Tuesday, March 6, 2007

The Middle East Love Story: Jasmine and Osama

ini tidak cuma soal bangsa yahudi dan bangsa palestina,
ini bukan cuma soal penjajah dan yang dijajah,
tapi saya rasa kita tidak sedang bicara siapa benar dan siapa salah..
yang pasti, ini tentang nasib sepasang manusia yang dari dua bangsa bersaudara yang saling bertikai..

dalam situasi seperti itu, saya kok mendadak membatin, apa memang inilah yang Tuhan inginkan, atau barangkali adak hal lain yang bisa kami lakukan bagi mereka ?
tidak bermaksud ngga peduli siapa menjajah siapa dijajah


www.matthewgood.org/2007/02/jasmine-and-osama

http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2007/03/070301_mideastlove.shtml


Kisah Jasmine dan Osama

Oleh Matthew Price
BBC News Yerusalem


Dia adalah wanita Yahudi dari Israel berusia 26 tahun. Namanya
Jasmine Avissar. Sang pria adalah Osama Zaatar, pria Muslim Palestina berusia 27
tahun.


Kisah Jasmine dan Osama adalah kisah cinta, yang juga bercerita
tentang betapa dalamnya konflik antara Israel dan Palestina.

Mereka
berkenalan dan bertemu sewaktu sama-sama bekerja di satu tempat di Yerusalem,
dan tiga tahun lalu mereka menikah.

Awalnya mereka tinggal di Israel,
tetapi aparat berwenang Israel melarang Osama tinggal bersama istrinya di
sana.

Kemudian mereka pindah ke daerah Tepi Barat, tetapi beberapa orang
Palestina membuat hidup mereka amat sulit.

Orang asing

"Kami
sudah kehabisan pilihan dan jalan keluar dari hidup di Israel atau Palestina,"
kata Jasmine sambil mengisi tasnya dengan barang-barang.

Jasmine dan
Osama menyerah dan berencana pindah ke Eropa

"Kami lugu dan mengira kami
bisa menang dalam pertikaian ini tetapi kami tidak bisa. Jadi kami terpaksa
pindah dan memulai hidup baru di tempat lain."

Jasmine sudah mendapat
ijin untuk pergi. Osama memperkirakan ia tidak dapat segera menyusul
istrinya.

Kami berdiri di atas atap rumah mereka di desa. Sinar matahari
begitu terik.

Bebatuan menyelimuti kawasan perbukitan, dengan ratusan
pohon zaitun yang berusia ratusan tahun tersebar di mana-mana.

"Saya
merasa seperti orang asing di sini," kata Osama. "Padahal ini adalah tanah
kelahiran saya. Ini adalah tempat suci tetapi mereka saling membunuh. Tempat ini
seperti sudah kehilangan arah."

"Di sini tidak ada kesempatan. Saya hanya
ingin memulai di tempat baru."

Sedang diselidiki

Jasmine dan Osama
adalah pasangan yang unik di tempat ini. Masyarakat Israel dan Palestina
sama-sama tidak menerima pernikahan mereka.

Di dalam paspor Israel milik Jasmin, status pernikahannya tertulis
"sedang diselidiki".

"Pernikahan kami adalah hal yang manusiawi. Kami
jatuh cinta," kata Jasmine. "Masyarakat di sekitar kami membuat pernikahan kami
sebagai isu politik."

"Saya merasa seperti pengungsi. Begitu saya
memutuskan untuk berbeda dari orang kebanyakan saya tidak lagi dianggap bagian
dari negara saya."

Sebuah taksi datang, dan Osama mengangkat tas-tas
Jasmine.

Supir membawa mereka melintasi daerah Palestina yang diduduki
Israel. Mereka melewati pos penjagaan militer Israel.

Israel menguasai
daerah ini selama lebih dari 40 tahun.

Menyerah

"Bahkan di sini,
di tempat kelahiran Osama, saya sebagai orang Israel dianggap lebih berderajat
lebih tinggi," kata Jasmine sambil melihat ke luar jendela.

"Saya mudah pergi ke mana-mana. Tentara
membolehkan saya melintasi pos pemeriksaan. Mereka tidak menahan saya tetapi
mereka mungkin akan menahan Osama."

Jasmine kini menyerah dan dia akan
meninggalkan negaranya.

"Orang Yahudi selama ribuan tahun menjadi korban
tetapi sekarang negara saya berubah menjadi pihak yang membuat bangsa lain
menderita."

"Ini adalah hal yang sulit bagi saya. Orang Yahudi adalah
penjajah sekarang, dan kamilah yang rasis."

Taksi tiba di pos pemeriksaan
terakhir.

Kami berdiri di samping pos, dan Osama mengatakan kepada saya
mengapa dia juga memutuskan untuk pergi dari tanah airnya.

"Kami diancam.
Orang-orang mengatakan jika saya membawa istri saya ke sini, kami akan diserang.
Bahkan teman-teman saya sendiri yang mengatakannya. Mereka bilang saya adalah
pengkhianat."

"Ini membuat saya berpikir apa saya masih ingin
menjadi orang Palestina. Sebagian orang melihat saya sebagai utusan Israel. Ini
amat menyedihkan."

Mencari keselamatan

Mereka berjalan ke
arah pos pemeriksaan yang mengarah ke Tepi Barat dan masuk ke
Israel.

Mereka letakkan semua tas, dan berpelukan. Jasmine dan Osama
berciuman sebentar.
 
Saya bertanya kepada Osama apa yang dia harapkan dari kehidupan
barunya.

"Saya ingin bisa berjalan kaki dan tidak diperiksa oleh tentara
atau polisi Israel. Saya ingin merasa aman. Saya tidak pernah
merasakannya."

Jasmine tersenyum. "Saya hanya ingin hidup seperti
layaknya suami-istri yang lain, yang menghadapi masalah biasa seperti membayar
sewaan rumah. Saya tidak ingin menghadapi masalah politik besar di dalam rumah
tangga saya."

Hidup mereka di sini tidak bebas.

Osama tidak boleh
melintasi pos perbatasan bersama dengan Jasmine. Mereka tidak tahu kapan Osama
bisa bergabung dengan Jasmine di Eropa.

Mereka masih terperangkap di
tengah konflik antara Israel dan Palestina.


No comments:

Post a Comment