Friday, May 16, 2008

Essay – KENAIKAN HARGA BBM DAN SEMANGAT JIHAD

Tulisan Bang Satrio Arismunandar di Forum Pembaca Kompas
Tadi saya mampir ke MP-nya kok malah belum ada ya ?
------

http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/message/86127

Essay – KENAIKAN HARGA BBM DAN SEMANGAT JIHAD
Oleh Satrio Arismunandar
 
Apa hubungan antara wacana kenaikan harga BBM dengan semangat jihad? Hubungan ini mungkin terkesan diada-adakan. Namun, saya akan mencoba mengaitkannya dengan sebuah cerita, yang konon benar-benar pernah terjadi dalam sejarah kekhalifahan Islam.
 
Saya pernah membaca cerita itu di sebuah buku, tetapi mohon maaf, saya betul-betul lupa judul buku itu dan nama-nama tokoh dalam cerita itu. Namun, secara garis besar, saya ingat jalan ceritanya, dan cerita itu tampaknya relevan dalam mengkritisi cara pemerintah kita menangani krisis kenaikan harga BBM.
 
Alkisah, pada suatu masa, kekhalifahan sedang mengalami krisis yang amat berat. Perang dengan kerajaan-kerajaan tetangga membuat kondisi keuangan kekhalifahan morat-marit. Pasukan tidak punya persenjataan dan logistik yang memadai. Ekonomi negara juga menderita, dan rakyat menderita. Hal ini membuat sang khalifah, sebut saja namanya Nizar, prihatin. Ia pun mengumpulkan para menteri dan pembantunya, untuk membahas cara mengatasi situasi genting ini.
 
Dalam pertemuan itu, seorang menteri mengusulkan, agar rakyat dimintai sumbangan bagi pendanaan anggaran kekhalifahan, yang sangat kritis akibat perang berkepanjangan. Warga yang masih memiliki simpanan perak, emas, uang, atau kekayaan dalam bentruk lain, akan dimintai sumbangannya. Jika semua warga berpartisipasi, diyakini kondisi keuangan kekhalifahan akan pulih, bahkan bisa memenangkan perang melawan kerajaan-kerajaan tetangga.
 
Khalifah Nizar beranggapan, usulan itu sangat baik. Namun, untuk bisa terlaksana efektif, dia butuh dukungan ulama atau tokoh masyarakat, yang ucapannya akan dihormati dan dituruti rakyat. Nah, di kekhalifahan itu memang hidup seorang ulama besar, yang sebut saja namanya Abdullah. Meskipun hidup miskin dan sakit-sakitan, kredibilitas ulama besar ini sangat dihormati rakyat. Khalifah berharap, bisa meminta dukungan Abdullah, dalam bentuk fatwa atau seruan pada rakyat, untuk mendukung rencana pemerintah.
 
Maka dikirimlah utusan kepada Abdullah, dengan pesan khusus dari khalifah. Namun, setelah bertemu ulama tersebut, sang utusan balik ke khalifah dan mengatakan, ulama Abdullah tidak mau mendukung rencana pemerintah itu.
 
Khalifah Nizar kesal dan merasa penasaran. “Mengapa dia tak mau mendukung? Bukankah rencana ini sangat baik, demi menyelamatkan negara yang sedang dalam kondisi kritis, dan demi kejayaan agama kita?”
Khalifah sekali lagi mengirim utusan, tapi si utusan itu pun kembali dengan jawaban yang sama. Beberapa kali hal itu terjadi, sehingga khalifah pun marah. Kali ini, ia memerintahkan
prajuritnya untuk mendatangkan sang ulama secara paksa.
 
Abdullah pun akhirnya dihadirkan ke istana. Ternyata ulama yang sudah cukup berumur itu begitu tampak rapuh. Badannya kurus dan lemah. Tetapi, dalam sorot matanya tersimpan kekuatan batin yang luar biasa, melampaui ketahanan fisiknya.
 
Khalifah pun bertanya, “Hei, Abdullah! Mengapa kamu tidak mendukung rencana pemerintah? Padahal rencana ini sangat baik, demi untuk menyelamatkan kekhalifahan dan agama?”   
 
Dengan bercucuran air mata, Abdullah menjawab: “Paduka yang mulia, saya menyadari sepenuhnya bahwa rencana itu memang benar untuk kepentingan negara dan agama. Setiap warga negara sudah sepatutnya mendukung rencana tersebut. Namun, penderitaan rakyat kita sudah sangat berat. Jika kita membebani rakyat lagi, dengan meminta mereka menyumbangkan sisa harta bendanya, maka itu seharusnya menjadi pilihan yang terakhir.”
 
“Saya percaya, rakyat pasti ikhlas dan bersedia menyumbangkan harta benda dan milik mereka yang berharga, untuk keselamatan negara dan agama. Tetapi, sebelum kita neminta rakyat berkorban, adalah lebih baik jika paduka, para menteri, para pejabat, dan semua yang lebih mampu dan berkecukupan ini memberi contoh, dengan pengorbanan lebih dulu. Jika Anda semua sudah berkorban dengan sebenar-benarnya, dengan memberikan seluruh harta benda Anda, barulah Anda boleh meminta rakyat untuk berkorban. Para pemimpin harus memberi contoh dan teladan pada rakyatnya. Jika paduka melakukan hal ini, saya akan mendukung sepenuhnya titah paduka,” tutur Abdullah.
 
Khalifah Nizar merasa terguncang hatinya, dan menyadari bahwa kata-kata sang ulama itu memang benar adanya. Saking terharunya ia sampai menangis. Ia pun lalu memerintahkan para menteri dan pejabat negara, untuk menyumbangkan seluruh harta mereka untuk perjuangan. Khalifah juga rela menyerahkan harta miliknya yang berharga untuk kepentingan perjuangan.
 
Nah, kembali ke konteks Indonesia dan wacana kenaikan harga BBM. Saya bertanya:
Sumbangan dan pengorbanan apakah yang sudah diberikan presiden, para menteri, para pejabat tinggi, anggota DPR, konglomerat dan pengusaha yang dekat dengan istana, para pengemplang dana BLBI, pejabat Pertamina dan BUMN lain yang bertaburan fasilitas,  sebelum dengan mudahnya pemerintah meminta rakyat berkorban?
 
Jakarta, 13 Mei 2008
 
Satrio Arismunandar
Executive Producer
News Division, Trans TV, Lantai 3
Jl. Kapten P. Tendean Kav. 12 - 14 A, Jakarta 12790
Phone: 7917-7000, 7918-4544 ext. 4023,  Fax: 79184558, 79184627
 
http://satrioarismunandar6.blogspot.com
http://satrioarismunandar.multiply.com  
 
"Perjuangan seorang mukmin sejati tidak akan berhenti, kecuali kedua telapak kakinya telah menginjak pintu surga." (Imam Ahmad bin Hanba

No comments:

Post a Comment