Friday, May 16, 2008

pakdhe rovicky: usaha minyak: untung, tapi kok perlu subsidi ?

tulisan pakdhe rovicky dwi putrohary,
artikel aslinya ada di http://rovicky.wordpress.com/2008/05/14/kok-perlu-subsidi/

salam, ari ams

Usaha minyak: Untung, tapi kok perlu subsidi ?

14 Mei 2008 at 1:57 pm | In Diskusiku, Dongeng Geologi, Energi |

Tentunya anda sudah membaca tulisan Pak Kwik di Koran internet yang cukup bikin mumeth. Lah iya ta sakjane kita tidak rugi dengan industri perminyakan ini, lah kenapa ada subsidi ?

:( “hiya Pakdhe, Industri perminyakan kan masih menguntungkan kok malah disubsidi pripun ta ?”

:D “Itu mestine ya bisa dijelaskan sederhana juga, ta Le”

Ada beberapa pendapat pribadi yang saya coba juga sederhana untuk menanggapi tulisan Pak Kwik. Pendapat pribadi ini yang juga aku post di beberapa mailist lain .

Pak Kwik mengatakan bahwa sebenernya dalam usaha bisnis minyak bumi ini Indonesia (pemerintah) mendapatkan untungkarena rakyat tetap harus membeli BBM yang dipergunakan. Artinya ada income atau pendapatan pemerintah juga dari penjualan BBM ke rakyat. Lah hiya to wong kita ini beli BBM di pombensin juga, bukan gratis kaan ?. Bahkan pemerintah tidak membeli minyak yang dihasilkan dari sumur-sumur serta lapangan minyak yang ada saat ini.

Perhitungan dari Pak Kwik tidaklah keliru hanya representasinya saja yang bermasalah. Cara penyajian data-data ini yang sepertinya berbeda anatar Pak Kwik dengan metode penyampaian APBN. Sehingga mengatakan subsidi minyak atau subsidi BBM ini menjadi salah yang kaprah.

Ada sdikit yang kelupaan dari Pak Kwik

Tidak semua crude itu bisa dikonversi menjadi BBM. : Kata kawanku : 30-35 % bensin + 15-20 % solar + 5-10% Jet fuel dan sisanya bisa menjadi minyak tanah, residu, lilin dan aspal. Artinya dari satu barrel (159 liter) minyak mentah cuma dapat menghasilkan bensin 0.35 barrel saja (55 liter)

Walaupun bukan berarti sisanya tidak dapat dijuwal juga loo. Banyak kok yang “doyan” aspal :)

Nah karena kita membelinya juga dalam bentuk BBM (refine product) tentusaja angka itu mesti dikoreksi. Aku ga tahu jumlahnya tapi pasti akan signifikan kalau bermain dengan angka jutaan liter !!!

Cara penyajian menentukan rasa !

Kemudian ada satulagi hasil ngobrol dengan kawan ekonom bahwa problemnya adalah sistem pelaporan dalam APBN. APBN dibuat sebagai laporan balance sheet, dimana “beli minyak” (baik crude yang masuk ke refinery di Indonesia maupun BBM-refined product) itu masuk dalam “belanja”. Lah masalahe tidak ada “balance sheet” khusus migas thok di APBN ini. Dan kalau dibuat ya mestine bener donk, usaha migas Indonesia selalu positip (untung), tentusaja Pak Kwik juga ngga salah. Tetapi presentasinya memang berbeda caranya.

Karena presentas APBN dalam balance sheet secara menyeluruh belanja dan pendapatan negara, tentusaja “pembelian” minyak diluar karena selain import kita juga export minyak. Makanya dengan harga minyak naik ya tentusaja kita jadi tekor juga di sisi belanja yang menjadi kebanyakan. Tentusaja balance sheet akan terganggu. APBN ini dibuat berdasarkan target peningkatan keekonomian atau “growth” tertentu. Mboh berapa target peningkatan keekonomian negara saat ini. Selain itu kalau APBN balance sheetnya dipisah, nanti akan terlihat bahwa banyak sektor-sektor lain yang justru selama ini disubsidi oleh “keuntungan” usaha minyak dan gas bumi. Contoh mudahnya, bp perparkiran. Setiap anggaran perparkiran di daerah ini sering (selalu) minus atau nombok, looh padahal ini semestinya sektor pendapatan, bukan pelayanan kan ? wong selama ini aku (rakyat) mesti mbayar kalau mau parkir jeh.

Subsidi pembangunan

Yang tepat memang barangkali bukan subsidi BBM dalam arti subsidi minyak thok thil !. Tapi sakjane kita (rakyat) mensubsidi pembangunan untuk menjaga keseimbangan “balance sheet” yang tercantum dalam APBN, karena sudah ada target-target pembangunan yang ditentukan serta disetujui Pemerintah dan DPR. Dalam bentuk Undang-undang itu looh. Nah sayangnya rakyat yang diminta membantu “menyeimbangkan” “balance sheet” ini

Disini juga, disana juga

Dan dampak kenaikan BBM “model” begini tidak melulu dirasakan Indonesia yang mengalami kesulitan dalam “balance sheet“nya. Malesa juga sedang sibuk dengan kenaikan harga dan juga bersiap mengkoreksi harga BBMnya. Kmaren Nyi Laras juga ngeluh minyak goreng naik dua kali karena issue biodieselnya Malesa mau menggunakan CPO ….. halllah bisa-bisa ayam goreng naik juga !!!

:P :”Ya wis makan mie rebus aja deh !”


1 comment:

  1. Pak Rovicky mestinya nulis buku juga, insya Allah laku, deh. Dan yang penting manfaatnya lebih banyak...

    ReplyDelete