Tuesday, May 13, 2008

Bersama Kita Bisa Apa, Ya ?

bersama, kita bisa.. anu..
bersama kita, bisa.. anu..
ternyata, dengan mengubah tanda henti, maknanya jadi lain yah..
jangan2 selama ini kita memang membaca dengan cara yang salah.. hiks

[ari.ams]
 

Bersama Kita Bisa Apa, Ya?

Selasa, 13 Mei 2008 | 07:07 WIB

Oleh Budiarto Shambazy

Pada awal dekade 1980-an, Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew sebal kepada warganya sendiri, terutama yang berkecimpung di sektor layanan umum. Mereka punya dua kebiasaan buruk: kurang ramah dan suka buang dahak di sembarang tempat.

PM Lee lalu melancarkan kampanye nasional mengajak warga belajar senyum lagi. Ia memanfaatkan Mr Groovy, ikon asosiatif berwajah kuning serupa matahari dengan kedua ujung bibir ditarik ke atas pertanda senyum. Ikon itu ditambahi tulisan "Smile, Please!" Tanda seru sengaja ditampilkan untuk menimbulkan kesan paksaan karena PM Lee tahu sukarnya mengubah tabiat warga Singapura yang kurang ramah itu.

Ia menerbitkan jutaan stiker, spanduk, pin, lambang, dan aneka barang cetakan dengan beragam ukuran yang bergambar ikon itu. Ada stiker di taksi, gambar besar di atas mesin kasir, dan spanduk di jembatan penyeberangan.

Pada awalnya kampanye senyum itu sempat ditentang karena kalau orang tersenyum terus bisa dibilang kurang waras. Namun, sikap ramah paling tidak membuat betah wisman dari sini rajin berbelanja ke Singapura.

Andaikan produk yang dicari tak ada, pelayan toko rela mencarikan alamat toko-toko lain— bahkan menelepon—untuk Anda. Beda dengan pelayan toko di sini yang kalau ditanya telah terbiasa menjawab, "Wah, saya enggak tahu."

Soal buang dahak, PM Lee menerapkan aturan denda yang nilainya besar. Denda besar diberlakukan pula untuk yang tertangkap tangan merokok, lupa menyiram kloset sehabis buang hajat, dan sebagainya.

PM Malaysia Mahathir Mohamad hebat ketika mencanangkan "Malaysia Boleh!". Tujuannya satu: membangkitkan patriotisme rakyat untuk mencetak prestasi di berbagai bidang, termasuk olahraga dan pariwisata. Hasilnya antara lain sukses kampanye pariwisata "Malaysia, Truly Asia". Di bidang olahraga, prestasi mereka menjulang di tingkat dunia, Asia, dan Asia Tenggara.

Amerika Serikat (AS), bangsa penemu internet, sejak 1993 telah menyiapkan "manusia analis-simbolik" untuk mempertahankan daya saing pada abad ke-21. Mereka mendagangkan simbol-simbol yang dimanipulasi—data, kata, atau isyarat oral-visual.

Mereka peneliti, perancang, ahli perangkat lunak komputer, ahli bioteknologi, pakar suara, konsultan, musisi, penulis, dan lainnya. Mereka menjual jasa menyelesaikan, mengidentifikasi, dan memperantarai simbol-simbol yang telah dimanipulasi itu. Mereka menyederhanakan semua abstraksi yang potensial dijual. Abstraksi itu diatur ulang, diolah tuntas, dieksperimentasi, dikomunikasikan dengan analis-simbolik lainnya, dan diubah menjadi produk baru yang siap dipasarkan.

Banyak jalan menuju Roma, banyak cara bagi bangsa untuk bangkit. Pas Mei 2008 ini kita memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional sekaligus 10 tahun reformasi dan lengser ing keprabon. Bangsa ini sejak 1908 mendapat kesempatan bangkit karena sempat "tidak hidup lagi" dua kali, tahun 1965 dan 1998. Namun, kebangkitan tahun 1965 dan 1998 tak berlangsung lama.

Kebangkitan 1965 dan 1998 berlangsung sebentar saja karena yang bangkit cuma segelintir orang yang punya kuasa dan uang. Sisanya, kayak Anda dan saya, tidur lagi seperti habis digigit lalat tsetse dari Afrika. Anda dan saya dipaksa ikut "Kesetiakawanan Sosial", "Gerakan Disiplin Nasional", atau "Aku Cinta Produk Indonesia". Ya, sudahlah.

Kebangkitan ala 1908 masih akan tetap susah karena, seperti ditulis Mochtar Lubis tahun 1977, ada enam ciri manusia Indonesia. Selama 31 tahun kita masih terbelenggu kultur yang lama sekalipun sistem dan struktur telah berubah-ubah.

Ciri pertama manusia Indonesia munafik. Pak Mochtar menulis "kata sakti" itu dengan huruf-huruf kapital—mungkin pertanda saking sebalnya dia. Setiap kali mendengar kata munafik, saya langsung ingat watak presiden kita yang kedua. Bagaimana dengan Anda?

Ciri kedua, enggan bertanggung jawab. Dalam setiap pemeriksaan kasus korupsi sang pejabat biasanya enggan "menjawab" interogasi, apalagi "menanggung" kesalahan dia. Sampai kini tak ada yang mengaku bertanggung jawab atas tragedi 12 Mei, padahal militer mengajarkan pentingnya bersikap ksatria.

Ciri ketiga, feodal.

Ciri keempat, masih percaya takhayul dan jago bikin perlambang tanpa makna. Masih percaya takhayul dalam bahasa abad ke-21 artinya "masih menunggu kedatangan Ratu Adil/ Satria Piningit untuk memimpin bangsa".

Jauh sebelum Pak Mochtar sudah ada yang menulis parahnya watak memercayai takhayul, yakni Pahlawan Nasional Tan Malaka. "Dunia mistis dan takhayul menyebabkan orang mudah menyerah," tulis Tan Malaka.

Ciri kelima, artistik. "Bagi saya ciri artistik ini yang paling memesonakan, merupakan sumber dan tumpuan harapan bagi hari depan," tulis Pak Mochtar.

Ciri keenam, punya watak yang lemah sehingga mudah dipaksa berubah keyakinannya demi kelangsungan hidup manusia Indonesia.

Momentum bangkit bagi setiap bangsa selalu tersedia. AS saja kini bangkit lagi lewat slogan "Ya Kita Bisa!" ala Barack Obama.

Dalam rangka 10 tahun Reformasi, ada mahasiswa bertanya tentang kelanjutan slogan SBY-JK, "Bersama Kita Bisa". Saya menjawab, "Bersama Kita Bisa Apa, Ya?" Nah, marilah kita temukan jawabannya bersama-sama.


         Sent from my BlackBerry © Wireless device from XL GPRS/EDGE/3G Network

10 comments:

  1. Slogan yang mengambang memang :D.

    ReplyDelete
  2. hehehe.. saya melihat justru itu yang sedang dikritik..
    what next..

    ReplyDelete
  3. euleuh si oom,
    kalo ane liat nih, ini malah bukan kritik.. justru ngajak mikir.. lalu mau ngapain
    gitu lho..

    ReplyDelete
  4. Salah kita sendiri kenapa waktu dia kampanye gak tanya dulu: "bersama kita bisa apa?" Soalnya bisa banyak sambungan kalimatnya lho:) Jangan2 maksudnya bersama kita bisa ..... (Hancur, KKN, kapitalis, gak tahu malu .... etc). Kalo gitu maksudnya berarti udah tercapai dong!!! :)

    ReplyDelete
  5. hahaha.. iya kalo dari jargon
    yang jelas, dari rencana kerja pas kampanye awal banyak yang ngga cocok. its oke lah ada banyak peristiwa yang diluar skenario, tapi kan yang orang mau liat adalah "usaha"-nya agar tujuan rencana itu tercapai, kan?
    dan kalo misalnya memang harus berubah karena kondisi.. sok atuh dipikirin apah what next-nya (after adjustment) --halah, bahasa akuntan kok keluar ;p

    ReplyDelete
  6. Mengenai Kenaikan BBM, coba dia bisa jamin: BBM naik, tapi pendidikan & kesehatan gratis, koruptor di gantung, dsb. trus ditunjukin usahanya yang keras, mungkin rakyat gak keberatan:)

    ReplyDelete
  7. ya kira-kira seperti itu lah maksud saya,
    tapi ngga persis begini (^^)

    ReplyDelete
  8. baru mbaca ini ... nggaya jeh, mainannya blackberry :p

    ReplyDelete
  9. salah oom,
    itu oom budiarto shambazy yang dolanan blackberry -kompas online rata2 terima tulisan dari kontributornya via XL-blackberry. gak percoyo delok'en dhewe..hehehe

    lha kalo inyong yah.. cukuplah belekkerry (^^)

    ReplyDelete