Wednesday, May 14, 2008

Iwan Piliang: Busway: Laku Korup

http://www.apakabar.ws/index.php?option=com_content&task=view&id=1783&Itemid=88888889&mosmsg=Thanks+for+your+vote%21

Iwan Piliang: Busway: Laku Korup


Senin, 12 Mei 2008 
SUDAH menjadi agenda rutin saya kini, menjadikan Busway sebagai pilihan berkendaraan umum. Menurut Soetiyoso, kepada TEMPO, 2003, Busway diperuntukkan bagi kalangan menengah bawah. Mantan gubernuer DKI itu, kala itu, mengaku sudah melakukan studi banding terhadap Transmillenio di Bogota, Kolombia, yang menerapkan konsep Busway. Ia tidak mengkuatirkan kalangan atas bermobil yang menjadi macet, karena akses jalan “direbut"  Busway.

Kini setelah lima tahun kemudian, sudah ada satu dua saya perhatikan kalangan kelas atas bermobil beralih naik Busway. Mereka memilih Busway demi mengejar waktu guna menerobos macet, seperti di Jalur Mampang, arah Ragunan, Jakarta Selatan.

Jika naik Busway dari rumah, halte yang terdekat dari kediaman saya adalah di perempatan Halimun, Jl. Sultan Agung, Jakarta Selatan, sekitar dua ratus meter berjalan kaki.

Dua bulan lalu, seperti biasa, saya berjalan cepat. Membayar tiket dengan cepat. Kendati tidak pernah dengan uang pas, biasanya petugas tiket mengembalikan uang dengan tangkas. Saking tangkasnya, ia menyerahkan tiket yang sudah terpotong kepada saya - - bukan tiket utuh dua bagian yang belum dirobek.

Saya berujar: Maaf Mbak, coba cocokkan nomor tiket di kiri dan kanannya?

Petugas tiket Busway itu cemberut. Nomor tiket kiri dan kanan tidak cocok. Seakan merajuk, lalu meengganti tiket utuh yang masih baru, yang belum dipotong, dan merobeknya di depan saya. Saya tersenyum melihat perlakuan itu. Karena buru-buru, kendati dongkol dengan kejadian yang saya alami, saya membiarkan saja pikiran tidak melayang panjang.

Senin 12 Mei 2008 ini, saya mengalami untuk ketiga kalinya perlakuan korup di bagian tiket Busway.

Tetapi yang paling membekas adalah kejian kedua - - sekaligus paling naïf. Kisahnya begini: sekitar tiga pekan lalu di halte Pejaten, Jakarta Selatan. Kala itu petugas penjualan tiket seorang gadis berkerudung. Ia memberikan tiket yang sudah terpotong, sudah terobek, itu artinya tiket bekas yang diberikan. Saya gemas, ingin rasanya membentak pekak.

Namun saya berusaha menginjak jempol kaki untuk tidak marah. Saya lalu tersenyum, dan berusaha bicara santun: Mbak maaf ya, Anda berjilbab, apa yang Anda lakukan terhadap saya, terhadap perusahaan Anda?

Tanpa ba-bi-bu, tangan petugas itu reflek mengganti dengan tiket baru. Mukanya merah. Tetapi sepukul kata maaf pun tidak ia sampaikan. Ketika mengambil tiket baru yang dipotongkan di depan saya, saya sampaikan kalimat kepadanya: Malu Mbak, Anda berjilbab, tapi korup! Suara saya pelan. Petugas itu menunduk, tidak menatap mata saya.

Hari ini, untuk ketiga kalinya, di halte yang sama di Pejaten, saya mengalaminya lagi. Kala itu petugasnya sudah lain, tidak lagi berjilbab, tetapi kelakuannya podo. Karena buru-buru, untuk mengejar janji , dan jam sudah mendekati pukul dua siang, di mana kehadiran saya sudah ditunggu rapat, maka saya tak memberikan sepatah kata pun, selain minta diganti dengan tiket baru. Dan saya biarkan fakta itu tidak mengganggu.

Saya akhirnya berkesimpulan, bahwa di lingkup Busway ini bisa menjadi penggambaran terhadap laku korup yang terjadi di hampir semua lini di Indonesia. Karena baru terbilang masuk ke tahun ke empat, “keminian” Indonesia di Busway dalam urusan korupsi, bisa jadi menjadi telaah yang menarik.

Pada titik-titik shelter di mana tidak ada petugas yang merobek tiket - -artinya dirangkap kasir - - maka akal-akalan menjual tiket bekas dilakukan petugas. Terpikir oleh saya kenapa tidak semua halte mengunakan tiket plastic, lalu penumpang memasukkan tiket plastic ke pintu gawang tiga palang. Dengan alat itu dipastikan korupsi akala-akalan menjual tiket tidak terjadi

Ternyata setelah mencari literatur di dunia online, saya menjadi tertawa-tawa membaca tulisan Vincentliong, bahwa tiket plastik pun ternyata bisa jadi juga dapat dikorup, sebagaimana saya kutip di bawah ini:

Cara jadi koruptor tetap di Busway

Resep korupsi di Busway ini hanya berguna jika anda berhasil lolos casting untuk bekerja sebagai; 1.Tukang Bersih-Bersih 2.Petugas keamanan. 3.Petugas Kasir 4.Petugas pintu palang tiga (hanya berlaku untuk semua staf Busway yang ditempatkan di halte. Tidak berlaku bagi supir, satpam dan kenek yang ada di i dalam bis

Pertama, Anda yang telah berhasil lolos casting sebagai salah satu petugas di halte.

Kedua, katakan kepada atasan Anda/tulis laporan/dsb bahwa pintu palang tiga rusak/macet/kepenuhan tiket plastik permanen sebagai alasan untuk membuka mesin pintu palang tiga.

Ketiga, perihal nomor dua: tidak perlu dilakukan jika anda telah memiliki kunci dari 'pintu palang tiga', atau jika atasan Anda tidak menanyakan.

Keempat, buka mesin pintu palang tiga. Keluarkan semua atau sebagian tiket plastik permanen dari dalamnya. Jika dapat dilakukan, matikan/reset pintu palang tiga terlebih dahulu. Saya kira tentu ada kabel yang menghubungkan ke listrik.
Ketika Anda melakukan ini tidak akan ada penumpang yang curiga dan melaporkan Anda karena mesin pintu palang tiga memang bisa penuh/ macet/rusak, kartu plastik yang digunakan memang bersifat permanen (dijualbelikan berulang kali) dan Anda adalah petugas yang bertanggung jawab atas itu.

Lima, berikan semua tiket ke petugas kasir dan jual secara normal; jangan kurangi jumlah tiket, jangan masukkan uang yang petugas kasir peroleh atas penjualan tiket ttersebut ke pembukuan halte. Hal terpenting adalah anda harus bekerjasama dengan petugas kasir jika anda bukan kasir.

Enam, bagi-bagi uang ke semua petugas yang bertugas di halte yang sama dengan Anda supaya mereka tutup mulut.

Tujuh, belajarlah tersenyum, tertawa, memberikan pelayanan terbaik supaya anda selama mungkin dapat berkorupsi di sana.


MINGGGU , 11 Mei 2008, saya perhatikan di terminal Blok M, Jakarta Selatan. Pintu gawang tiga palang yang otomatis untuk memasukkan tiket plastik berjejer delapan. Lima tampak rusak. Penumpang hanya bisa lewat di tiga jalur. Jika tulisan yang dibuat Vincent dua tahun lalu itu berdasar pengamatan di lapangan, saya mengindikasikan ada persekongkolan antara tiket yang dijual kasir dengan petugas jaga, apalagi angka digital yang menghitung tiket yang dimasukkan penumpang - - sebagai pembuka palang - - tidak berjalan.

Saya masih ingat ketika pembangunan jalan untuk Busway di bilangan jembatan Latuharhary, ke arah Menteng, Jakarta Pusat. Saya perhatikan aspal tebal, mencapai 30 cm, untuk mengejar tinggi jalan beton Busway yang dibangun. Saya bertanya sendiri kala itu, mengapa harus setebal itu menutup jalanan, seakan menimbunkan volume besar aspal dengan tak berkira?

Saya perhatikan pula ruas jalan di Sultan Agung, Jakarta Selatan yang saban hari saya lalui, ketebalan aspal tinggi terjadi. Pernah saya tanyakan ke seorang kawan di Pemda DKI, ia hanya tersenyum, lalu menjawab, “Kayak tidak tahu saja.”
Saya mencoba meraba-raba jawaban itu. Rupanya ada indikasi target pemakaian volume aspal, dengan sejumlah komisi yang dibagi-bagi.

Karenanya ketika KPK menangkap panitia tender pengadaan Busway, yang pada 2007 lalu telah diputus oleh pengadilan, saya kemudian memang berkesimpulan, di Busway laku korup terjadi hampir di semua lini, persis, sama dengan di Indonesia dalam cakupan lebih luas.

Sehingga mengamati Busway, sangat menarik sekali bukan, melihat Indonesia mini dalam berkorupsi?

Pada 2006 lalu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Bidang Penindakan yang masih dijabat Tumpak Hatorangan Pangabean mengatakan kepada TEMPO, KPK resmi menahan tersangka kasus korupsi pengadaan busway Budi Susanto mantan Direktur Utara Armada Usaha Bersama.

"Sebenarnya BS sudah kami tetapkan sebagai tersangka pada beberapa waktu lalu, namun baru hari ini dilakukan penahana paksa terhadap BS," katanya kepada wartawan di kantor KPK, Kamis (10/8).

Tersangka diperiksa di kantor KPK sejak pukul 13.30 WIB dan baru keluar untuk dibawa ke Polda Metro Jaya pukul 20.35 WIB. Saat akan dibawa ke Polda, BS mengenakan kemeja putih celana hitam dan menggunakan jaket hitam. Ketika wartawan hendak mewawancarainya, BS hanya diam dan menutup muka dengan menyilangkan tangan.

Tumpak menambahkan, modus yang digunakan BS dengan melakukan penggelembungan
dana untuk pengadaan bus pada periode 2003 dan 2004 dengan total 89 unit senilai
Rp 87,7 miliar yang terdiri dari anggaran 2003 Rp 20 miliar dan 2004 Rp 37,7 miliar.
"Kasus ini telah merugikan negara Rp 14 miliar," kata Tumpak. Sebelumnya KPK juga telah menahan mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Rustam Effendi pada 13 Juni 2006.

Menurut Tumpak, tersangka telah menaikkan harga kontrak yang tidak sesuai dengan Kepres 18 tahun 2004 dan Kepres 80 tahun 2003 tentang pengadaan barang dan dugaan melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo. UU No. 31 tahun 1999 jo UU 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 dan 56 KUHP.
"Kasus displit (dipecah) menjadi dua perkara," katanya.

Dia menambahkan, sejak dilakukan tender, pelaksanaan proyek busway sudah tidak beres, yaitu pada proses desain dan pelaksanaannya dilakukan oleh BS. Selain itu, pengadaan perusahaan pendamping juga ditangani oleh BS.

Pada Medio 2007 lalu, mantan ketua panitia pengadaan bus transjakarta, Sylvira Ananda, dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta.

Vonis terhadap Sylvira lebih rendah dibandingkan dengan vonis terhadap dua terdakwa lain untuk kasus yang sama. Mereka adalah mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Rustam Effendi Sidabutar dan rekanan Pemerintah Provinsi DKI, yakni Direktur Utama PT Armada Usaha Bersama Budi Susanto.

Dua terdakwa dari pemerintah, yaitu Sylvira dan Rustam Effendi, dipidana badan dan membayar denda saja. Adapun Budi Susanto, selain dihukum paling tinggi di antara ketiganya, yaitu lima tahun penjara, juga harus membayar uang pengganti Rp 2,124 miliar. Rustam Effendi divonis tiga tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider enam bulan penjara.

Vonis terhadap Sylvira Ananda ini dibacakan dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi yang dipimpin Masrurdin Chaniago, Selasa (1/5) di Jakarta. Sementara itu, Rustam Effendi telah dijatuhi vonis pada 8 Februari 2007 dan Budi Susanto dijatuhi vonis pada 5 April 2007.

Jadi, sudah ada yang di dalam penjara. Namun laku korup, atau mencari-cari kesempatan korupsidi Busway terus saja terjadi. Sehingga jika ada sebuah penelitian bagaimana korupsi di Indonesia harus diberantas? Tak usah pusing. Ambil saja Busway sebagai studi kasus, untuk membedah Indonesia yang lebih luas.

Yang membuat saya terperangah, bahwa laku korup itu sudah demikian parah. Ia dilakukan mulai dari orang yang sehari-hari sujud di sajadah, hingga mereka yang agaknya lupa akan adanya Tuhan. Mereka para koruptor - - baik kecil, apalagi besar - - - terbiasa latah menggabungkan sajadah dengan haram jadah.

Berbaurnya sajadah dan haram jadah, seakan menjadi biasa itulah, agaknya membuat hidup laku korupsi, ibarat tag line sebuah produk rokok: membuat hidup semakin hidup

Nah celakanya, hidup semakin hidup berkorupsi itu, bebannya kelak harus dipikul pula oleh rakyat kebanyakan. Sudah beberapa kali penyelenggara Busway minta kenaikan ongkos. Apalagi BBM akan segera naik dan mereka dipastikan mendesak Pemda DKI, menambah subsidi.

Di kala menggabungkan sajadah dan haram jadah, yang terjadi memang sebuah air bah: kotor, bau, kumuh. Di saat abu-abu, kusam, segala sesuatu tampak tidak jernih.

Kita hidup dalam perangkap yang tidak bisa bersih. Kendati di shelter Busway ada tempat sampah, warga saya lihat masih membuang sampah sembarang. Kita, saya, Anda semua, berkaca deh, walaupun buang sampah sembarangan bukan laku korup, tetapi tabiat jorok, turut Anda ciptakan. Dan elemen "jorok" itu, memang ada dalam laku korup.

Iwan Piliang

No comments:

Post a Comment