Bleki adalah seekor anjing. Anjing Pemburu. Begitu
hebat dan gagahnya, serta begitu buasnya ia terhadap haSil buruannya bagaikan
seekor serigala, sehingga ia dijuluki Serigala Pemburu. Itulah Si Bleki, anjing
pemburu andalan Pak Hartawan bila pergi berburu.
Ah, Bleki..! Badannya yang
besar dan warna bulunya yang hitam mulus menambah pesona kegagahan anjing
pemburu itu, Bulatan putih di atas kelopak matanya, menambah pesona kecantikan
tersendiri, mengiringi kesan buas yang ada.
Telah cukup lama Bleki tinggal
di rumah Pak Hartawan. Sebetulnya, Bleki telah tinggal di rumah itu sejak hari
pernikahan Pak Hartawan dengan Bu Hartawan. Benar, Bleki memang milik Bu
Hartawan. Bu Hartawan sangat menyayangi Si
Bleki.
Sayangnyaa.. Pak Hartawan,
sebaliknya, sangat tidak menyukai Si Bleki.
Bleki telah dipelihara Bu
Hartawan sejak masa gadisnya. Saat menikah, Bu Hartawan memutuskan untuk tetap
memelihara Si Bleki.
“Untuk menjaga keamanan,”
begitu kata Bu Hartawan setiap kali ditanyai tentang ini.
Tetap saja, Pak Hartawan tidak
menyukai Si Bleki,
Selain saat berburu, Bleki
ternyata seekor anjing penjaga yang sangat baik. Setiap orang yang ia curigai
mengganggu stabilitas rumah tangga dab segala iSi rumah Bapak dan Ibu Hartawan
akan ia jaga. Bisa-bisa diikutinya terus
orang itu, ke mana pun ia pergi. Salah satu orang uang selalu diawaSinya adalah
Pak Hartawan sendiri. Itu, salah satu sebab Pak Hartawan tidak menyukai Bleki.
Sebab ketidaksukaan Pak
Hartawan lainnya ialah sebab Bu Hartawan seolah sangat terikat dengan Bleki. Apa-apa Bleki.. ! Apa-apa selalu Bleki.. ! Selalu
Bleki, Bleki, dan Bleki ! Biaya harian Bleki sampai-sampai nyaris melampaui
biaya sehari-hari Bapak dan Ibu Hartawan. Perhatian Bu Hartawan terhadap Bleki
juga nyaris melebihi perhatian Bu Hartawan kepada Pak Hartawan.
Pak Hartawan tidak suka Bleki.
Itu sudah jelas.
Dan Bleki sendiri pun agaknya juga
tidak suka pada Pak Hartawan.
Keduanya menyadari bahwa
keduanya tidak saling menyukai.
Sudah jelas Pak Haryawan tidak
tahan dengan kehadiran Bleki. Bahkan ia, dijaga oleh Bleki di rumahnya sendiri.
Apa-apaan ini !? Begitu selalu pikirnya. Tetapi tak berani juga
diungkapkannya pikirannya itu pada Bu Hartawan.. sebab setiap ada pembicaraan
menyangkut Bleki, reaksi Bu Hartawan bisa menjadi sangat menyeramkan seperti
induk serigala menjaga anaknya.
SUATU HARI, dirancangnya sebuah rencana untuk menyingkirkan Bleki. Malam-malam,
dipancingnya Bleki ke garasi. Sesuai perkiraan Pak Hartawan. Bleki akan
mengikuti setiap gerak-geriknya.
Berhasil ! Pak Hartawan berhasil
menjebak Bleki masuk ke dalam bagasi Porsche-nya.
Segera dilarikannya sedan mewah
itu ke hutan di pinggur kota. Dengan sekali sentakan tuas di dashboard-nya kap bagasi membuka dan
Bleki segera melompat keluar..
Hehehe.. Pak Haryawan tersenyum
puas melihat Bleki hanya bisa berdiri mematung mengawasi Porsche Pak Hartawan
berputar melaju pulang. Sepanjang perjalanan pulang, tertawalah Pak Hartawan
melampiaskan segala kegeramannya selama ini. Tertawa ia karena girangnya lepas
dari Bleki.
Pak Hartawan masih tersenyum
sangat lebar saat mobilnya itu sampai rumah. Diparkirnya Porsche itu di garasi
dengan riang bersiul-siul. Bernyanyi kecil, Pak Hartawan melangkah dengan riang
mengikuti irama memasuki rumahnya.
Tersenyum lebar, Pak Hartawan
menghampiri istrinya yang tengah bersantai membaca surat kabar di ruang
keluarga.
Tetapi..
Sirnalah senyum itu seketika,
ketika Pak Hartawan menyadari istrinya membaca surat kabar sambil membelai
kepala seekor anjing..
Coba tebak.. Siapa lagi, kalau
bukan Bleki !?
..dan mata serta mulut Bleki
berayun, menggeh-menggeh seiring
dengusan napasnya, bagai tengah mengejek Pak Hartawan yang gagal
menyingkirkannya.
Pak Hartawan tak tahan lagi.
Berlari kecil ia ke kamar
mandi.. mengunci diri, diam menenangkan
diri.
SEMAKIN LAMA, Pak Hartawan semakin ingin melenyapkan Bleki.
Kali ini, Pak Hartawan
sungguh-sungguh dan sungguh ingin melenyapkan Bleki.
Sudah beberapa hari ini, Pak
Hartawan Sibuk mencari-cari orang upahan. Orang-orang terbaik di bidangnya:
Pembunuh profesional !
Dijanjikannya upah yang sangat
tinggi bila Sang Profesional dan kawanannya mampu menyingkirkan Bleki lenyap
dari muka bumi.
Sang Profesional itu mengangkat
alis dan terkekeh pelan saat mengetahui sasaran mereka, Bleki, hanyalah seekor
anjing.
Pak Hartawan mengernyitkan
kening. Dari pengalamannya kemarin, ia tahu menyingkirkan Bleki bukanlah
pekerjaan main-main. Itulah sebabnya Pak Hartawan dengan sangat serius
memperingatkan para profesional itu untuk tidak main-main.
Ya ! Sang Profesional itu kini
tidak main-main !
Malamnya, sengaja pintu pagar
pekarangan tidak dikunci Pak Hartawan. Seperti telah diduga, Bleki mengetahui
ada pintu yang berada dalam keadaan tak terkunci. Tentu saja, Bleki segera
berjaga-jaga di halaman, menjaga setiap kemungkinan.
Tapi, manalah sanggup kelihaian
Sang Profesional ia lawan ?! Sebuah peluru bius yang ditembakkan dari jarak
jauh dengan senapan berperedam berhasil melumpuhkan Bleki.
Segera saja, tubuh Bleki telah
berada dalam karung.
Sementara karung berisi Bleki
dipindahkan oleh kawanan pembunuh itu, Sang Profesional mengetuk pintu rumah
Pak Hartawan bak tetamu yang hendak berjumpa.
Pak Hartawan keluar. Dari
senyum Sang Profesional, tahulah ia bahwa Bleki sudah berhasil dilumpuhkan. Maka
berpamitanlah Pak Hartawan kepada istrinya seolah ada keperluan bersama kawan.
Tak mau pula Pak Hartawan kehilangan saat saat menegangkan menyaksikan Bleki
lenyap dari pandangan.
Beriringan, mobil Pak Hartawan dan
mobil Sang Profesional berikut kawanannya menuju pelabuhan. Di pelabuhan, telah menunggu rekan Sang Profesional
lainnya dengan beban pemberat. Segera saja Sang Profesional membuang karung
beriSi Bleki yang telah dibebani pemberat. Pemberat yang pastinya cukup berat untuk
memastikan karung berisi Bleki itu tenggelam sampai ke dasar laut. Ya, Sang
Profesional melemparkan karung itu ke air yang dalam di tengah keheningan malam
dermaga.
Sekian menit berlalu dan tidak
ada tanda kehidupan, Pak Hartawan segera menyerahkan uang pada Sang Profesional
sesuai perjanjian. Lalu pulanglah Pak Hartawan dengan riang.
Sampai di gerbang depan,
terkejutlah Pak Hartawan melihat ada mobil polisi dan ambulans. Segera saja ia
berlari mendekat untuk segera mengetahui apa yang terjadi.
Setibanya di dalam, segera saja
ia dipeluk oleh Sang Istri. Diceritakan oleh Sang Istri apa yang telah terjadi.
Bahwa ada penjahat yang merampok uang di rumah, tetapi untunglah ada perlawanan
dari Si Bleki sehingga penjahat itu tersudut dan mati tenggelam di kolam
renang.
Bleki !?
Pak Hartawan terkejut.
Alarm di kepalanya berbunyi.
Firasat buruk segera muncul di
lubuk hati.
Segeralah Pak Hartawan berlari
ke lokasi. Firasatnya mencoba mendua apa yang terjadi.. Kebetulan pula mayat
Sang Penjahat tengah dievakuasi.
Dan tak lagi terkejut Pak
Hartawan melihat wajah Sang Profesional mati..
Dan tak lagi terkejut Pak
Hartawan saat disodoran polisi barang bukti. Dikenalinya amplop berisi uang itu
sebagai amplop yang tadi diserahkannya kepada Sang Profesional untuk membunuh
Bleki..
Ah betul.. di mana Bleki !?
Astagaa ! Bleki tengah
bermalas-malasan di atas kursi kolam
renang, mengawasi Pak Hartawan yang geram setengah mati. Ya ! Pak Hartawan
kalah lagi satu kali !
MALAM ITU, Pak Hartawan duduk merokok di kursi.
Kesal di hatinya kian menjadi.
Dipandanginya Si Bleki yang juga
tengah mengawasi.
Semakin lama, semakin kuatlah
rasa benci..
Semakin lama, semakin besar
nafsu amarah di hati..
Semakin lama, semakin hilang
kendali penguasaan diri..
Pak Hartawan tegak berdiri.
Dilangkahkannya kaki menuju
gudang penyimpanan perkakas besi.
Diambilnya dengan penuh nafsu
kapak besi.
Segera saja Pak Hartawan
berlari mengejar Bleki yang masih tegak berdiam mengawasi.
Sekian gelap mata hati,
sepersekian kejap ayunan kapak besi.. Tak sempat mengelak Si Bleki, segeralah
ia tersungkur mati.
Ya ! Bleki kini terkapar mati..!
Puas Pak Hartawan memandangi
tubuh Si Mati.. kala didengarnya jerit kemarahan dan tak puas hati.. Ya ! Bu
Hartawan yang berteriak, memprotes tindakan Sang Suami.
Bu Hartawan tidak melihat ada alasan
Pak Hartawan untuk membunuh Si Bleki. Dengan kasar Bu Hartawan menanyakan
tindakan suaminya yang dikatakannya sebagai kejam tak terperi.
Gelap mata Pak Hartawan.
Dengan tangan masih menggenggam
kapak besi, sepersekian kejap saja, nasib Bu Hartawan segera menyusul Si Bleki.
....
Tertegun sejenak Pak hartawan
melihat hasil perbuatan diri.
....
Tapi lalu tertawalah ia melepas segala emosi yang berkecamuk di dalam
hati.
Tertawa ia seorang diri.
Puas tertawa, diseretnya kedua
tubuh itu ke halaman belakang. Digalinya semacam lubang di sana.. lalu
dikuburkannya kedia tubuh itu di sana.
Terkekeh puas, ia berkata: “Teruntuk
istriku, yang lebih mencintai anjing daripada suaminya.. Yang mati dan dikubur
bersama anjing kesayangannya..”
Tertawalah Pak Hartawan.
Tertawa..
Tawa pilu ?! Lara ?! Bahagia ?!
Entahlah.. tumpah ruah segala
emosi.
MALAM INI, Pak Hartawan duduk merokok di kursi.
Dalam genggamannya, ada kapak
besi.
Menit demi menit terus
berganti.
Jam demi jam, duduklah Pak
Hartawan dalam sepi.
Hanya duduk dan merokok di
kursi.
Sedang dalam genggaman
tangannya ada kapak besi.
Hanya duduk menanti.
Menanti pembalasan dari Si
Bleki.
....
MALAM ITU JUGA, sudah berdiri di luar jendela, dua sosok tubuh memperhatikan
Pak Hartawan duduk di kursi.
Seorang perempuan dan seekor
anjing.
Yang perempuan membelai-belai
Si Anjing. Si Anjing terus memperhatikan yang duduk di kursi..
Si Perempuan, dengan lembut
berkata pada Si Anjing, “Kasihan sekali Suamiku. Dia tidak tahu apa yang telah
dia nikahi..”
Si Anjin mendengus, seakan
membenarkan perkataan Si Perempuan tadi.
Si Perempuan menghela napas
panjang seperti menyesalkan perbuatan suaminya. Penuh kelembutan, dipandanginya
wajah Sang Suami yang masih saja duduk membisu dalam sepi.
“Dia tidak tahu bahwa kita,
kaum Manusia-Serigala tidak semudah itu mati..”
Si Anjing, salah ! Si Serigala mendengus membenarkan perkataan ini.
“Ia sudah melukai kita.
Tetapi.. Apakah kita harus juga membalas perlakuan Suamiku tadi ?” Si Perempuan
bertanya pada diri sendiri.. Menengok ia pada Sang Serigala bagai hendak minta
sepakatnya hati, “Bagaimanapun juga, dia suamiku yang kucintai..”
Si Serigala kali ini diam tak
bereaksi.. seakan menyerahkan keputusan pada Sang Istri sendiri.
Si Perempuan, alias Sang Istri,
masih terdiam sambil terus saja membelai kepala Si Serigala Bleki.
....
PAK HARTAWAN masih terus duduk di kursi..
Duduk merokok terus seorang
diri.
Sedang di genggaman tangannya
ada kapak besi.
Terus menanti..
Menanti pembalasan dari
Serigala Bleki..
Kamis 25 Juli 1996 02:46 WITA
Kompleks III No. 7
Jalan Balaikota Lama
II, Home Base, Wua-wua, Kendari 93117
Dulu, tulisan ini
dibuat karena mendadak teringat kawan SMA seangkatan, yang meninggal dunia
beberapa waktu sebelumnya: Aryo “Bancet”
Soegiarto (alm). Usia saya 23 tahun saat itu.
Malam sebelumnya, Rabu
24 Juli 1996 23:30 WITA s.d Kamis 25 Juli 1996 01:00 WITA, tema Happy Landing yang kami bawakan di
radio adalah “Bagaimana bila malam ini adalah malam terakhir kita
di dunia”
Pada saatnya nanti,
kami pun akan menyusulmu pulang, bro..
Sebab mati, adalah masa depan yang paling pasti.
No comments:
Post a Comment