Saturday, May 18, 2013

Si Bleki



PAK HARTAWAN tidak menyukai Si Bleki.
Wolf & Full Moon - Free Pic from internet
Bleki adalah seekor anjing. Anjing Pemburu. Begitu hebat dan gagahnya, serta begitu buasnya ia terhadap haSil buruannya bagaikan seekor serigala, sehingga ia dijuluki Serigala Pemburu. Itulah Si Bleki, anjing pemburu andalan Pak Hartawan bila pergi berburu.
Ah, Bleki..! Badannya yang besar dan warna bulunya yang hitam mulus menambah pesona kegagahan anjing pemburu itu, Bulatan putih di atas kelopak matanya, menambah pesona kecantikan tersendiri, mengiringi kesan buas yang ada.
Telah cukup lama Bleki tinggal di rumah Pak Hartawan. Sebetulnya, Bleki telah tinggal di rumah itu sejak hari pernikahan Pak Hartawan dengan Bu Hartawan. Benar, Bleki memang milik Bu Hartawan.  Bu Hartawan sangat menyayangi Si Bleki.
Sayangnyaa.. Pak Hartawan, sebaliknya, sangat tidak menyukai Si Bleki.
Bleki telah dipelihara Bu Hartawan sejak masa gadisnya. Saat menikah, Bu Hartawan memutuskan untuk tetap memelihara Si Bleki.
“Untuk menjaga keamanan,” begitu kata Bu Hartawan setiap kali ditanyai tentang ini.
Tetap saja, Pak Hartawan tidak menyukai Si Bleki,

Selain saat berburu, Bleki ternyata seekor anjing penjaga yang sangat baik. Setiap orang yang ia curigai mengganggu stabilitas rumah tangga dab segala iSi rumah Bapak dan Ibu Hartawan akan ia jaga.  Bisa-bisa diikutinya terus orang itu, ke mana pun ia pergi. Salah satu orang uang selalu diawaSinya adalah Pak Hartawan sendiri. Itu, salah satu sebab Pak Hartawan tidak menyukai Bleki.
Sebab ketidaksukaan Pak Hartawan lainnya ialah sebab Bu Hartawan seolah sangat terikat dengan Bleki. Apa-apa Bleki.. ! Apa-apa selalu Bleki.. ! Selalu Bleki, Bleki, dan Bleki ! Biaya harian Bleki sampai-sampai nyaris melampaui biaya sehari-hari Bapak dan Ibu Hartawan. Perhatian Bu Hartawan terhadap Bleki juga nyaris melebihi perhatian Bu Hartawan kepada Pak Hartawan.
Pak Hartawan tidak suka Bleki. Itu sudah jelas.
Dan Bleki sendiri pun agaknya juga tidak suka pada Pak Hartawan.
Keduanya menyadari bahwa keduanya tidak saling menyukai.
Sudah jelas Pak Haryawan tidak tahan dengan kehadiran Bleki. Bahkan ia, dijaga oleh Bleki di rumahnya sendiri.
Apa-apaan ini !? Begitu selalu pikirnya. Tetapi tak berani juga diungkapkannya pikirannya itu pada Bu Hartawan.. sebab setiap ada pembicaraan menyangkut Bleki, reaksi Bu Hartawan bisa menjadi sangat menyeramkan seperti induk serigala menjaga anaknya.

SUATU HARI, dirancangnya sebuah rencana untuk menyingkirkan Bleki. Malam-malam, dipancingnya Bleki ke garasi. Sesuai perkiraan Pak Hartawan. Bleki akan mengikuti setiap gerak-geriknya.
Berhasil ! Pak Hartawan berhasil menjebak Bleki masuk ke dalam bagasi Porsche-nya.
Segera dilarikannya sedan mewah itu ke hutan di pinggur kota. Dengan sekali sentakan tuas di dashboard-nya kap bagasi membuka dan Bleki segera melompat keluar..
Hehehe.. Pak Haryawan tersenyum puas melihat Bleki hanya bisa berdiri mematung mengawasi Porsche Pak Hartawan berputar melaju pulang. Sepanjang perjalanan pulang, tertawalah Pak Hartawan melampiaskan segala kegeramannya selama ini. Tertawa ia karena girangnya lepas dari Bleki.
Pak Hartawan masih tersenyum sangat lebar saat mobilnya itu sampai rumah. Diparkirnya Porsche itu di garasi dengan riang bersiul-siul. Bernyanyi kecil, Pak Hartawan melangkah dengan riang mengikuti irama memasuki rumahnya.
Tersenyum lebar, Pak Hartawan menghampiri istrinya yang tengah bersantai membaca surat kabar di ruang keluarga.  
Tetapi..
Sirnalah senyum itu seketika, ketika Pak Hartawan menyadari istrinya membaca surat kabar sambil membelai kepala seekor anjing..
Coba tebak.. Siapa lagi, kalau bukan Bleki !?
..dan mata serta mulut Bleki berayun, menggeh-menggeh seiring dengusan napasnya, bagai tengah mengejek Pak Hartawan yang gagal menyingkirkannya.
Pak Hartawan tak tahan lagi.
Berlari kecil ia ke kamar mandi..  mengunci diri, diam menenangkan diri.

SEMAKIN LAMA, Pak Hartawan semakin ingin melenyapkan Bleki.
Kali ini, Pak Hartawan sungguh-sungguh dan sungguh ingin melenyapkan Bleki.
Sudah beberapa hari ini, Pak Hartawan Sibuk mencari-cari orang upahan. Orang-orang terbaik di bidangnya: Pembunuh profesional !
Dijanjikannya upah yang sangat tinggi bila Sang Profesional dan kawanannya mampu menyingkirkan Bleki lenyap dari muka bumi.
Sang Profesional itu mengangkat alis dan terkekeh pelan saat mengetahui sasaran mereka, Bleki, hanyalah seekor anjing.
Pak Hartawan mengernyitkan kening. Dari pengalamannya kemarin, ia tahu menyingkirkan Bleki bukanlah pekerjaan main-main. Itulah sebabnya Pak Hartawan dengan sangat serius memperingatkan para profesional itu untuk tidak main-main.
Ya ! Sang Profesional itu kini tidak main-main !

Malamnya, sengaja pintu pagar pekarangan tidak dikunci Pak Hartawan. Seperti telah diduga, Bleki mengetahui ada pintu yang berada dalam keadaan tak terkunci. Tentu saja, Bleki segera berjaga-jaga di halaman, menjaga setiap kemungkinan.
Tapi, manalah sanggup kelihaian Sang Profesional ia lawan ?! Sebuah peluru bius yang ditembakkan dari jarak jauh dengan senapan berperedam berhasil melumpuhkan Bleki.
Segera saja, tubuh Bleki telah berada dalam karung.
Sementara karung berisi Bleki dipindahkan oleh kawanan pembunuh itu, Sang Profesional mengetuk pintu rumah Pak Hartawan bak tetamu yang hendak berjumpa.
Pak Hartawan keluar. Dari senyum Sang Profesional, tahulah ia bahwa Bleki sudah berhasil dilumpuhkan. Maka berpamitanlah Pak Hartawan kepada istrinya seolah ada keperluan bersama kawan. Tak mau pula Pak Hartawan kehilangan saat saat menegangkan menyaksikan Bleki lenyap dari pandangan.
Beriringan, mobil Pak Hartawan dan mobil Sang Profesional berikut kawanannya menuju pelabuhan.  Di pelabuhan, telah menunggu rekan Sang Profesional lainnya dengan beban pemberat. Segera saja Sang Profesional membuang karung beriSi Bleki yang telah dibebani pemberat. Pemberat yang pastinya cukup berat untuk memastikan karung berisi Bleki itu tenggelam sampai ke dasar laut. Ya, Sang Profesional melemparkan karung itu ke air yang dalam di tengah keheningan malam dermaga.
Sekian menit berlalu dan tidak ada tanda kehidupan, Pak Hartawan segera menyerahkan uang pada Sang Profesional sesuai perjanjian. Lalu pulanglah Pak Hartawan dengan riang.

Sampai di gerbang depan, terkejutlah Pak Hartawan melihat ada mobil polisi dan ambulans. Segera saja ia berlari mendekat untuk segera mengetahui apa yang terjadi.
Setibanya di dalam, segera saja ia dipeluk oleh Sang Istri. Diceritakan oleh Sang Istri apa yang telah terjadi. Bahwa ada penjahat yang merampok uang di rumah, tetapi untunglah ada perlawanan dari Si Bleki sehingga penjahat itu tersudut dan mati tenggelam di kolam renang.
Bleki !?
Pak Hartawan terkejut.
Alarm di kepalanya berbunyi.
Firasat buruk segera muncul di lubuk hati.
Segeralah Pak Hartawan berlari ke lokasi. Firasatnya mencoba mendua apa yang terjadi.. Kebetulan pula mayat Sang Penjahat tengah dievakuasi.
Dan tak lagi terkejut Pak Hartawan melihat wajah Sang Profesional mati..
Dan tak lagi terkejut Pak Hartawan saat disodoran polisi barang bukti. Dikenalinya amplop berisi uang itu sebagai amplop yang tadi diserahkannya kepada Sang Profesional untuk membunuh Bleki..
Ah betul.. di mana Bleki !?
Astagaa ! Bleki tengah bermalas-malasan di  atas kursi kolam renang, mengawasi Pak Hartawan yang geram setengah mati. Ya ! Pak Hartawan kalah lagi satu kali !

MALAM ITU, Pak Hartawan duduk merokok di kursi.
Kesal di hatinya kian menjadi.
Dipandanginya Si Bleki yang juga tengah mengawasi.
Semakin lama, semakin kuatlah rasa benci..
Semakin lama, semakin besar nafsu amarah di hati..
Semakin lama, semakin hilang kendali penguasaan diri..
Pak Hartawan tegak berdiri.
Dilangkahkannya kaki menuju gudang penyimpanan perkakas besi.
Diambilnya dengan penuh nafsu kapak besi.
Segera saja Pak Hartawan berlari mengejar Bleki yang masih tegak berdiam mengawasi.
Sekian gelap mata hati, sepersekian kejap ayunan kapak besi.. Tak sempat mengelak Si Bleki, segeralah ia tersungkur mati.
Ya ! Bleki kini terkapar mati..!
Puas Pak Hartawan memandangi tubuh Si Mati.. kala didengarnya jerit kemarahan dan tak puas hati.. Ya ! Bu Hartawan yang berteriak, memprotes tindakan Sang Suami.
Bu Hartawan tidak melihat ada alasan Pak Hartawan untuk membunuh Si Bleki. Dengan kasar Bu Hartawan menanyakan tindakan suaminya yang dikatakannya sebagai kejam tak terperi.
Gelap mata Pak Hartawan.
Dengan tangan masih menggenggam kapak besi, sepersekian kejap saja, nasib Bu Hartawan segera menyusul Si Bleki.
....
Tertegun sejenak Pak hartawan melihat hasil perbuatan diri.
....
Tapi lalu tertawalah ia  melepas segala emosi yang berkecamuk di dalam hati.
Tertawa ia seorang diri.
Puas tertawa, diseretnya kedua tubuh itu ke halaman belakang. Digalinya semacam lubang di sana.. lalu dikuburkannya kedia tubuh itu di sana.
Terkekeh puas, ia berkata: “Teruntuk istriku, yang lebih mencintai anjing daripada suaminya.. Yang mati dan dikubur bersama anjing kesayangannya..”
Tertawalah Pak Hartawan.
Tertawa..
Tawa pilu ?! Lara ?! Bahagia ?!
Entahlah.. tumpah ruah segala emosi.

MALAM INI, Pak Hartawan duduk merokok di kursi.
Dalam genggamannya, ada kapak besi.
Menit demi menit terus berganti.
Jam demi jam, duduklah Pak Hartawan dalam sepi.
Hanya duduk dan merokok di kursi.
Sedang dalam genggaman tangannya ada kapak besi.
Hanya duduk menanti.
Menanti pembalasan dari Si Bleki.
....

MALAM ITU JUGA, sudah berdiri di luar jendela, dua sosok tubuh memperhatikan Pak Hartawan duduk di kursi.
Seorang perempuan dan seekor anjing.
Yang perempuan membelai-belai Si Anjing. Si Anjing terus memperhatikan yang duduk di kursi..
Si Perempuan, dengan lembut berkata pada Si Anjing, “Kasihan sekali Suamiku. Dia tidak tahu apa yang telah dia nikahi..”
Si Anjin mendengus, seakan membenarkan perkataan Si Perempuan tadi.
Si Perempuan menghela napas panjang seperti menyesalkan perbuatan suaminya. Penuh kelembutan, dipandanginya wajah Sang Suami yang masih saja duduk membisu dalam sepi.
“Dia tidak tahu bahwa kita, kaum Manusia-Serigala tidak semudah itu mati..”
Si Anjing, salah ! Si Serigala mendengus membenarkan perkataan ini.
“Ia sudah melukai kita. Tetapi.. Apakah kita harus juga membalas perlakuan Suamiku tadi ?” Si Perempuan bertanya pada diri sendiri.. Menengok ia pada Sang Serigala bagai hendak minta sepakatnya hati, “Bagaimanapun juga, dia suamiku yang kucintai..”
Si Serigala kali ini diam tak bereaksi.. seakan menyerahkan keputusan pada Sang Istri sendiri.
Si Perempuan, alias Sang Istri, masih terdiam sambil terus saja membelai kepala Si Serigala Bleki.
....

PAK HARTAWAN masih terus duduk di kursi..
Duduk merokok terus seorang diri.
Sedang di genggaman tangannya ada kapak besi.
Terus menanti..
Menanti pembalasan dari Serigala Bleki..
.... 


Kamis 25 Juli 1996 02:46 WITA
Kompleks  III No. 7
Jalan Balaikota Lama II, Home Base, Wua-wua, Kendari 93117

Dulu, tulisan ini dibuat karena mendadak teringat kawan SMA seangkatan, yang meninggal dunia beberapa waktu sebelumnya:  Aryo “Bancet” Soegiarto (alm). Usia saya 23 tahun saat itu.
Malam sebelumnya, Rabu 24 Juli 1996 23:30 WITA s.d Kamis 25 Juli 1996 01:00 WITA,  tema Happy Landing yang kami bawakan di radio adalah “Bagaimana bila malam ini adalah malam terakhir kita di dunia”

Pada saatnya nanti, kami pun akan menyusulmu pulang, bro..
Sebab mati, adalah masa depan yang paling pasti.

No comments:

Post a Comment