Sunday, August 17, 2008

[cerpen] Kita Merdeka, Nana..

Ari  Latoeng :

Kita Merdeka, Nana..

 

 

Timang timang anakku sayang[1]
Buah hati ayahanda se orang
Jangan menangis dan jangan merajuk sayang
Tenanglah tenang di dalam buian

Betapakah hati kan ria
Ingat kau begurau dan ketawa
Semogalah jauh dari marabahaya sayang
Riang gembira sepanjang masa

Setiap waktu ku berdoa
Pada Tuhan Yang Maha Kuasa
Jika kau sudah dewasa
Hidupmu bahagia sentosa

Timang timang anakku sayang
Kasih hati permata ayahanda
Tidurlah tidur pejamkan mata sayang
Esok hari bermain kembali
 

 

“Pak,”

“Pak..,”  suara si kecil Nana membuyarkan lamunan Toha yang tengah asyik mendengarkan lagu lama beirama Melayu.

“Iya, Nana..”

“Nana ingin minum susu kotak yang dingiiin sekali.. Boleh tidak, Pak ?”

Susu kotak yang dimaksud Nana adalah susu sapi kemasan kotak yang biasa dijual di minimarket tidak jauh dari rumah mereka, ada banyak merek dengan banyak ukuran dan rasa, tapi Nana biasanya memilih yang ukurannya kecil. Tetapi meski permintaan ini bukan permintaan yang mewah, Toha merasa hatinya teriris-iris. Iya, sebab ia tidak mampu memenuhi permintaan Nana.

 

Toha memeluk anaknya lemas, menempelkan dahinya ke kepala anaknya itu sambil menghela napas.. “Bapak sekarang ini ngga punya uang, Nana. Nana mau kan tunggu beberapa hari lagi, Bapak gajian ?”

Mata Nana memperhatikan ekspresi wajah Bapaknya sebelum ia menganggung perlahan. Tapi tak urung Toha menangkap ada sorot kekecewaan disana.

 

Nana Kurniasari, usia 6 tahun, putri pasangan Toha dan Marni, nampak masih memiliki keinginan lain.

“Pak, Nana boleh minum minuman Bapak, tidak ? Sedikiit saja..”

Yang dimaksud Nana adalah sebotol minuman soda yang dibeli 2-3 hari yang lalu karena ada tamu berkunjung. Nana, sebenarnya dilarang Marni meminumnya karena dianggap kurang sehar baginya.. pendapat yang benar sesungguhnya, tapi kalau sekedar cicip ya bolehlah..

 

Permintaan inipun membuat Toha miris, sebab tadi sore, karena panasnya udara dan kelelahan habis bertugas shift pagi sebagai satpam di sebuah pabrik, Toha meminum sisa segelas terakhir minuman itu..

“Maaf Nana, minumannya sudah Bapak habiskan..”

Nana tampak semakin kecewa.

“Tapi.. tapi.. Nana ingin minuman dingin..”

Toha memperhatikan tangan Nana yang menunjuk jendela, dimana tampak beberapa pasang orangtua dan anak duduk di resto seafood seberang jalan, tengah menikmati masakan lezat dengan minuman dingin yang nikmat.

 

Toha mengeluh pelan dalam hati.

Dicobanya mengingat-ingat kapan ia terakhir makan diluar bersama anak-istrinya.. Yang pasti, nampaknya sudah beberapa bulan ini ia tidak pernah lagi mengajak keluarganya makan di luar, bahkan untuk makan bakso yang terkenal beramai-ramai.

 

Bila menuruti hatinya saat ini, ia ingin membelikan segera anaknya ini minuman apapun yang ia inginkan. Tapi.. ini baru tanggal 16 Agustus.. masih seminggu lagi ia baru gajian, sementara uang mereka tinggal Rp50.000 kurang lebih. Setelah potong untuk uang transpor, untuk belanja saja belum tuntu cukup sampai gajian..

 

“Maap ya Nana.. “

 

Nana tertunduk, nampak sekali ia sangat kecewa.

Toha semakin merasa bersalah. Dibelainya anaknya itu sembari menahan hati yang terasa diiris-iris. Diangkatnya kepala sambil menghela napas panjang. Dilihatnya Marni baru masuk ke ruang tengah dari dapur membawa nasi, tumis kangkung polos, dan tumisan buncis dengan potongan tempe kecil-kecil..

 

Toha memperhatikan Marni yang mengenakan daster lusuh dipadu kain.

Alangkah beruntungnya aku memiliki kawan hidup yang ikhlas bersusah-susah seperti ini.. Bahkan aku tidak ingat kapan terakhir aku belikan Marni daster baru.. Pasti sudah lamaa sekali..

 

Toha kini melihat Marni menatapnya pula. Marni mencoba tersenyum tapi seperti tertahan. Nampaknya Marni melihat ekspresi Toha yang lain. Pasti begitu sebab kini Marni mendekat dan duduk di sampingnya. Lalu menyenderkan kepalanya ke lengan Toha.

 

“Nana..” Marni mencoba bicara, “Nana mau minum dingin ? Ibu punya sirup enaak deh.. apalagi kalau diminumnya pakai air dingin lalu diberi es batu.. Hmmm “

Nana kini mendongakkan kepalanya, yang dari tadi menunduk, menengok ke arah Ibunya.

“Nana mau, Bu..”

 

Mndengat itu, Marni berdiri dan menggamit lengan anaknya itu.. Tidak lupa mencium pipi suaminya mesra..

“Tadi pagi Ustadzah Salwaa berkunjung kemari mau ambil jahitan anaknya. Sirup itu titipan dari Ustadz Koko buat Bapak. Maaf Marni lupa bilang..”

 

AlhamduliLlah.. Toha mensyukuri rejekinya. Ustadz Koko dan istrinya itu memang perhatian sekali. AlhamduliLlah, lewat mereka, Nana jadi tidak terlalu kecewa karena keinginannya tidak ada yang bisa aku penuhi..

 

Mendadak Toha sedih kembali.

Apakah dengan kondisi kami yang seperti ini, Nana iri pada teman-temannya yang lebih baik ya ?

 

Toha memandang Nana yang duduk sambil bercerita pada Ibunya, sembari nampak gembira dan terpuaskan dengan sirup dingin yang mestinya memang sangat segar diminum di malam yang panas seperti ini.

 

Tiba-tiba Toha melihat Marni menyuruh Nana mendekatinya.

“Ada apa Nana ?” tanya Toha sambil mencoba tersenyum.

“Pak, Nana mau minta izin sama Bapak..”

“Waduh-waduh..” hehe bahasanya Nana, “Mau izin kenapa, Na ?”

 

“Kan tadi sore kan ada lomba anak-anak, tuh Pak..”

Yang dimasud Nana itu adalah lomba 17 Agustusan yang diselenggarakan RT kami yang memang dilaksanakan hari sabtu tadi 16 Agustus 2008, yang hari libur buat anak sekolah dan untuk sebagian besar karyawan.. kecuali orang-orang seperti saya yang bertugas model shift..

“Iya, Bapak tahu. Lalu  Nana mau minta izin apa?”

 

“Nana tadi kan juara, dapat hadiah buku tulis.. banyak deh Pak, bagus-bagus bukunya..”

Toha tersenyum juga mendengar celotehan Nana yang penuh gaya itu.

“Kan buku tulis Nana udah banyak dan masih baru tuh..”

“Iya..?!”

Nana memandangku dengan kuatir..

“Kan ada temen Nana namanya Farah..”

Toha tersenyum.

“Farah ini kasihan deh Pak, masak dia buku tulis aja bekas.. “

“Oh ya?” masa sih segitunya, kalo buku teks yang bekas mungkin wajar, ini sih..” Wah..”

Lalu Nana, dengan gayanya yang sok manja kalo sedang minta sesuatu, mulai bertanya, “Boleh tidak Pak kalau buku hadiah Nana, Nana kasih ke Farah aja ? Kan kasihan Pak dia.. dia itu.....”

 

Toha sudah tidak mendengarkan lanjutan kata-kata Nana.

Ia memeluk Nana. Segala kekuatirannya hilang sudah.

Nana, boleh jadi secara ekonomi tidak punya, tetapi harapan Toha bahwa ia “kaya” sudah terpenuhi saat ini..

 

Merdeka, Nana.. Merdeka.

Kamu orang betul-betul sudah merdeka.. merdeka dari perangkap kemiskinan.. kamu  merdeka Nana.. kamu kaya meskipun kamu tidak kaya..

Selamat ya Nak, kita sudah merdeka..

 

Setiap waktu ku berdoa
Pada Tuhan Yang Maha Kuasa
Jika kau sudah dewasa
Hidupmu bahagia sentosa

Timang timang anakku sayang
Kasih hati permata ayahanda
Tidurlah tidur pejamkan mata sayang
Esok hari bermain kembali

 

Ari AMS Latoeng

Cendana Raya I-1 no. 3, PBH

17 Agustus 2008 03:02 AM



[1] S. Effendy · Timang-Timang Anakku Sayang · Lirik diambil dari http://www.liriklagu.com/liriklagu_s/SEffendi_TimangTim.html