Masih ingat dengan kawan saya yang didera kesulitan sehingga terpaksa harus menjual koran-koran bekas di rumahnya ?
Hampir tepat sebulan yang lalu, kawan tersebut kembali bercerita untuk menghibur saya, untuk mengingatkan ketika saya mengeluh kesulitan..
Begini ceritanya:
----
Kejadian ini hanya terpaut beberapa bulan sejak peristiwa koran bekas itu. Waktu itu, kami pindah ke rumah kontrakan yang lebih murah sehingga ada kelebihan untuk membeli beberapa peralatan rumah tangga, antara lain kompor gas dan tabung gas-nya..
Saat-saat demikian, kami tentu kembali memilih untuk berpuasa. Beras, meski sebenarnya cukup untuk semua orang selama seminggu, hanya digunakan untuk bubur si kecil (usia balita pasangan ini saat itu sudah boleh makan bubur selain susu. red). Untuk kaldu buburnya, alhamduliLlah kalau hanya satu atau dua batang ceker ayam biasanya tidak dihitung; apalagi kalau “membeli”-nya ke pasar pagi-pagi sekali, meski harus berjalan kaki cukup jauh.
Ketika pulang dari pasar itu, mendadak kami berpapasan dengan Pemilik Rumah. Setelah berbasa-basi sejenak, mendadak beliau berkata bahwa kami boleh memanfaatkan buah dan atau tanaman yang tumbuh di halaman rumah. Saat itu kami masih beranggapan itu basa-basi biasa. Lagipula terus terang saja, kami jarang tengok-tengok halaman kami, khususnya belakang, sebab luaas sekali, lebih luas dari rumahnya dan waktu itu ditumbuhi rumput sudah agak tinggi (dan terus terang saja, membayangkan membersihkan halaman belakang itu sudah bikin males duluan. red)
Bagaikan telah diatur, entah kebetulan entah bukan, buah-buah kweni yang tumbuh di sebatang pohon di depan rumah kontrakan kami (dan memang sudah waktunya matang.red), mendadak mulai berjatuhan. Satu, dua, ..sepuluh .. Ada belasan yang jatuh dalam sehari.
Mendadak pula kami sadari bahwa dua buah pohon kelapa yang tumbuh di halaman belakang banyak sekali buahnya, tinggal dicokok saja. Bahkan ada pula pohon mangga biasa yang sudah banyak buahnya meski masih muda; dan itu kan malah pas untuk dirujak. yumm..
Kemudian, di tepian parit kecil di samping rumah, masih di halaman kontrakan kami, kedua pohon pisang kepok juga tengah berbuah, banyak sekali..
Oh ya, masih di sepanjang tepian parit itu, ternyata ada beberapa batang pohon cabai yang tengah berbuah.. dan..saat kami mulai mencoba membersihkan rumput di sisi parit itu.. kangkung..banyak sekali..
Kami juga menemukan ada beberapa batang pohon ketela yang sudah masak di ujung halaman paling belakang, sebelum ini tertutup rimbunan daun dan jatuhan pelepah pohon kelapa..
Oh ya, kembali ke kweni, buah yang jatuh begitu banyak, bahkan Pemilik Rumah pun masih bisa membawa dua karung penuh.. Bahkan masih ada sisanya sekitar satu karung besar yang boleh dibagi-bagi ke para tetangga, diluar satu kardus besar yang diizinkan Pemilik untuk kami makan sendiri.
Itu semua, belum ditambah dua ekor ikan cukup besar, buah tangan Pemilik Rumah, saat berkunjung untuk mengambil buah kweni itu.
AlhamduliLlah.. Saat itu kami benar-benar dalam kesulitan. Tapi saat itu juga kami benar-benar merasakan bahwa Allah SWT memperhatikan hamba-hamba-Nya yang kesulitan sepanjang mereka meminta tolong hanya pada-Nya. Kami bisa makan dengan nikmat dengan lauk yang bervariasi. Malah terasa lebih nikmat dibanding biasanya. Untuk berbuka maupun sahur, penuh hidangan yang saaangat istimewa: nasi dengan potongan kweni asam-manis dengan bumbu sambal kecap, atau cah kangkung bumbu bawang-terasi, nasi liwet bumbu parut kelapa manis, ikan bakar dan sambal mangga, sayur bumbu tiga (tapi isinya hanya kangkung dan irisan ketela.. maksa sedikit tapi enak kok. red), ketela rebus panas, rujak mangga, pisang goreng, kelapa muda segar.. Bahkan lauk pauk buat bayi kecil kami pun terjamin.
Selama empat hari kami nikmati semua, sampai hari ke-11 keterlambatan, dimana akhirnya gaji kami dibayarkan juga.
Yah, kami memang akhirnya bisa hidup normal lagi. Tapi kami sungguh sangat bersyukur bahwa di saat kami tengah membutuhkan, Allah SWT memberikan semua yang kami butuhkan di sekeliling kami.
----
Sekali lagi, cerita keluarga itu mampu membangkitkan kami dari perasaan terpuruk karena.. yah biasa lah, persoalan hidup. Duh, jadi malu nih.. Mungkin sekali waktu Anda juga mengalaminya, tapi mungkin keluarga Anda lebih tabah, lebih mampu menghadapinya dibanding kami. Mudah2an selalu demikian, diberi keberkahan yang dari Allah atas keluarga Anda, dan semoga juga atas keluarga kami mulai hari ini.
Kami sendiri mungkin memang tidak seheboh keluarga kawan kami itu ceritanya. Tetapi saya rasa, dalam hal ini bukan masalah dia atau kita lebih “beruntung” atau lebih “sial”. Soalnya kita ngga pernah tahu peristiwa yang kita alami itu merupakan keberuntungan atau kesialan, apakah itu ujian atau malah musibah..
Tapi setidaknya, mendengar cerita kawan saya itu, ternyata kalo kita mau jujur dan berani membuka mata tidak terpaku pada diri sendiri, serta tidak berprasangka buruk sama Allah, banyak hal yang masih bisa kita syukuri, ya ? AlhamduliLlah..
Eh tapi terus terang, kami jadi malu nih. Beberapa waktu sebelumnya kami pernah mengingatkan tentang ini, eh kami masih juga mengulangi kesalahan yang sama seperti itu..
Tapi kini saya percaya bahwa semua hal yang menimpa kami, meskipun memang ada juga peran diri kami sendiri di sana, semua itu adalah bagian dari rencana-Nya. Dan kami yakin, rencana-Nya pasti indah pada waktunya, sepanjang kami ngga keluar dari jalur-Nya itu, aja.. Kalau bukan indahnya sekarang, ya insya Allah nanti..
Salam, Ari Latoeng
Tambahan
Kejadian serupa dengan ini juga ada ditulis Mas Bayu Gawtama di sini. Seperti juga kawan kami itu, tulisan ini juga sungguh menguatkan kami. Ternyata tiap keluarga memiliki masalahnya masing-masing, cuma tinggal ikhtiar dan keikhlasan menerima apapun hasilnya dengan penuh syukur yang membedakan keluarga yang satu dengan lainnya.. kadang-kadang membedakan "ujung" nasibnya juga sih..