Saturday, October 4, 2008

RI Harus Mengantisipasi Krisis


original article: http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/04/07051644/ri.harus.mengantisipasi.krisis
/Home/Bisnis & Keuangan/Ekonomi
RI Harus Mengantisipasi Krisis
Presiden AS George W. Bush saat menyampaikan paket penyelamatan ekonomi pemerintahnya di Diplomatic Reception Room, Gedung Putih, Washington, DC, 30 September 2008.
Sabtu, 4 Oktober 2008 | 07:05 WIB

JAKARTA, SABTU - Banyak negara sudah berbicara soal cara mengantisipasi dampak buruk krisis ekonomi di AS di negara masing-masing. RI juga diharapkan melakukan hal serupa ketimbang terlambat dan kemudian terjerembab pada masalah lebih dalam.

Bicara soal antisipasi, kepada Kompas, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menekankan pentingnya mempercepat reformasi ekonomi. Hal ini terasa abstrak, klasik, dan membosankan. Akan tetapi, reformasi itu mendesak untuk dilakukan, seperti percepatan perbaikan iklim investasi, perbaikan sarana dan prasarana, serta percepatan pengadaan listrik, yang menjadi keluhan umum investor.

Jika hal ini dilakukan, arus dana yang mengering dari bursa saham dan bursa uang bisa dikompensasikan dengan arus masuk uang dari penanaman modal asing langsung.

Mari Pangestu mengatakan, ini adalah hal yang harus dilakukan jika krisis keuangan di AS berlangsung lebih lama. Sejauh ini, kata Mari Pangestu, ekspor Indonesia masih meningkat pesat ke Asia Timur juga AS dan Eropa. Sejauh ini tampaknya tak ada masalah. Namun, jika krisis ekonomi di AS berlangsung lebih lama, ekspor Indonesia ke Asia Timur juga bisa terpengaruh alias berdampak negatif. Masalahnya ekonomi di Asia Timur, yang menjadi landasan utama ekspor RI, juga bergantung pada keadaan ekonomi Eropa dan AS.

Melihat kecenderungan pelemahan ekonomi di AS, yang sudah merembet ke Perancis, jelas Indonesia harus serius melakukan antisipasi dini. Analisis IMF menunjukkan, ada 113 krisis keuangan (termasuk krisis perbankan) di 17 negara industri dalam 30 tahun terakhir. Hanya setengah dari krisis itu yang memicu resesi. Namun, krisis di AS diperburuk dengan krisis perbankan. Merujuk pada analisis IMF, dampak buruk dari krisis perbankan dua atau tiga kali lebih besar karena bisa membuat aliran dana tersendat, dan membuat sumber permodalan mengering. ”Besaran krisis keuangan di AS sangat krusial,” kata Subir Lall, Wakil Ketua Divisi Riset IMF. Ia mengatakan, besar potensi penurunan ekonomi AS akibat krisis sektor perbankan, termasuk bank investasi.

Rencana darurat

Di Seoul, Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak meminta teknokrat ekonomi menyiapkan rencana darurat mengantisipasi skenario terburuk dari krisis keuangan AS. Presiden Lee meminta otoritas menjamin kebutuhan dana-dana yang diperlukan perusahaan lokal, termasuk kebutuhan akan dollar AS.

Presiden Lee juga sudah mengusulkan koordinasi dengan para menteri keuangan China dan Jepang untuk merespons pada potensi krisis. ”Semua birokrat harus memberi respons tanpa mengeluh dan harus menyusun rencana darurat,” kata Presiden Lee. Hal ini dinyatakan karena investor asing sudah mulai menarik dana dari Korea Selatan dan menyebabkan sumber permodalan bagi bisnis menyurut.

Presiden Filipina Gloria Macapagal-Arroyo juga mengatakan, memantau secara saksama perkembangan krisis. ”Masalahnya tidak ada negara yang akan lepas dari dampak krisis,” kata Presiden Arroyo.

Federasi Industri Thailand (FTI) juga mengadakan pertemuan dengan Menkeu Thailand Suchart Thada-Thamrongvech, Jumat (2/10). Dalam pertemuan itu, Presiden FTI Santi Vilassakdanont mengatakan, krisis di AS telah menyebabkan produk ekspor Thailand melemah akibat penurunan pertumbuhan ekonomi di negara tujuan ekspor. FTI mengajukan delapan langkah yang penting dilakukan, seperti penurunan bea masuk impor, peningkatan keyakinan konsumen, dan penurunan pajak korporasi. FTI meminta otoritas moneter mengawasi produk-produk investasi asing yang beracun (toxic)

Jangan puas diri

Hal serupa juga dikatakan ekonom Dr Rizal Ramli. ”Kita selama ini seperti merasa puas diri dan mendaulat sukses ekonomi karena terjadi kenaikan harga komoditas ekspor. Rasa bangga itu kini gugur karena harga-harga komoditas sudah anjlok. Pernyataan bahwa ekonomi makro baik- baik saja seharusnya ditelaah kembali,” kata Rizal.

Rizal menyarankan, bangunlah ekonomi Indonesia dengan mengembangkan atau mendorong produktivitas dan ini adalah hal urgen. Faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi, lagi-lagi kembali pada desakan soal perbaikan pelayanan birokrasi, penghapusan pungutan- pungutan, red tape, dan lainnya. ”Ini tidak saja berguna untuk mendatangkan investasi asing, tetapi juga merangsang aktivitas ekonomi domestik. Ini terkesan naif, tetapi jika dilakukan secara saksama dan berkesinambungan, ekonomi Indonesia akan memiliki pijakan kuat,” katanya.

Rizal Ramli mengatakan, China telah menunjukkan hal itu, yakni dengan memperbaiki pelayanan pada investor yang meningkatkan produktivitas dan ekspor. Dari hasil ekspor, China memiliki cadangan devisa lebih dari 1,5 triliun dollar AS, tertinggi di dunia. Hal ini membuat ekonomi China menjadi salah satu yang paling solid di dunia dan Pemerintah China bisa memiliki kas yang mencukupi untuk memompa perekonomian jika krisis di AS memberi dampak negatif.

Sisi moneter

Antisipasi dari sektor moneter juga harus dilakukan. Ekonom A Tony Prasetiantono menyarankan agar BI tetap mempertahankan suku bunga inti (BI Rate). Masalahnya, jika BI menaikkan suku bunga, hal ini akan mengetatkan peredaran uang, yang justru tidak pas pada saat pasar modal sedang ketat. Jika BI menurunkan suku bunga, inflasi akan menjadi ancaman dari sisi lain. Sebaiknya BI tidak perlu melakukan intervensi atau tidak perlu mengubah suku bunga dan cukup dengan mempertahankan BI Rate pada level 9,25 persen.

Pengamat pasar modal, Januar Rizky, kembali mengkritik otoritas Indonesia yang terkesan menganggap sepele krisis keuangan AS, yang sudah mengorbankan Indonesia, berupa kerugian yang dialami warga kaya Indonesia yang membeli produk-produk Investasi asing.

Januar meminta otoritas tidak lengah. Masalahnya, kerugian yang dialami korporasi AS juga membuat mereka mencoba mencari celah, dengan bermain di bursa saham dan di pasar uang di negara berkembang. Celah itu harus disumbat.

”Jika tidak, secara perlahan dana RI akan tersedot lewat permainan di bursa, dari naik turunnya indeks di bursa saham dan kurs rupiah,” kata Januar, yang meminta investor awam absen dulu dari bursa.



Sumber : Kompas Cetak

No comments:

Post a Comment