kawan ekonom bahwa problemnya adalah sistem pelaporan dalam APBN. APBN dibuat sebagai laporan balance sheet, dimana “beli minyak” (baik crude yang masuk ke refinery di Indonesia maupun BBM-refined product) itu masuk dalam “belanja”. Lah masalahe tidak ada “balance sheet” khusus migas thok di APBN ini. Dan kalau dibuat ya mestine bener donk, usaha migas Indonesia selalu positip (untung), tentusaja Pak Kwik juga ngga salah. Tetapi presentasinya memang berbeda caranya.

Karena presentas APBN dalam balance sheet secara menyeluruh belanja dan pendapatan negara, tentusaja “pembelian” minyak diluar karena selain import kita juga export minyak. Makanya dengan harga minyak naik ya tentusaja kita jadi tekor juga di sisi belanja yang menjadi kebanyakan. Tentusaja balance sheet akan terganggu. APBN ini dibuat berdasarkan target peningkatan keekonomian atau “growth” tertentu. Mboh berapa target peningkatan keekonomian negara saat ini. Selain itu kalau APBN balance sheetnya dipisah, nanti akan terlihat bahwa banyak sektor-sektor lain yang justru selama ini disubsidi oleh “keuntungan” usaha minyak dan gas bumi. Contoh mudahnya, bp perparkiran. Setiap anggaran perparkiran di daerah ini sering (selalu) minus atau nombok, looh padahal ini semestinya sektor pendapatan, bukan pelayanan kan ? wong selama ini aku (rakyat) mesti mbayar kalau mau parkir jeh.

Subsidi pembangunan

Yang tepat memang barangkali bukan subsidi BBM dalam arti subsidi minyak thok thil !. Tapi sakjane kita (rakyat) mensubsidi pembangunan untuk menjaga keseimbangan “balance sheet” yang tercantum dalam APBN, karena sudah ada target-target pembangunan yang ditentukan serta disetujui Pemerintah dan DPR. Dalam bentuk Undang-undang itu looh. Nah sayangnya rakyat yang diminta membantu “menyeimbangkan” “balance sheet” ini

Disini juga, disana juga

Dan dampak kenaikan BBM “model” begini tidak melulu dirasakan Indonesia yang mengalami kesulitan dalam “balance sheet“nya. Malesa juga sedang sibuk dengan kenaikan harga dan juga bersiap mengkoreksi harga BBMnya. Kmaren Nyi Laras juga ngeluh minyak goreng naik dua kali karena issue biodieselnya Malesa mau menggunakan CPO ….. halllah bisa-bisa ayam goreng naik juga !!!

:P :”Ya wis makan mie rebus aja deh !”


Essay – KENAIKAN HARGA BBM DAN SEMANGAT JIHAD

Tulisan Bang Satrio Arismunandar di Forum Pembaca Kompas
Tadi saya mampir ke MP-nya kok malah belum ada ya ?
------

http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/message/86127

Essay – KENAIKAN HARGA BBM DAN SEMANGAT JIHAD
Oleh Satrio Arismunandar
 
Apa hubungan antara wacana kenaikan harga BBM dengan semangat jihad? Hubungan ini mungkin terkesan diada-adakan. Namun, saya akan mencoba mengaitkannya dengan sebuah cerita, yang konon benar-benar pernah terjadi dalam sejarah kekhalifahan Islam.
 
Saya pernah membaca cerita itu di sebuah buku, tetapi mohon maaf, saya betul-betul lupa judul buku itu dan nama-nama tokoh dalam cerita itu. Namun, secara garis besar, saya ingat jalan ceritanya, dan cerita itu tampaknya relevan dalam mengkritisi cara pemerintah kita menangani krisis kenaikan harga BBM.
 
Alkisah, pada suatu masa, kekhalifahan sedang mengalami krisis yang amat berat. Perang dengan kerajaan-kerajaan tetangga membuat kondisi keuangan kekhalifahan morat-marit. Pasukan tidak punya persenjataan dan logistik yang memadai. Ekonomi negara juga menderita, dan rakyat menderita. Hal ini membuat sang khalifah, sebut saja namanya Nizar, prihatin. Ia pun mengumpulkan para menteri dan pembantunya, untuk membahas cara mengatasi situasi genting ini.
 
Dalam pertemuan itu, seorang menteri mengusulkan, agar rakyat dimintai sumbangan bagi pendanaan anggaran kekhalifahan, yang sangat kritis akibat perang berkepanjangan. Warga yang masih memiliki simpanan perak, emas, uang, atau kekayaan dalam bentruk lain, akan dimintai sumbangannya. Jika semua warga berpartisipasi, diyakini kondisi keuangan kekhalifahan akan pulih, bahkan bisa memenangkan perang melawan kerajaan-kerajaan tetangga.
 
Khalifah Nizar beranggapan, usulan itu sangat baik. Namun, untuk bisa terlaksana efektif, dia butuh dukungan ulama atau tokoh masyarakat, yang ucapannya akan dihormati dan dituruti rakyat. Nah, di kekhalifahan itu memang hidup seorang ulama besar, yang sebut saja namanya Abdullah. Meskipun hidup miskin dan sakit-sakitan, kredibilitas ulama besar ini sangat dihormati rakyat. Khalifah berharap, bisa meminta dukungan Abdullah, dalam bentuk fatwa atau seruan pada rakyat, untuk mendukung rencana pemerintah.
 
Maka dikirimlah utusan kepada Abdullah, dengan pesan khusus dari khalifah. Namun, setelah bertemu ulama tersebut, sang utusan balik ke khalifah dan mengatakan, ulama Abdullah tidak mau mendukung rencana pemerintah itu.
 
Khalifah Nizar kesal dan merasa penasaran. “Mengapa dia tak mau mendukung? Bukankah rencana ini sangat baik, demi menyelamatkan negara yang sedang dalam kondisi kritis, dan demi kejayaan agama kita?”
Khalifah sekali lagi mengirim utusan, tapi si utusan itu pun kembali dengan jawaban yang sama. Beberapa kali hal itu terjadi, sehingga khalifah pun marah. Kali ini, ia memerintahkan
prajuritnya untuk mendatangkan sang ulama secara paksa.
 
Abdullah pun akhirnya dihadirkan ke istana. Ternyata ulama yang sudah cukup berumur itu begitu tampak rapuh. Badannya kurus dan lemah. Tetapi, dalam sorot matanya tersimpan kekuatan batin yang luar biasa, melampaui ketahanan fisiknya.
 
Khalifah pun bertanya, “Hei, Abdullah! Mengapa kamu tidak mendukung rencana pemerintah? Padahal rencana ini sangat baik, demi untuk menyelamatkan kekhalifahan dan agama?”   
 
Dengan bercucuran air mata, Abdullah menjawab: “Paduka yang mulia, saya menyadari sepenuhnya bahwa rencana itu memang benar untuk kepentingan negara dan agama. Setiap warga negara sudah sepatutnya mendukung rencana tersebut. Namun, penderitaan rakyat kita sudah sangat berat. Jika kita membebani rakyat lagi, dengan meminta mereka menyumbangkan sisa harta bendanya, maka itu seharusnya menjadi pilihan yang terakhir.”
 
“Saya percaya, rakyat pasti ikhlas dan bersedia menyumbangkan harta benda dan milik mereka yang berharga, untuk keselamatan negara dan agama. Tetapi, sebelum kita neminta rakyat berkorban, adalah lebih baik jika paduka, para menteri, para pejabat, dan semua yang lebih mampu dan berkecukupan ini memberi contoh, dengan pengorbanan lebih dulu. Jika Anda semua sudah berkorban dengan sebenar-benarnya, dengan memberikan seluruh harta benda Anda, barulah Anda boleh meminta rakyat untuk berkorban. Para pemimpin harus memberi contoh dan teladan pada rakyatnya. Jika paduka melakukan hal ini, saya akan mendukung sepenuhnya titah paduka,” tutur Abdullah.
 
Khalifah Nizar merasa terguncang hatinya, dan menyadari bahwa kata-kata sang ulama itu memang benar adanya. Saking terharunya ia sampai menangis. Ia pun lalu memerintahkan para menteri dan pejabat negara, untuk menyumbangkan seluruh harta mereka untuk perjuangan. Khalifah juga rela menyerahkan harta miliknya yang berharga untuk kepentingan perjuangan.
 
Nah, kembali ke konteks Indonesia dan wacana kenaikan harga BBM. Saya bertanya:
Sumbangan dan pengorbanan apakah yang sudah diberikan presiden, para menteri, para pejabat tinggi, anggota DPR, konglomerat dan pengusaha yang dekat dengan istana, para pengemplang dana BLBI, pejabat Pertamina dan BUMN lain yang bertaburan fasilitas,  sebelum dengan mudahnya pemerintah meminta rakyat berkorban?
 
Jakarta, 13 Mei 2008
 
Satrio Arismunandar
Executive Producer
News Division, Trans TV, Lantai 3
Jl. Kapten P. Tendean Kav. 12 - 14 A, Jakarta 12790
Phone: 7917-7000, 7918-4544 ext. 4023,  Fax: 79184558, 79184627
 
http://satrioarismunandar6.blogspot.com
http://satrioarismunandar.multiply.com  
 
"Perjuangan seorang mukmin sejati tidak akan berhenti, kecuali kedua telapak kakinya telah menginjak pintu surga." (Imam Ahmad bin Hanba

Wednesday, May 14, 2008

Iwan Piliang: Busway: Laku Korup

http://www.apakabar.ws/index.php?option=com_content&task=view&id=1783&Itemid=88888889&mosmsg=Thanks+for+your+vote%21

Iwan Piliang: Busway: Laku Korup


Senin, 12 Mei 2008 
SUDAH menjadi agenda rutin saya kini, menjadikan Busway sebagai pilihan berkendaraan umum. Menurut Soetiyoso, kepada TEMPO, 2003, Busway diperuntukkan bagi kalangan menengah bawah. Mantan gubernuer DKI itu, kala itu, mengaku sudah melakukan studi banding terhadap Transmillenio di Bogota, Kolombia, yang menerapkan konsep Busway. Ia tidak mengkuatirkan kalangan atas bermobil yang menjadi macet, karena akses jalan “direbut"  Busway.

Kini setelah lima tahun kemudian, sudah ada satu dua saya perhatikan kalangan kelas atas bermobil beralih naik Busway. Mereka memilih Busway demi mengejar waktu guna menerobos macet, seperti di Jalur Mampang, arah Ragunan, Jakarta Selatan.

Jika naik Busway dari rumah, halte yang terdekat dari kediaman saya adalah di perempatan Halimun, Jl. Sultan Agung, Jakarta Selatan, sekitar dua ratus meter berjalan kaki.

Dua bulan lalu, seperti biasa, saya berjalan cepat. Membayar tiket dengan cepat. Kendati tidak pernah dengan uang pas, biasanya petugas tiket mengembalikan uang dengan tangkas. Saking tangkasnya, ia menyerahkan tiket yang sudah terpotong kepada saya - - bukan tiket utuh dua bagian yang belum dirobek.

Saya berujar: Maaf Mbak, coba cocokkan nomor tiket di kiri dan kanannya?

Petugas tiket Busway itu cemberut. Nomor tiket kiri dan kanan tidak cocok. Seakan merajuk, lalu meengganti tiket utuh yang masih baru, yang belum dipotong, dan merobeknya di depan saya. Saya tersenyum melihat perlakuan itu. Karena buru-buru, kendati dongkol dengan kejadian yang saya alami, saya membiarkan saja pikiran tidak melayang panjang.

Senin 12 Mei 2008 ini, saya mengalami untuk ketiga kalinya perlakuan korup di bagian tiket Busway.

Tetapi yang paling membekas adalah kejian kedua - - sekaligus paling naïf. Kisahnya begini: sekitar tiga pekan lalu di halte Pejaten, Jakarta Selatan. Kala itu petugas penjualan tiket seorang gadis berkerudung. Ia memberikan tiket yang sudah terpotong, sudah terobek, itu artinya tiket bekas yang diberikan. Saya gemas, ingin rasanya membentak pekak.

Namun saya berusaha menginjak jempol kaki untuk tidak marah. Saya lalu tersenyum, dan berusaha bicara santun: Mbak maaf ya, Anda berjilbab, apa yang Anda lakukan terhadap saya, terhadap perusahaan Anda?

Tanpa ba-bi-bu, tangan petugas itu reflek mengganti dengan tiket baru. Mukanya merah. Tetapi sepukul kata maaf pun tidak ia sampaikan. Ketika mengambil tiket baru yang dipotongkan di depan saya, saya sampaikan kalimat kepadanya: Malu Mbak, Anda berjilbab, tapi korup! Suara saya pelan. Petugas itu menunduk, tidak menatap mata saya.

Hari ini, untuk ketiga kalinya, di halte yang sama di Pejaten, saya mengalaminya lagi. Kala itu petugasnya sudah lain, tidak lagi berjilbab, tetapi kelakuannya podo. Karena buru-buru, untuk mengejar janji , dan jam sudah mendekati pukul dua siang, di mana kehadiran saya sudah ditunggu rapat, maka saya tak memberikan sepatah kata pun, selain minta diganti dengan tiket baru. Dan saya biarkan fakta itu tidak mengganggu.

Saya akhirnya berkesimpulan, bahwa di lingkup Busway ini bisa menjadi penggambaran terhadap laku korup yang terjadi di hampir semua lini di Indonesia. Karena baru terbilang masuk ke tahun ke empat, “keminian” Indonesia di Busway dalam urusan korupsi, bisa jadi menjadi telaah yang menarik.

Pada titik-titik shelter di mana tidak ada petugas yang merobek tiket - -artinya dirangkap kasir - - maka akal-akalan menjual tiket bekas dilakukan petugas. Terpikir oleh saya kenapa tidak semua halte mengunakan tiket plastic, lalu penumpang memasukkan tiket plastic ke pintu gawang tiga palang. Dengan alat itu dipastikan korupsi akala-akalan menjual tiket tidak terjadi

Ternyata setelah mencari literatur di dunia online, saya menjadi tertawa-tawa membaca tulisan Vincentliong, bahwa tiket plastik pun ternyata bisa jadi juga dapat dikorup, sebagaimana saya kutip di bawah ini:

Cara jadi koruptor tetap di Busway

Resep korupsi di Busway ini hanya berguna jika anda berhasil lolos casting untuk bekerja sebagai; 1.Tukang Bersih-Bersih 2.Petugas keamanan. 3.Petugas Kasir 4.Petugas pintu palang tiga (hanya berlaku untuk semua staf Busway yang ditempatkan di halte. Tidak berlaku bagi supir, satpam dan kenek yang ada di i dalam bis

Pertama, Anda yang telah berhasil lolos casting sebagai salah satu petugas di halte.

Kedua, katakan kepada atasan Anda/tulis laporan/dsb bahwa pintu palang tiga rusak/macet/kepenuhan tiket plastik permanen sebagai alasan untuk membuka mesin pintu palang tiga.

Ketiga, perihal nomor dua: tidak perlu dilakukan jika anda telah memiliki kunci dari 'pintu palang tiga', atau jika atasan Anda tidak menanyakan.

Keempat, buka mesin pintu palang tiga. Keluarkan semua atau sebagian tiket plastik permanen dari dalamnya. Jika dapat dilakukan, matikan/reset pintu palang tiga terlebih dahulu. Saya kira tentu ada kabel yang menghubungkan ke listrik.
Ketika Anda melakukan ini tidak akan ada penumpang yang curiga dan melaporkan Anda karena mesin pintu palang tiga memang bisa penuh/ macet/rusak, kartu plastik yang digunakan memang bersifat permanen (dijualbelikan berulang kali) dan Anda adalah petugas yang bertanggung jawab atas itu.

Lima, berikan semua tiket ke petugas kasir dan jual secara normal; jangan kurangi jumlah tiket, jangan masukkan uang yang petugas kasir peroleh atas penjualan tiket ttersebut ke pembukuan halte. Hal terpenting adalah anda harus bekerjasama dengan petugas kasir jika anda bukan kasir.

Enam, bagi-bagi uang ke semua petugas yang bertugas di halte yang sama dengan Anda supaya mereka tutup mulut.

Tujuh, belajarlah tersenyum, tertawa, memberikan pelayanan terbaik supaya anda selama mungkin dapat berkorupsi di sana.


MINGGGU , 11 Mei 2008, saya perhatikan di terminal Blok M, Jakarta Selatan. Pintu gawang tiga palang yang otomatis untuk memasukkan tiket plastik berjejer delapan. Lima tampak rusak. Penumpang hanya bisa lewat di tiga jalur. Jika tulisan yang dibuat Vincent dua tahun lalu itu berdasar pengamatan di lapangan, saya mengindikasikan ada persekongkolan antara tiket yang dijual kasir dengan petugas jaga, apalagi angka digital yang menghitung tiket yang dimasukkan penumpang - - sebagai pembuka palang - - tidak berjalan.

Saya masih ingat ketika pembangunan jalan untuk Busway di bilangan jembatan Latuharhary, ke arah Menteng, Jakarta Pusat. Saya perhatikan aspal tebal, mencapai 30 cm, untuk mengejar tinggi jalan beton Busway yang dibangun. Saya bertanya sendiri kala itu, mengapa harus setebal itu menutup jalanan, seakan menimbunkan volume besar aspal dengan tak berkira?

Saya perhatikan pula ruas jalan di Sultan Agung, Jakarta Selatan yang saban hari saya lalui, ketebalan aspal tinggi terjadi. Pernah saya tanyakan ke seorang kawan di Pemda DKI, ia hanya tersenyum, lalu menjawab, “Kayak tidak tahu saja.”
Saya mencoba meraba-raba jawaban itu. Rupanya ada indikasi target pemakaian volume aspal, dengan sejumlah komisi yang dibagi-bagi.

Karenanya ketika KPK menangkap panitia tender pengadaan Busway, yang pada 2007 lalu telah diputus oleh pengadilan, saya kemudian memang berkesimpulan, di Busway laku korup terjadi hampir di semua lini, persis, sama dengan di Indonesia dalam cakupan lebih luas.

Sehingga mengamati Busway, sangat menarik sekali bukan, melihat Indonesia mini dalam berkorupsi?

Pada 2006 lalu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Bidang Penindakan yang masih dijabat Tumpak Hatorangan Pangabean mengatakan kepada TEMPO, KPK resmi menahan tersangka kasus korupsi pengadaan busway Budi Susanto mantan Direktur Utara Armada Usaha Bersama.

"Sebenarnya BS sudah kami tetapkan sebagai tersangka pada beberapa waktu lalu, namun baru hari ini dilakukan penahana paksa terhadap BS," katanya kepada wartawan di kantor KPK, Kamis (10/8).

Tersangka diperiksa di kantor KPK sejak pukul 13.30 WIB dan baru keluar untuk dibawa ke Polda Metro Jaya pukul 20.35 WIB. Saat akan dibawa ke Polda, BS mengenakan kemeja putih celana hitam dan menggunakan jaket hitam. Ketika wartawan hendak mewawancarainya, BS hanya diam dan menutup muka dengan menyilangkan tangan.

Tumpak menambahkan, modus yang digunakan BS dengan melakukan penggelembungan
dana untuk pengadaan bus pada periode 2003 dan 2004 dengan total 89 unit senilai
Rp 87,7 miliar yang terdiri dari anggaran 2003 Rp 20 miliar dan 2004 Rp 37,7 miliar.
"Kasus ini telah merugikan negara Rp 14 miliar," kata Tumpak. Sebelumnya KPK juga telah menahan mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Rustam Effendi pada 13 Juni 2006.

Menurut Tumpak, tersangka telah menaikkan harga kontrak yang tidak sesuai dengan Kepres 18 tahun 2004 dan Kepres 80 tahun 2003 tentang pengadaan barang dan dugaan melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo. UU No. 31 tahun 1999 jo UU 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 dan 56 KUHP.
"Kasus displit (dipecah) menjadi dua perkara," katanya.

Dia menambahkan, sejak dilakukan tender, pelaksanaan proyek busway sudah tidak beres, yaitu pada proses desain dan pelaksanaannya dilakukan oleh BS. Selain itu, pengadaan perusahaan pendamping juga ditangani oleh BS.

Pada Medio 2007 lalu, mantan ketua panitia pengadaan bus transjakarta, Sylvira Ananda, dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta.

Vonis terhadap Sylvira lebih rendah dibandingkan dengan vonis terhadap dua terdakwa lain untuk kasus yang sama. Mereka adalah mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Rustam Effendi Sidabutar dan rekanan Pemerintah Provinsi DKI, yakni Direktur Utama PT Armada Usaha Bersama Budi Susanto.

Dua terdakwa dari pemerintah, yaitu Sylvira dan Rustam Effendi, dipidana badan dan membayar denda saja. Adapun Budi Susanto, selain dihukum paling tinggi di antara ketiganya, yaitu lima tahun penjara, juga harus membayar uang pengganti Rp 2,124 miliar. Rustam Effendi divonis tiga tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider enam bulan penjara.

Vonis terhadap Sylvira Ananda ini dibacakan dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi yang dipimpin Masrurdin Chaniago, Selasa (1/5) di Jakarta. Sementara itu, Rustam Effendi telah dijatuhi vonis pada 8 Februari 2007 dan Budi Susanto dijatuhi vonis pada 5 April 2007.

Jadi, sudah ada yang di dalam penjara. Namun laku korup, atau mencari-cari kesempatan korupsidi Busway terus saja terjadi. Sehingga jika ada sebuah penelitian bagaimana korupsi di Indonesia harus diberantas? Tak usah pusing. Ambil saja Busway sebagai studi kasus, untuk membedah Indonesia yang lebih luas.

Yang membuat saya terperangah, bahwa laku korup itu sudah demikian parah. Ia dilakukan mulai dari orang yang sehari-hari sujud di sajadah, hingga mereka yang agaknya lupa akan adanya Tuhan. Mereka para koruptor - - baik kecil, apalagi besar - - - terbiasa latah menggabungkan sajadah dengan haram jadah.

Berbaurnya sajadah dan haram jadah, seakan menjadi biasa itulah, agaknya membuat hidup laku korupsi, ibarat tag line sebuah produk rokok: membuat hidup semakin hidup

Nah celakanya, hidup semakin hidup berkorupsi itu, bebannya kelak harus dipikul pula oleh rakyat kebanyakan. Sudah beberapa kali penyelenggara Busway minta kenaikan ongkos. Apalagi BBM akan segera naik dan mereka dipastikan mendesak Pemda DKI, menambah subsidi.

Di kala menggabungkan sajadah dan haram jadah, yang terjadi memang sebuah air bah: kotor, bau, kumuh. Di saat abu-abu, kusam, segala sesuatu tampak tidak jernih.

Kita hidup dalam perangkap yang tidak bisa bersih. Kendati di shelter Busway ada tempat sampah, warga saya lihat masih membuang sampah sembarang. Kita, saya, Anda semua, berkaca deh, walaupun buang sampah sembarangan bukan laku korup, tetapi tabiat jorok, turut Anda ciptakan. Dan elemen "jorok" itu, memang ada dalam laku korup.

Iwan Piliang

Tuesday, May 13, 2008

Bersama Kita Bisa Apa, Ya ?

bersama, kita bisa.. anu..
bersama kita, bisa.. anu..
ternyata, dengan mengubah tanda henti, maknanya jadi lain yah..
jangan2 selama ini kita memang membaca dengan cara yang salah.. hiks

[ari.ams]
 

Bersama Kita Bisa Apa, Ya?

Selasa, 13 Mei 2008 | 07:07 WIB

Oleh Budiarto Shambazy

Pada awal dekade 1980-an, Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew sebal kepada warganya sendiri, terutama yang berkecimpung di sektor layanan umum. Mereka punya dua kebiasaan buruk: kurang ramah dan suka buang dahak di sembarang tempat.

PM Lee lalu melancarkan kampanye nasional mengajak warga belajar senyum lagi. Ia memanfaatkan Mr Groovy, ikon asosiatif berwajah kuning serupa matahari dengan kedua ujung bibir ditarik ke atas pertanda senyum. Ikon itu ditambahi tulisan "Smile, Please!" Tanda seru sengaja ditampilkan untuk menimbulkan kesan paksaan karena PM Lee tahu sukarnya mengubah tabiat warga Singapura yang kurang ramah itu.

Ia menerbitkan jutaan stiker, spanduk, pin, lambang, dan aneka barang cetakan dengan beragam ukuran yang bergambar ikon itu. Ada stiker di taksi, gambar besar di atas mesin kasir, dan spanduk di jembatan penyeberangan.

Pada awalnya kampanye senyum itu sempat ditentang karena kalau orang tersenyum terus bisa dibilang kurang waras. Namun, sikap ramah paling tidak membuat betah wisman dari sini rajin berbelanja ke Singapura.

Andaikan produk yang dicari tak ada, pelayan toko rela mencarikan alamat toko-toko lain— bahkan menelepon—untuk Anda. Beda dengan pelayan toko di sini yang kalau ditanya telah terbiasa menjawab, "Wah, saya enggak tahu."

Soal buang dahak, PM Lee menerapkan aturan denda yang nilainya besar. Denda besar diberlakukan pula untuk yang tertangkap tangan merokok, lupa menyiram kloset sehabis buang hajat, dan sebagainya.

PM Malaysia Mahathir Mohamad hebat ketika mencanangkan "Malaysia Boleh!". Tujuannya satu: membangkitkan patriotisme rakyat untuk mencetak prestasi di berbagai bidang, termasuk olahraga dan pariwisata. Hasilnya antara lain sukses kampanye pariwisata "Malaysia, Truly Asia". Di bidang olahraga, prestasi mereka menjulang di tingkat dunia, Asia, dan Asia Tenggara.

Amerika Serikat (AS), bangsa penemu internet, sejak 1993 telah menyiapkan "manusia analis-simbolik" untuk mempertahankan daya saing pada abad ke-21. Mereka mendagangkan simbol-simbol yang dimanipulasi—data, kata, atau isyarat oral-visual.

Mereka peneliti, perancang, ahli perangkat lunak komputer, ahli bioteknologi, pakar suara, konsultan, musisi, penulis, dan lainnya. Mereka menjual jasa menyelesaikan, mengidentifikasi, dan memperantarai simbol-simbol yang telah dimanipulasi itu. Mereka menyederhanakan semua abstraksi yang potensial dijual. Abstraksi itu diatur ulang, diolah tuntas, dieksperimentasi, dikomunikasikan dengan analis-simbolik lainnya, dan diubah menjadi produk baru yang siap dipasarkan.

Banyak jalan menuju Roma, banyak cara bagi bangsa untuk bangkit. Pas Mei 2008 ini kita memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional sekaligus 10 tahun reformasi dan lengser ing keprabon. Bangsa ini sejak 1908 mendapat kesempatan bangkit karena sempat "tidak hidup lagi" dua kali, tahun 1965 dan 1998. Namun, kebangkitan tahun 1965 dan 1998 tak berlangsung lama.

Kebangkitan 1965 dan 1998 berlangsung sebentar saja karena yang bangkit cuma segelintir orang yang punya kuasa dan uang. Sisanya, kayak Anda dan saya, tidur lagi seperti habis digigit lalat tsetse dari Afrika. Anda dan saya dipaksa ikut "Kesetiakawanan Sosial", "Gerakan Disiplin Nasional", atau "Aku Cinta Produk Indonesia". Ya, sudahlah.

Kebangkitan ala 1908 masih akan tetap susah karena, seperti ditulis Mochtar Lubis tahun 1977, ada enam ciri manusia Indonesia. Selama 31 tahun kita masih terbelenggu kultur yang lama sekalipun sistem dan struktur telah berubah-ubah.

Ciri pertama manusia Indonesia munafik. Pak Mochtar menulis "kata sakti" itu dengan huruf-huruf kapital—mungkin pertanda saking sebalnya dia. Setiap kali mendengar kata munafik, saya langsung ingat watak presiden kita yang kedua. Bagaimana dengan Anda?

Ciri kedua, enggan bertanggung jawab. Dalam setiap pemeriksaan kasus korupsi sang pejabat biasanya enggan "menjawab" interogasi, apalagi "menanggung" kesalahan dia. Sampai kini tak ada yang mengaku bertanggung jawab atas tragedi 12 Mei, padahal militer mengajarkan pentingnya bersikap ksatria.

Ciri ketiga, feodal.

Ciri keempat, masih percaya takhayul dan jago bikin perlambang tanpa makna. Masih percaya takhayul dalam bahasa abad ke-21 artinya "masih menunggu kedatangan Ratu Adil/ Satria Piningit untuk memimpin bangsa".

Jauh sebelum Pak Mochtar sudah ada yang menulis parahnya watak memercayai takhayul, yakni Pahlawan Nasional Tan Malaka. "Dunia mistis dan takhayul menyebabkan orang mudah menyerah," tulis Tan Malaka.

Ciri kelima, artistik. "Bagi saya ciri artistik ini yang paling memesonakan, merupakan sumber dan tumpuan harapan bagi hari depan," tulis Pak Mochtar.

Ciri keenam, punya watak yang lemah sehingga mudah dipaksa berubah keyakinannya demi kelangsungan hidup manusia Indonesia.

Momentum bangkit bagi setiap bangsa selalu tersedia. AS saja kini bangkit lagi lewat slogan "Ya Kita Bisa!" ala Barack Obama.

Dalam rangka 10 tahun Reformasi, ada mahasiswa bertanya tentang kelanjutan slogan SBY-JK, "Bersama Kita Bisa". Saya menjawab, "Bersama Kita Bisa Apa, Ya?" Nah, marilah kita temukan jawabannya bersama-sama.


         Sent from my BlackBerry © Wireless device from XL GPRS/EDGE/3G Network