Wednesday, March 21, 2007

Tentang Bersyukur


Masih ingat dengan kawan saya yang didera kesulitan sehingga terpaksa harus menjual koran-koran bekas di rumahnya ?


Hampir tepat sebulan yang lalu, kawan tersebut kembali bercerita untuk menghibur saya, untuk mengingatkan ketika saya mengeluh kesulitan..



Begini ceritanya:

----



Kejadian ini hanya terpaut beberapa bulan sejak peristiwa koran bekas itu. Waktu itu, kami pindah ke rumah kontrakan yang lebih murah sehingga ada kelebihan untuk membeli beberapa peralatan rumah tangga, antara lain kompor gas dan tabung gas-nya..

Suatu ketika, beberapa minggu kemudian, waktu itu sudah tanggal 2. Gaji kami, entah mengapa, sudah tertahan lebih dari seminggu. Di daerah tempat tugas kami, dengan biaya hidup tinggi seperti ini, lewat seminggu tanpa gaji itu berarti tidak ada uang. Habis, bis, bis.. Ada sedikit uang tersisa hanya mampu untuk membeli 2-3 kg beras. Sedangkan di rumah hanya tinggal garam, lada, bawang2an, sedikit terasi, dan sebotol kecap. Untunglah gas masih cukup banyak dan petugas pemungut iuran kebersihan dan keamanan lingkungan mau menunda pungutannya sampai tanggal 10, memang tanggal jatuh tempo..



Saat-saat demikian, kami tentu kembali memilih untuk berpuasa. Beras, meski sebenarnya cukup untuk semua orang selama seminggu, hanya digunakan untuk bubur si kecil (usia balita pasangan ini saat itu sudah boleh makan bubur selain susu. red). Untuk kaldu buburnya, alhamduliLlah kalau hanya satu atau dua batang ceker ayam biasanya tidak dihitung; apalagi kalau “membeli”-nya ke pasar pagi-pagi sekali, meski harus berjalan kaki cukup jauh.



Ketika pulang dari pasar itu, mendadak kami berpapasan dengan Pemilik Rumah. Setelah berbasa-basi sejenak, mendadak beliau berkata bahwa kami boleh memanfaatkan buah dan atau tanaman yang tumbuh di halaman rumah. Saat itu kami masih beranggapan itu basa-basi biasa. Lagipula terus terang saja, kami jarang tengok-tengok halaman kami, khususnya belakang, sebab luaas sekali, lebih luas dari rumahnya dan waktu itu ditumbuhi rumput sudah agak tinggi (dan terus terang saja, membayangkan membersihkan halaman belakang itu sudah bikin males duluan. red)



Bagaikan telah diatur, entah kebetulan entah bukan, buah-buah kweni yang tumbuh di sebatang pohon di depan rumah kontrakan kami (dan memang sudah waktunya matang.red), mendadak mulai berjatuhan. Satu, dua, ..sepuluh .. Ada belasan yang jatuh dalam sehari.



Mendadak pula kami sadari bahwa dua buah pohon kelapa yang tumbuh di halaman belakang banyak sekali buahnya, tinggal dicokok saja. Bahkan ada pula pohon mangga biasa yang sudah banyak buahnya meski masih muda; dan itu kan malah pas untuk dirujak. yumm..

Kemudian, di tepian parit kecil di samping rumah, masih di halaman kontrakan kami, kedua pohon pisang kepok juga tengah berbuah, banyak sekali..




Oh ya, masih di sepanjang tepian parit itu, ternyata ada beberapa batang pohon cabai yang tengah berbuah.. dan..saat kami mulai mencoba membersihkan rumput di sisi parit itu.. kangkung..banyak sekali..



Kami juga menemukan ada beberapa batang pohon ketela yang sudah masak di ujung halaman paling belakang, sebelum ini tertutup rimbunan daun dan jatuhan pelepah pohon kelapa..



Oh ya, kembali ke kweni, buah yang jatuh begitu banyak, bahkan Pemilik Rumah pun masih bisa membawa dua karung penuh.. Bahkan masih ada sisanya sekitar satu karung besar yang boleh dibagi-bagi ke para tetangga, diluar satu kardus besar yang diizinkan Pemilik untuk kami makan sendiri.

Itu semua, belum ditambah dua ekor ikan cukup besar, buah tangan Pemilik Rumah, saat berkunjung untuk mengambil buah kweni itu.




AlhamduliLlah.. Saat itu kami benar-benar dalam kesulitan. Tapi saat itu juga kami benar-benar merasakan bahwa Allah SWT memperhatikan hamba-hamba-Nya yang kesulitan sepanjang mereka meminta tolong hanya pada-Nya. Kami bisa makan dengan nikmat dengan lauk yang bervariasi. Malah terasa lebih nikmat dibanding biasanya. Untuk berbuka maupun sahur, penuh hidangan yang saaangat istimewa: nasi dengan potongan kweni asam-manis dengan bumbu sambal kecap, atau cah kangkung bumbu bawang-terasi, nasi liwet bumbu parut kelapa manis, ikan bakar dan sambal mangga, sayur bumbu tiga (tapi isinya hanya kangkung dan irisan ketela.. maksa sedikit tapi enak kok. red), ketela rebus panas, rujak mangga, pisang goreng, kelapa muda segar.. Bahkan lauk pauk buat bayi kecil kami pun terjamin.

Selama empat hari kami nikmati semua, sampai hari ke-11 keterlambatan, dimana akhirnya gaji kami dibayarkan juga.


Yah, kami memang akhirnya bisa hidup normal lagi. Tapi kami sungguh sangat bersyukur bahwa di saat kami tengah membutuhkan, Allah SWT memberikan semua yang kami butuhkan di sekeliling kami.

----


Sekali lagi, cerita keluarga itu mampu membangkitkan kami dari perasaan terpuruk karena.. yah biasa lah, persoalan hidup. Duh, jadi malu nih.. Mungkin sekali waktu Anda juga mengalaminya, tapi mungkin keluarga Anda lebih tabah, lebih mampu menghadapinya dibanding kami. Mudah2an selalu demikian, diberi keberkahan yang dari Allah atas keluarga Anda, dan semoga juga atas keluarga kami mulai hari ini.



Kami sendiri mungkin memang tidak seheboh keluarga kawan kami itu ceritanya. Tetapi saya rasa, dalam hal ini bukan masalah dia atau kita lebih “beruntung” atau lebih “sial”. Soalnya kita ngga pernah tahu peristiwa yang kita alami itu merupakan keberuntungan atau kesialan, apakah itu ujian atau malah musibah..

Tapi setidaknya, mendengar cerita kawan saya itu, ternyata kalo kita mau jujur dan berani membuka mata tidak terpaku pada diri sendiri, serta tidak berprasangka buruk sama Allah, banyak hal yang masih bisa kita syukuri, ya ? AlhamduliLlah..




Eh tapi terus terang, kami jadi malu nih. Beberapa waktu sebelumnya kami pernah mengingatkan tentang ini, eh kami masih juga mengulangi kesalahan yang sama seperti itu..

Tapi kini saya percaya bahwa semua hal yang menimpa kami, meskipun memang ada juga peran diri kami sendiri di sana, semua itu adalah bagian dari rencana-Nya. Dan kami yakin, rencana-Nya pasti indah pada waktunya, sepanjang kami ngga keluar dari jalur-Nya itu, aja.. Kalau bukan indahnya sekarang, ya insya Allah nanti..




Salam, Ari Latoeng

Tambahan
Kejadian serupa dengan ini juga ada ditulis Mas Bayu Gawtama di sini. Seperti juga kawan kami itu, tulisan ini juga sungguh menguatkan kami. Ternyata tiap keluarga memiliki masalahnya masing-masing, cuma tinggal ikhtiar dan keikhlasan menerima apapun hasilnya dengan penuh syukur yang membedakan keluarga yang satu dengan lainnya.. kadang-kadang membedakan "ujung" nasibnya juga sih..

11 comments:

  1. sama-sama mas, maaf saya sedang bingung kok formatnya ngga bisa diset lebih rapi yah ?
    ada apa dengan MP saya ini..

    ReplyDelete
  2. pengalaman menarik, thks for sharing.
    btw, bacanya emang agak susah :)
    kalo saya biasanya ngetik di NotePad (bukan MS Word), trus copy-paste ke template nya MP.
    Sejauh ini normal hasilnya ...

    ReplyDelete
  3. semoga apapun keadaan kita, kita msh bisa bersyukur dan selalu berpikiran baik kepada Allah ya.. ( adik ipar gue sampe2 mau bunuh diri lho, saking desperado nya ama keadaan dia yg skr) tp Alhamdulilah, semoga ga kejadian kayak gitu..

    ReplyDelete
  4. aamiyn. mudah2an ngga terjadi, insya Allah.

    alhamduliLlah, kalo di gw, tiap kali gw lagi ngerasa down, adaaa aja yang ngasi cerita ini atau itu yang menguatkan harapan.. dan semua itu selalu bikin gw kepingin sharing.. barangkali ada orang lain yang sempat se-desperate gw, gitu.. tapi yah, mudah2an sih jangan lah..

    ReplyDelete
  5. Gue aja ngga nyangka kalo adik ipar gue sampe punya pikiran kayak gt, padahal dia rajin sholat, rajin ke pengajian, dan buku2 nya pun kalo baca, yg berbau agama, makanya gue kaget, denger dari adik ipar gue yg lain, kalo dia udah desperado gitu, tp moga2 cuma becanda aja, pdahal kan yg lebih susah dr dia, banyak geto.

    ReplyDelete
  6. itu mungkin sama seperti reaksi kita ngga percaya saat kejadian ibu di bandung yang membunuh anak2nya, atau yang baru2 ini di malang. atau kejadian2 bunuh diri lainnya. yah bunuh diri itu mungkin pilihan terburuknya..

    tapi akhirnya gw sampe ke kesimpulan bahwa reaksi kita akan sesuatu, jauh lebih menentukan daripada sesuatu (aksi)-nya itu sendiri. gw jadi inget john c maxwell sama teori 90:10-nya. dan itu berlaku buat siapa aja, ngga peduli ahli agama maupun bukan, sebab meski dia ahli agama, pasti ada suatu waktu dimana level keimanan dia sedang kendor.. nah kalo dalam kasus gw sih bukan cuman kendor lagi.. emang dasarnya bolong-bolong.. untungnya masih banyak temen yang tanggap, ngeliat gw kira2 mau jebol, dia langsung kasi tangan.. alhamduliLlah.

    ReplyDelete
  7. jangan pernah lupa bersyukur setiap hari atas kejadian yang 'untung' atau 'sial' (istilah mas ari), kalaupun itu 'sial' maka mohon ampun, pasti ada perilaku kita yang lalai terutama pada Allah, yang lain, mungkin merugikan orang lain, dan anggaplah itu sebuah peringatan agar menjadi lebih baik.

    kuncinya setiap hari harus membaca ayat-ayat Allah, biar selalu bersyukur dan bersabar.

    ReplyDelete
  8. aamiyn. apalagi karena saya sendiri sebenernya ngga punya pengetahuan tentang mana yang "untung" dan mana yang "buntung".

    makasih bu udah ngingetin.

    ReplyDelete
  9. backyard belakang rumah memang handy. Bisa ditanam apa saja, fresh tuk keperluan dapur, tapi memang rumputnya itu menjengkelkan, dipotong tetap saja nekad tumbuh terus.

    ReplyDelete
  10. haha.. iya. belakang rumah kami waktu itu agak lebih kecil daripada keluarga kawan kami ini, tapi toh masih muat deh kalo dibikin 1 lapangan basket, lapangan bulutangkis, sama pendopo leyeh-leyeh-nya. dengan halaman seperti itu, ternyata kalo diinventarisir lagi kami ada 3 pohon kelapa, 1 mangga, 1 pisang kepok, dan 1 mengkudu.
    tapi ya itu, ngeberesin rumput dan daon jatuhnya, ribet. perasaan tiap 2 minggu harus potong rumput hehehe

    ReplyDelete